I Can’t Dead – Part 4

I CANT DEAD

Hahahaha udah sampe part 4 aja >< senangnya hatiku, gomawo buat yang udah mau baca FF budukan ini (?) happy reading chingu

Main cast : Geunho, Yoona, Minho, Key

Other cast : Jonghyun, Taemin, Onew

~ ~ ~ ~ ~

“ibuuuuuu” teriakku sembari memeluk perempuan yang masih sangat cantik

“Geunho, ibu kangen sekali denganmu” aku makin mempererat pelukanku “bagaimana kabarmu?” kutatap wajahnya yang putih nan cantik. Aku mengangguk tanda baik baik saja “sabar ya nak, pasti kau bisa kembali ke Lovetophya dan terbebas dari kutukan Amandeus”

“tenang saja bu, aku percaya kok” aku tersenyum

~ ~ ~ ~ ~

Ah, mimpi itu! Ya aku pasti bisa kembali ke Lovetophya. Di atap sekolah, Key tak kunjung muncul. Aku memutuskan untuk menunggunya

“Geunhoooooo” teriak seseorang. Kali ini dia lagi -,-

“sudah kubilang jangan keluar pagi pagi dan jangan menampakan dirimu saat aku disekolah”

“maaf tapi ini karna ada kabar baik untukmu” dia tersenyum senyum sendiri “dewa dewi Lovetophya telah berhasil menemukan cara mengembalikanmu ke sana dan membebaskanmu dari kutukan Amandeus”

“apa?” sontak aku langsung berdiri “bagaimana caranya?”

“kau harus memusnahkan tongkat Amandeus yang berada di gunung Jiri. Tapi mendapatkan tongkat itu sangatlah tidak mudah. Kau harus mendaki gunung itu lalu melewati hutan dll, ah pokoknya ribet deh” Minho jadi pusing sendiri

“aku akan berusaha, besok aku akan berangkat. Minho temani aku ya” pintaku

“tentu saja, itu sudah tugasku”

“aku ikut” sahut seseorang yang kupikir adalah Taemin. Tapi sayangnya bukan. Minho langsung menghilang dari hadapanku “sudahlah Minho, kau tak perlu menghilang, aku sudah mendengar semua perkataanmu tadi” sesaat kemudian Minho muncul lagi. Aku tak bisa berkata apa apa.

“ya sudahlah Geunho, biarkan Key tahu siapa kamu dan aku sebenarnya” kutatap keduanya bergantian. Ya pada akhirnya aku mengalah dan menceritakan semua tentang diriku, kutukan itu, Minho, Lovetophya, dll. Seiring bel masuk yang berbunyi, selesailah ceritaku.

“aku akan ikut denganmu besok” kata Key sebelum masuk kelas

“gomawo” aku melangkah perlahan masuk kelas. Sebelum guru datang, aku sempat berfikir, ternyata aku benar benar jatuh cinta sama Key. Tapi sebentar lagi aku akan berpisah dengannya. Apa iya aku harus menyatakan perasaanku duluan? Ah tidak mungkin, aku tidak cantik mana mungkin Key mau menerimaku. Tapi apa benar kata Minho kalo Key suka padaku juga? aaaaaa

~ ~ ~ ~ ~

“besok berangkat jam berapa? Aku akan mengantarmu kesana” kata Key sembari mengambil tasnya dari loker.

“gimana kalo hari sabtu aja? Besok kita masih sekolah, kapan mau perginya? Abis pulang sekolah? Bisa bisa nginep! kalo hari sabtu kan kita libur terus bisa nginep sampe hari minggu” aku menengadahkan kepalaku ke atas

“oh yasudah, akan kujemput hari sabtu jam 7 ok?” ku anggukan kepalaku

“annyeong Key oppa” sapa segerombol cewe yang sepertinya adik kelas

“ah~ annyeong” kulihat Key gelagapan. Cewe cewe itu berlalu pergi. Apa mereka suka Key? Kepalaku yang semula kuangkat, sekarang kutundukan……

“wahwah, ternyata kau popular” aku berusaha tersenyum “sebentar lagi pasti kau akan menjadi bahan pembicaraan seantero sekolah”

“ah aniyo!” bantah Key “ah yasudahlah… aku udah dijemput tuh adikmu udah nunggu”

“nanti malem kau mau kerumahku lagi?”

“hm lihat nanti ya, aku ada pr soalnya hehe, hei gimana kalo kita belajar bersama?” usulnya. Wah ide yang sangat bagus. Perlahan senyumku mengembang

“kutunggu jam 7 dirumahku ok” setelah Key mengangguk setuju, aku langsung bergegas menuju adikku yang sudah menunggu di tempat sepeda

“lama sekali kau!” protes Yoona. Aku cuma nyengir. Mulai kukayuh sepedaku tercinta menuju rumah.

~ ~ ~ ~ ~

~Writer P.O.V~

Seorang cowo melangkah masuk ke sebuah rumah besar. Lalu seorang cewe dan anak kecil menyambut kedatangannya dengan gembira. Suasana rumah malam ini terasa hangat. Ketiga anak itu melangkah naik kelantai 2 dan mulai belajar. Ya, mereka nampak serius sekali. Tapi diselah sela keseriusan mereka, Geunho dan Key saling lirik lirikan dan tersenyum malu. Tanpa sengaja tangan Key menyentuh tangan Geunho

“ah, mianhae” pekik Key. Wajah Geunho berubah merah, Key menyadari hal itu

“gwaencahana” didalam hatinya, Geunho menjerit sejadi jadinya. Tangan yang halus menyentuhnya barusan dan untuk pertama kalinya. Apalagi, itu tangan Key.

~ ~ ~ ~ ~

~Geunho P.O.V~

Aku dan Yoona mengantar Key sampai depan rumah. Setelah berdadahan ria aku masuk kedalam.

“umma, lusa aku akan menginap dirumah temanku sampai hari minggu. Boleh ya aku pergi?” maaf umma, aku harus bebohong.

“dimana?”

“Gyeongsang, boleh ya umma”

“yasudah, tapi kau harus jaga dirimu ok” aku berjingkrak jingkrakan lalu berlari ke kamar. Maaf umma aku harus berbohong, maaf.

~ ~ ~ ~ ~

Hari ini aku, Key, dan Minho pergi ke gunung Jiri. Tak kusangka kalo Key itu bisa nyetir mobil, ya tentu saja dia nyetir mobil dari Daegu ke Gyeongsang. Perjalanan cukup jauh maka dari itu kami santai supaya ga terlalu capek. Terus si Minho, dia menyamar jadi manusia yang cukup menarik perhatian orang orang sekitar.

“hei berapa lama lagi kita sampai? Ternyata jadi manusia itu ribet ya kalo aku tinggal menghilang dan semenit kemudian sudah sampai disana ckck” Minho geleng geleng, aku yang duduk dibelakangnya, memukul kepalanya. Minho memelototi ku sampai sampai matanya ingin keluar.

“ahaha, udah jangan berantem napa. Hm kira kira setengah jam lagi” Key sibuk memencet layar GPS mobilnya.

“MINHOOOOO” pekik seseorang yang membuat kami semua terlonjak kaget. Untungnya ga nabrak.

“ah Taemin, kau itu bodoh! ga liat apa ada orang nyetir? Kalo nabrak gimana?” omel Minho pada si imut Taemin. Taemin langsung cemberut

“loh? Dia siapa? kau kok jadi manusia, Minho? Kau kan ga boleh terlihat oleh manusia yang lain” kata Taemin bertubi tubi. Sepertinya Key ikutan heran dengan kedatangan Taemin. Ia melirik kearah jok belakang terus

“gpp, aku udah mengatur semuanya. Key kenalin ini Taemin, dan Taemin ini Key” keduanya tersenyum “sekarang sana kau pulang, kalo ga, kau ga akan ku ajari lagi main winning eleven” mendengar perkataan Minho, Taemin langsung menghilang “dasar bocah”

Kami langsung masuk ke Taman Nasional Gunung Jiri dan mulai menjelajahi gunung ini. Taman Nasional ini adalah yang terbesar di Korea dan merupakan pemandangan terbaik di Korea. Sekarang adalah musim semi. Di Gunung Jiri bermekaran bunga Royal Azaela. Aku ga boleh terlarut dengan keindahan ini, aku harus serius mencari tongkat itu.

Kalo ada Minho semuanya pasti beres. Dari mulai peralatan mendaki, tenda sampai makanan, dia kan punya sihir hahaha.

“kita harus ngumpet, kalo ga kita bakal ketauan sama penjaga yang keliling disini. Kalian akan kubuat ga terlihat oleh orang2” TRING (musik yang kayak di tipi tipi itu loh) tak ada rasanya ==’ ya kami bermalam disini, lebih tepatnya disebuah gua. Minho udah nyiapin semuanya tentu saja aku dan mereka tidurnya misah. Ditendaku, aku ga bisa tidur. Guling sana guling sini jadi sapi guling akhirnya aku keluar tenda dan menjelajahi gua itu. Gelap, lembab, baunya ga enak. Aku melihat sebuah benda bersinar dilangit langit gua, aku tak tau apa itu. Kucoba raih tapi ga sampe. Saking penasarannya, aku meraih sebatang kayu. Yap! Akhirnya kudapatkan benda bersinar itu. Aku teringat sesuatu segera aku membangunkan Minho dan Key

“yaaaaaa! Bangun!! Aku menemukannya!!” kuguncang guncangkan tubuh keduanya. Key bangun dari tidurnya dan menatap heran sesuatu yang kupegang

“kau ingin mincing dengan kayu itu? Besok aja deh aku ngantuk” ternyata otaknya belom bekerja 100%

“baboooooo! Ini tongkat yang kita cari!!!!!” Minho langsung terlonjak bangun

“kau menemukannya dimana?” kedua mata bulatnya menatap tajam kearahku

“di gua ini”

“kalo gitu kita harus cepat cepat pergi. Geunho sini tongkatnya biar aku yang pegang, kau bawa hp dan apapun barang yang penting bagimu, kau juga Key, cepaaaaaatt!!!!” teriak Minho. Rasa penasaran yang besar masih menyelimutiku. Tapi tak ada waktu untuk bertanya, Minho udah terlihat panik. Kami bertiga berhasil keluar gua itu “terlambat!” sahut Minho tiba tiba sambil menatap ke langit yang gelap.

~TBC~

Signature


This FF has claim to be ours. Please keep read our blog, comment, vote and support us ^.^

Don’t forget to :

  • Open FAQ page for ask something
  • Open GUESTBOOK for new reader
  • Open Join Us page to know how to send your FF
  • Vote us please, our rating going down on SHINee toplist, so please vote us ^.^
  • Open page LIBRARY if you miss some FF ^.^
Advertisement

PLAYLIST

Playlist

Title: Playlist

Author: ulaai aka. ulaaifuhfun

Characters: SHINee members, other figures and the OCs (+ me as OC hehe, find me out!)

Genre: Friendship

Rating: T

Disclaimer: They are not mine, I only have the plot. Songs credits to SHINee, Jacko, Hey! Say! BEST, and me.

A/N: This is my first fanfic here! Comments are highly appreciated. And sorry if this story is too long… well it’s kinda ordinary for me to write and read this long of stories, but maybe you not… This spend a week for write it and 14 pages in Microsoft Word, so if you read it I will be glad… This is also a birthday present for me whose turn into 14 this 21 June… Well, enough blabbing! Off to the story! 😀

***

Tik. Tik. Tik.

Rintik-rintik hujan mulai membasahi jendela utama rumah asrama SHINee. Membuat suasana sedikit gaduh karena tetesan-tetesannya semakin menderas—tapi toh itu tidak begitu berarti. Ruang makan merangkap ruang dapur terlihat begitu sepi, padahal biasanya ada seseorang—siapapun itu—yang berada di sana. Entah mengambil makanan atau mengambil sebotol susu dari kulkas. Ruang tengah pun juga sama heningnya. Padahal biasanya Minho atau Taemin senang sekali bermain Winning Eleven di situ—tapi entah kenapa, sepertinya hari ini mereka tidak begitu bersemangat. Ada apa dengan mereka?

“Hari ini kita tidak ada pekerjaan,” ucap Onew sesaat setelah menerima telepon dari manajer mereka pagi ini. “Yoonduk-hyung bilang kita akan menghadiri dua acara reality show dan tiga acara music performance serta siaran radio selama tiga hari ke depan, jadi kita disuruh istirahat dulu. Begitu katanya.”

Jeongmal? Beneran?” Sang Maknae membelalakkan matanya. “Wow, akhirnya, ada juga hari di mana aku bisa bebas!”

“Aku mau mengunjungi ibuku,” Key bersuara. “Kami sudah dua bulan tak bertemu, rasanya kangen sekali.”

Minho berpikir sejenak. “Bagaimana denganku, ya… Kurasa aku akan menemui sahabatku waktu masih di sekolah menengah dulu. Tempatnya agak jauh, jadi mungkin aku akan pulang agak terlambat.”

“Jangan terlalu malam,” kata Onew. “Kita harus tidur cepat, karena besok kita harus bekerja lagi. Terutama untukmu, Minho,” Minho mengangguk, “Key juga. Taemin, kau tidak ada rencana keluar?”

Taemin mengangkat bahu. “Sepertinya tidak. Aku main laptop saja.”

“Jonghyun?”

Key rupanya menyadari bahwa ada seseorang yang sama sekali tidak bersuara sedari tadi—Jonghyun. Sang pemuda bersuara bling-bling itu bahkan sudah bungkam mulut sejak dirinya bangun tadi pagi. “Kau hari ini mau ngapain?”

“Err… mendengarkan musik dari iPod,” sahut Jonghyun sekenanya. Ia tidak terlalu peduli dengan rencana di hari bebas ini. Key manggut-manggut.

“Baiklah. Sampai jumpa nanti, ya, kita akan tetap makan malam bersama. Hari ini yang membuat makan malam adalah Key, jadi kau jangan terlambat, oke?”—Key mengiyakan—“Kalau begitu, selamat menjalani aktivitas kalian masing-masing. Annyeong!” Onew menutup pertemuan kecil mereka pagi ini.

“Annyeong!!”

***

Hujan semakin menderas.

Jonghyun menatap keadaan di luar lewat jendela, kemudian berdecak sebal. Yang benar saja! Mimpi buruk baginya, menghabiskan satu hari sendirian tanpa teman-temannya. Onew bahkan tak bisa diandalkan di saat-saat seperti ini, ia bahkan lebih memilih tidur. Taemin? Ia lebih memilih berselancar di internet dan mencari video dance terbaru ketimbang ngobrol dengannya. Ah, menyebalkan!

Apa yang bisa ia lakukan sekarang? Ia merenung sejenak. Selintas bayangan muncul di kepalanya. Apa ia harus…? Sepertinya memang tidak ada pilihan lain.

Jadi, ia berjalan memasuki kamar, bermaksud mengambil iPod kesayangannya. Melewati Taemin yang masih sibuk berkutat dengan laptopnya—Jonghyun tak mau ambil pusing memikirkan apa yang sedang ia lakukan dengan barang berbentuk persegi itu. Ia bahkan tak menyapanya sama sekali. Taemin pun cuma mendongak, tersenyum singkat, dan mengangguk. Jonghyun memandangnya sesaat, kemudian pergi meninggalkan kamar dengan menenteng iPod mungil yang sebentar lagi akan menemaninya itu.

“Apa aku harus play random saja, ya…” gumam Jonghyun sambil mengempaskan tubuh di sofa ruang tengah yang empuk. Setelah beberapa kali menekan tombol navigasi iPodnya, Jonghyun meraih kabel earphone yang terjuntai dan memasangkannya di telinga.

Nunan neomu yeppeoso

Namjadeuri kaman an dwo

Heundeullineun geunyuhui mam sashil algo isseo

Eh? Alis Jonghyun terangkat sedikit. Lagu ini?

***

Rumah Sakit Buk Hon Ah.

“Nomor 301… nomor 301…” Sesosok lelaki berjaket tebal warna hitam tampak sesekali melongokkan kepalanya kanan-kiri. Ia yakin ia sudah memasuki koridor yang benar, tetapi kenapa masih belum ketemu juga?

“Err… suster,” sosok itu menghentikan seorang suster yang lewat di dekatnya. Suster itu terkejut—kemudian dengan pandangan sedikit berbinar ia bertanya, “Ada apa?”

“Kamar nomor 301 ada di sebelah mana ya?”

Suster itu terdiam sejenak, mengingat-ingat. “Anda tinggal lurus, dari pojok situ, anda belok kiri. Cari pintu yang ada pot tanaman di depannya.”

“Oh…” si lelaki bergumam pelan, “Gamsahamnida, suster. Terima kasih.” Suster itu cuma tersenyum dan mengangguk. Dengan langkah-langkah lebar sosok itu berjalan menuju ke ujung lorong. Setelah si lelaki sudah jauh dari dirinya, suster itu memekik dalam hati, “Aku ketemu anggota SHINee!

Sosok itu—Kim Kibum—akhirnya tiba di depan pintu ruang nomor 301. Diketuknya pintu tiga kali, sampai akhirnya sebuah suara menyahut dari dalam. “Masuk saja. Tidak dikunci.”

***

Tok! Tok! Tok!

“Astaga!” Han Myungdo buru-buru melempar remote TV dari tangannya, sehingga benda itu nyaris saja terpental. Suara komentator pertandingan baseball sejenak hilang dari kepalanya. Bagaimana bisa ia lupa kalau ada teman lamanya yang berkunjung hari ini? Dengan gerakan cepat, ia mengambil kunci di atas meja, kemudian bergegas menuju pintu depan dan membukanya.

“Ya ampun, Minho,” ujar Myungdo begitu melihat sosok yang tengah berdiri di depan pintunya dengan jaket biru yang basah karena hujan. “Telepon dulu kek kalau sudah mau sampai sini. Lihat, akhirnya kau jadi kehujanan, kan!” serunya. “Kalau kau telepon, aku bisa menjemputmu di stasiun dan membawakanmu payung. Kau benar-benar tidak berubah, ya.”

“Daripada menceramahiku terus seperti itu, bukankah lebih baik kalau kau langsung menyilakanku masuk? Di luar dingin.” Sahut Minho kalem.

Myungdo tersentak sesaat, “Ah, ya. Ayo masuk.” Dibukanya pintu coklat itu dan tubuhnya sedikit digeser ke kanan, memberi jalan Minho untuk lewat. Lima detik kemudian pintu itu ditutup. Myungdo membalikkan badannya, “Memang kau tidak bawa ponsel?”

“Bawa.”

“Lalu kenapa kau tidak telepon?”

“Malas.”

Myungdo mengangkat bahu. Kakinya melangkah ke sebuah pintu di pojok ruangan. Ia membuka pintunya dan mengeluarkan sebuah handuk dan kaos dari situ. “Ini, pakailah. Jangan sungkan.”

“Tidak usah,” Minho menolak.

“Ayolah,” desak Myungdo, “Atau kau akan kuusir dari sini.”

Akhirnya Minho menerimanya. Dibukanya jaket dan dilepaskannya kaos yang menutupi tubuhnya, dan diambillah handuk dari Myungdo itu. Sambil mengusapkan benda lembut berwarna putih itu ke seluruh badannya, Minho bersuara, “Kudengar kau kuliah di Jepang, ya?”

Myungdo mengangguk. Ia membuka pintu kulkas dan mengeluarkan seteko air dingin dari situ. “Di Todai. Tokyo Daigaku—alias Universitas Tokyo.”

“Baguskah universitas itu?”

“Itu universitas paling bergengsi di sana,” sahut Myungdo, sedikit bangga. “Sekarang aku sedang libur, makanya pulang kembali ke sini. Akhir-akhir ini aku suka sama kartun buatan sana, lho.”

“Kartun?” gumam Minho pelan, teringat jejeran komik Slam Dunk di rumah asramanya. “Seperti apa?”

Myungdo menutup pintu kulkas dan menyorongkan segelas penuh air dingin ke hadapan Minho. “One Piece, Naruto, tapi yang paling aku suka adalah Bleach. Oh ya, di sana ternyata juga banyak boyband seperti di Korea, lho. Meskipun terlihat kecewekan, aku suka salah satu boyband di sana. Mereka punya dua subgroup. Lagu mereka banyak yang bagus lho, dan aku sedang suka salah satu lagu mereka. Mau dengar?”

Minho tak punya pilihan lain.

***

Taemin mengganti posisi duduknya. Tadinya ia duduk bersila di atas kasur—tapi sekarang ia duduk berselonjor dengan punggung tersandar dan memangku laptopnya di paha. Ia sedang pusing sekarang. Bukannya apa-apa, tapi… hei, bukankah sangat sulit untuk mengerjakan tugas sekolah di saat pikiranmu sedang kacau begini?

Eternal maknae dari SHINee itu menghela napas—sambil menatap jejeran soal trigonometri yang terpampang jelas di layar laptopnya. Sumpah dari segala sumpah: ia benar-benar tidak mengerti! Demi apa sih memangnya ia harus berurusan dengan segala tetek bengek sin-cos-tan ini? Pekerjaannya sekarang saja sama sekali tidak ada hubungannya dengan hal berbau trigonometri!

Sekelebat ide muncul di pikirannya. Apa ia tanya pada Jonghyun saja, ya? Hyung-nya yang satu itu pasti mengerti. Ia kan sudah lulus beberapa tahun yang lalu, dan hari ini pun dia longgar. Tapi kemudian sebuah bayangan melintas kilat—sikap Jonghyun yang sama sekali cuek tadi. Waktu mengambil iPod, gila—tersenyum saja tidak! Ada apa sih dengannya? Kenapa ia tiba-tiba saja jadi cuek dan dingin?

Saat ia sudah mau beranjak dari ranjangnya itulah, ponselnya berdering.

***

Ruang tengah asrama SHINee.

Lagu Nuna Neomu Yeppeo masih berkumandang di telinga Jonghyun. Membawanya pada memori lama, sebuah rasa yang begitu asing untuknya hari ini—sekaligus membawa perasaannya yang memang sensitif ke dalam kenangan masa lalu yang begitu menyenangkan.

And I think I’m gonna hate it girl

Ggeuchi daga oneun geol

Gaseumi marhaejunda nuga mworado

“Nuna neomu yeppeo…” gumam Jonghyun. Lagu ini serta-merta membawanya pada dua tahun yang lalu—saat mereka pertama kali debut. Ia masih belum asing akan rasanya: kebahagiaan sewaktu namanya diumumkan lulus seleksi, mendapat partner kerja baru, rekaman lagu, syuting music video untuk yang pertama kalinya… tiba-tiba rasanya ia sangat kangen pada keempat temannya yang heboh itu.

Onew, sang leader. Sang manusia lemah-lembut bak tahu—ondubu, yang sangat terkenal akan kejayusan dan ‘Onew Condition’-nya. Yang paling tua sekaligus yang paling bertanggung jawab diantara mereka berlima, tapi juga paling kocak. Ia juga seseorang yang sangat profesional, mau mencoba segalanya yang baru, mau berbuat salah. Ia rela bangun pagi-pagi untuk mengantar Taemin ke sekolah. Mau diajak jadi teman diskusinya Minho. Mau repot-repot mendengarkan curhatan Jonghyun. Dan yang terpenting, ia adalah appa-nya SHINee—di mana seseorang memberi respek dan hormat kepadanya, seseorang yang bermultitalenta tinggi. Ah, kenapa juga harus menggerutu kalau leader-nya itu memang memilih untuk tidur? Bukan salahnya juga, kan… mungkin ia kelelahan karena jadwalnya yang lebih padat ketimbang member-member lain.

Sementara itu, lagu masih terus berlanjut.

Nunan neomu yeppeo

Geu geunyeoreul boneun naneun michyeo

Ha hajiman ijen ichyeo

Replay, replay, replay

Key, sang Almighty. Mungkin Key-lah—dari keempat member SHINee lain—yang paling akrab dengannya. Key yang selalu gila dan kocak. Key yang kalau tertawa pasti kencang tiada tara—mengalahkan telak Jonghyun sang tukang huru-hara. Umma—ibu—SHINee karena paling cerewet, tapi meskipun begitu juga penuh dengan perhatian dan jago masak. Key yang senang main ‘suami-istri’ dengan Jonghyun, Key yang suka main bisik-bisik sok asyik dengan Minho, Key yang setia menyetrika seragam sekolah Taemin, dan Key yang juga suka membuat Jonghyun tertawa kalau lagi duet gila bareng Onew. Key yang… takut akan ketinggian. Jonghyun tersenyum waktu mengingat hal ini—betapa saat bungee jumping di salah satu acara televisi dulu si pengagum fashion ini masih sempat-sempatnya pakai acara tutup muka segala. Key yang begitu dekat dengannya.

Chouki nae mameul halkwiu

Ah apeseo ijen mameul gochyeo

Da dagaol ibyeoleh nan

Replay, replay, replay

Minho, si flaming-charisma. Kharisma yang berkobar, kata Minho dulu waktu pertama kali Jonghyun menanyakan artinya. Minho—mungkin—adalah makhluk terkalem diantara kelima personel SHINee yang kadang-kadang kalau lagi parah ketawanya suka dilerai sama cowok satu ini. Yep, si Pelerai—julukan nonverbal yang pantas diberikan kepada Minho meski mungkin tak semua orang menyadarinya. Juga member yang paling tinggi—Jonghyun ingat ia pernah krisis identitas gara-gara tingginya yang tidak sepadan dengan rekan kerjanya itu. Bayangkan, 10 senti! Tetapi Minho tak pernah sombong, meski kenyataannya begitu banyak orang yang memuji wajahnya yang ‘katanya’ Onew mirip karakter manga. Dan yang paling melekat dalam benaknya tentang Minho adalah ketika si pendiam itu berkata, “Aku nggak suka hantu. Tapi aku benar-benar ingin lihat…” yang menurut Jonghyun merupakan pengakuan paling aneh sepanjang hidupnya.

Nunan naul M.V.P

Burohumeh ppodeuthaeji

Neulshisunjibjung geunyeowa hamkke itneun nan so cool

Jebal i soneul nohji maljadeon

Naui dajimeun

Eoneu sunganbootuh gujishingeol ara

Taemin, sang maknae. Mengingat nama ini Jonghyun jadi sedikit bersalah sudah bersikap ketus tadi waktu ia ke kamar mengambil iPod. Taemin adalah member termuda—yang ini hukum alam—dari kelima personel SHINee. Dan mungkin juga yang paling imut-imut. Yang ini semua anggota, kecuali Taemin tentu saja, sangat setuju: anak itu cantik sekali dan cewek banget! Merupakan lead dance SHINee, yang selalu berada di tengah formasi ketika bagian refrain sebuah lagu. Taemin sang Pangeran Musim-Semi, yang senyumnya selalu menghangatkan. Taemin yang masih menjunjung Onew sebagai Hyung-nya—berbeda sekali dengan dirinya dan Key yang masih suka cari ribut. Taemin yang klop sama Minho kalau tiga hyung-nya yang lain sudah sibuk dengan dunia gila mereka. Taemin yang bahkan sudah Jonghyun anggap sebagai adik sendiri.

Tiba-tiba dirinya merasa sangat kangen. Sangaaaat rindu.

Ia ingin bertemu dan berkumpul dengan semua anggota SHINee—dan kembali tertawa bersama mereka.

***

Kamar 301, Rumah Sakit Buk Hon Ah.

“Oh, kau, Kibum,” seorang wanita berseragam perawat menoleh, dan tersenyum. “Kau rupanya betul-betul datang.”

Key mengiyakan. Dilihatnya keadaan sekeliling—mainan di mana-mana. Anak-anak kecil yang berkeliaran. Bau khas bayi. “Ampun deh, Ibu masih menerima tawaran jadi pengasuh anak dadakan lagi?”

Nyonya Kim—ibu dari seorang personel SHINee, Kim Kibum—hanya tersenyum lebar. “Nggak apa-apa, kan. Ibu juga suka anak-anak, kok. Kau juga suka, kan? Ibu pernah melihat acara televisimu yang judulnya… apa tuh… yang ada anak kecilnya?” Key menyahut, “Hello Baby, Bu.”

Wanita berambut pendek bergelombang itu mengangguk. “Iya, itu. Ibu tidak terlalu mahir berbahasa Inggris. Kibum, maukah kamu memegang daftar ini sebentar? Sepertinya mereka sudah bosan main sendirian. Mungkin mereka mau bernyanyi sedikit, ataupun menari… kau mau ikut?”

Key menerima kertas daftar yang terulur, “Aku mau. Tapi aku akan mengajarkan lagu Ring Ding Dong dan dance-nya, bukan lagu anak-anak macam Matahari Terbenam, Jalan-Jalan ke Hutan, ataupun Permen Kapas,” ujarnya.

Ibunya mendengus main-main. “Sudah, kamu lihat dari sini saja,” lalu sepersekian detik berikutnya, ia tersenyum. Ibunya mendekati anak-anak ‘asuh’-nya itu dan berkata, “Ayo anak-anak, berkumpul di sini, kita menyanyi bersama.”

“Nyanyi apa Bibi?” salah seorang anak yang ada di situ, dengan gaya cadel, bertanya. “Kita akan menyanyi lagu berjudul… ‘Teman’. Kalian belum tahu? Ayo Bibi ajarkan.”

Aku punya banyak teman

Yang selalu bermain denganku

Membuat hari menjadi menyenangkan

Kami saling menyayangi

Waktu tidak terasa

Hari sudah beranjak sore, hei

Ayo kita pulang segera

Esok bertemu lagi

Nyonya Kim mengulang lagu itu beberapa kali. Key yang mendengarnya langsung tercenung—dan entah kenapa, ia jadi teringat anggota SHINee yang lain. Baru disadarinya ia tadi bahkan belum berpamitan pada semuanya saat akan meninggalkan rumah.

Aku punya banyak teman

Yang selalu bermain denganku

SHINee, seru Key dalam hati. Ia tidak hanya bermain dengan SHINee. Ia juga bekerja dengan mereka. Bagaimanapun, mereka partner kerja. Tapi ia juga tertawa, bercerita, dan sedih bersama dengan SHINee. Ia jadi ingat, saat dirinya pertamakali didebut dua tahun yang lalu, ia merasa ia memiliki sebuah oase baru selain keluarganya: teman-teman barunya.

Membuat hari menjadi menyenangkan

Kami saling menyayangi

Key larut dalam pemikirannya tentang SHINee. Saking seriusnya, tak terasa lbunya sudah ada di sampingnya. “Ada apa, Kibum?”

Key tersentak. “Tidak apa-apa, Ibu. Aku hanya teringat pada teman-temanku.”

“Grupmu itu?” Ibunya menebak. Key mengangguk. “Lagu tadi benar-benar menyindir. Aku tahu sih itu ciptaan Ibu sendiri—“ Ibunya terkekeh, “—tapi tetap saja itu menyindir.”

Ibunya manggut-manggut. “Hmm… Kibum…” Key menoleh, “Apa kau menyayangi… kawan-kawan rekan kerjamu?”

Pemuda yang menggunakan skinny warna gelap itu jelas mengangguk. “Tentu saja, Ibu!”

Ibunya memandang anak-anak kecil yang sekarang sibuk mengulang lagu ciptaannya itu dengan raut gembira meskipun masih tertatih-tatih, “Kalau begitu baguslah. Kau tidak ingin berlama-lama di sini tentunya, kan?”

Kekagetan jelas terpampang pada wajah Key. “Ibu…”

Nyonya Kim tersenyum. “Pergilah.”

Key tak butuh waktu lama sampai akhirnya ia menyadari maksud dari ibunya dan mengangguk.

***

Sebuah kamar di rumah mungil di suatu sudut kota Seoul.

“Judulnya Score. Cocok sekali untukmu, deh,” Myungdo masih tak hentinya berpromosi tentang lagu Jepang yang katanya bagus itu. “Karena kau tak bisa berbahasa Jepang fasih, kuberikan terjemahannya padamu, ya.”

Minho cuma memandangnya tanpa suara ketika ia menerima kertas yang disodorkan Myungdo kepadanya. “Kuputar, ya, lagunya.”

Hey! Say! BEST – Score

Arigatou nagareru itsutsu no melody boku ni wa mieru yo

(Terima kasih, ini adalah cara bagaimana aku melihat alunan melodi dari kita berlima)

Narabi atta onputachi ga mie hari ai nagara

(Notasi musik yang mengalir diantara kita, baik saat kita sedang bersaing satu sama lain)

Shinjiteru itsutsu no melody boku ni wa mieru yo

(Aku percaya pada adanya melodi diantara kita berlima, itulah yang aku lihat)

Tabiji to iu sen ni notte

(Tiap jalur yang ada di sepanjang perjalanan)

Mada mienai asu ni ima wo utao

(Aku akan bernyanyi sekarang, menganggap seakan-akan hari esok takkan ada lagi)

Minho tercenung.

Hey! B BROTHER   Bokura to tomo ni michi no tobira wo hirako

(Hei! B BROTHER Kita membuka pintu yang sama sekali asing untuk kita)

E EASY GOING kiraku ni kinaga sou STEP AND JUMP

(E EASY GOING Kita selalu bersabar dan optimis, STEP AND JUMP)

S SMILE Tagai no egao no kagayaki wo nahatte

(S SMILE Bertukar senyum, membuat kita bersinar)

T TIME Mahou janai kono shunkan jinsei ichiban no BES

(T TIME Ini bukan sihir, ini adalah momen terbaik dari BEST)

Kenapa ia mendadak jadi ingat teman-temannya? SHINee.  Lagu ini—sialan, Myungdo ini mau menyindir atau bagaimana sih—jelas-jelas SHINee itu ada lima! Dan kata ‘bersinar’ dalam salah satu baris benar-benar mengingatkannya tentang SHINee. Jelas saja, kan!

Me no mae no gohonsen

(Saat pertama kali bertemu)

Awasaru koto wa nai kedo

(Kita mungkin tidak merasa cocok)

Itsudemo tonaride boku mo kanaderu yo

(Setiap kali kita merasa dekat, bermain bersama)

Aruiteku rizumu ya tsuyosa wa chigau kedo

(Kekuatan dan ritme yang kita punya ketika kita melangkah sangatlah berbeda)

Narabu tabi umareru kizuna no harmony

(Tetapi mereka bersatu, membentuk sebuah harmoni)

“Myungdo,” panggil Minho. Myungdo yang sedang sibuk ber-lip sync ria cuma bisa menoleh. “Ada apa?”

“Kau mau menyindirku, ya?”

Alis Myungdo tertarik ke atas. “Apa maksudnya?”

Minho memutar bola matanya. “Lagu ini. SHINee. Dan kata-kata ‘berlima’ itu…”

“Lho, aku benar-benar tidak bermaksud, kok.” Myungdo berkilah, “Memang personel yang nyanyi lagu ini ada lima orang, sama seperti SHINee.”

Minho mengangkat bahu. “Aku bisa pulang sekarang?”

Myungdo menatapnya heran.

***

Ponselnya berbunyi. Ia sedikit termenung mendengar ringtone lagunya. Taemin bukan tipe pengangkat ponsel yang cepat, ia lebih suka mendengarkan dulu bunyi ringtonenya. Ia hapal sekali bunyi lagu ini—You’re not Alone, oleh Michael Jackson.

You are not alone

I am here with you

Though we’re far apart

You’re always in my heart

You are not alone

Kenapa ia mendadak jadi mengingat SHINee?

Taemin bukan tipikal orang yang suka bermellow-ria, tapi ia juga bukan orang yang terlalu dingin. Ia sudah lama kok memakai ringtone ini, sungguh, tapi kenapa perasaannya baru ‘ngeh’ sekarang ya? Apa gara-gara hujan? Biasanya kan orang-orang sering mendadak sensitif kalau lagi hujan, tapi dia…? Masa, sih?

Akhirnya Taemin menggelengkan kepalanya, mencoba tak peduli, dan mengangkat telepon.

“Halo?”

“Taemin-ah!” seru suara di ujung sana. “Ini Seul Hee.”

“Seul Hee…” Taemin menggumam, “Teman sekelas, kan?”

Yang di seberang sepertinya kesal. “Iya, babo! Aku tahu kau itu sibuk dengan seluruh tetek-bengek artis dan lain sebagainya itu, tapi jangan sampai kau jadi antisosial, dong.”

“Iya,” Taemin mengiyakan, “Ada apa, Seul-Hee?”

“Tugas matematika yang diberikan sama Buncha-songsaenim sudah kau kerjakan?”

Mendengar nama yang disebut teman sekelasnya itu, sontak Taemin berdecak. “Ini sedang kukerjakan. Aku nyaris mengumpat sedari tadi, tahu. Kau bisa mengerjakan soal nomor lima?”

“Soal nomor lima…” diam sejenak, “…hehe. Maaf, aku juga nggak bisa. Kau tahu jawaban soal nomor satu?”

“Soal nomor satu?” ulang Taemin sambil men-scroll berkas soal di layar laptopnya. “Oh. Aku tadi juga hampir kejebak di situ. Coba saja diakarkan dahulu sebelum ke langkah akhir.”

“Oh! Omona… kau benar!” suara Seul Hee terdengar girang sekali. “Terima kasih, Taemin-ah. Aku akan mencoba menelepon berkeliling, siapa tahu mereka punya jawaban soal nomor lima. Nanti kalau sudah ketemu kau akan kukirimkan pesan singkat. Oke?”

Taemin mengangguk, lupa bahwa Seul Hee takkan bisa melihatnya. “Ngomong-ngomong, Oppa-oppa di mana semuanya? Kenapa kau tak minta bantuan mereka saja? Mereka kan sudah lulus. Malah katanya Onew-oppa sangat pintar.”

Sang dance genius dari SHINee itu terdiam sejenak. “Mereka… sedang tak bisa diganggu,” Seul Hee merasakan adanya tarikan napas dari lawan bicaranya, “Beberapa dari mereka sedang pergi. Ada juga yang tidak pergi, tapi sepertinya mereka sedang ingin tak diganggu.”

“Mereka benar-benar mengatakannya?”

“Maksudmu?”

“Mereka benar-benar mengatakan kalau mereka memang sedang ingin tidak diganggu?”

Ucapan Seul Hee entah kenapa membuat Taemin sedikit tercekat. “Tidak.”

“Lalu kenapa kau menganggapnya demikian? Bisa saja kan, mereka ingin diganggu tetapi malu mengatakannya. Setelah aku menutup telepon ini, panggillah salah satu Hyung-mu dan minta tolonglah kepada mereka.”

Taemin tercenung. “Kau… mungkin benar.”

“Kalau begitu aku sudahan dulu, ya. Nanti ku-SMS lagi.”

“…Ya.”

***

Lagu di iPod Jonghyun sudah berganti beberapakali. Setelah lagu Nunan Neomu Yeppeo selesai, ternyata sang iPod memilih lagu Twins milik Super Junior untuk diputarkan selanjutnya, kemudian lagu DBSK yang ia kurang hapal judulnya dan Baby Baby dari SNSD. Jonghyun masih ada di posisi yang sama: duduk di sofa dengan kaki terangkat dan kepala yang sepenuhnya tersender. Matanya terpejam. Pikirannya masih penuh dengan rasa kangen akan member SHINee yang lain—sebuah rasa yang jarang ia rasakan akhir-akhir ini.

Jonghyun menaikkan alisnya ketika pintu kamar terbuka. Matanya terbelalak melihat siapa yang keluar sepersekian detik setelahnya: Taemin. Laki-laki yang sudah ia anggap adik sendiri itu tampak membawa laptop di tangan kanannya, berjalan menuju arahnya. Ternyata ia memang menuju ke arahnya; ia bahkan duduk di sebelah Jonghyun.

“Hei, kau—“ “—JONGHYUN-HYUNG, TOLONG AJARKAN AKU MATEMATIKA!!” Taemin menyerahkan laptopnya dengan kepala tertunduk, persis seperti orang yang minta ampun. “Materinya trigonometri. Susah sekali…”

Jonghyun menatap sosok di depannya lekat-lekat. “Kau bercanda? Ampun deh, trigonometri itu materi yang paling tak kusukai waktu sekolah menengah dulu. Hahaha, kau mau kuajarkan yang mana?”

“Nomor lima,” sahut Taemin cepat-cepat. “Hyung, aku mau minta maaf…”

“Kalau yang ini sih… hah?” Jonghyun menghentikan kalimatnya, menaikkan alis. “Kenapa?”

Taemin menundukkan kepala. “Mianhae. Jeongmal mianhae. Maaf tadi aku terlalu dingin padamu waktu kau masuk kamar tadi, Hyung.”

Jonghyun bengong… “Kau bercanda?”—Taemin masih menundukkan kepala—“Tentu saja. Aku juga minta maaf tadi sudah bersikap cuek. Aku hari ini lagi bad mood.”

Akhirnya Taemin mengangkat kepalanya dan tersenyum, yang dibalas Jonghyun dengan cara yang sama. “Ayo mulai. Jadi pertama, kamu sudah tahu kan kalau kita pakai yang tan? Nah, yang harus kau lakukan pertamakali adalah…”

***

Key melangkahkan kakinya—agak cepat. Kalau ia berlari, dalam waktu lima menit ia sudah bisa sampai stasiun, tapi ia tak mau. Ia memilih berjalan cepat untuk melihat kanan-kiri, siapa tahu ada pasar swalayan yang bisa ia kunjungi untuk membeli beberapa keperluan sebagai bahan makan malam. Ketika ia menemukan bangunan yang dimaksud, dengan cepat ia masuk ke dalamnya dan membeli sekerat roti tawar, selai, dan beberapa bahan lain yang sekiranya tidak ada di rumah.

“Beberapa belas menit lagi…” gumam Key sambil menenteng sekeresek bahan makanan dan masuk ke dalam kereta.

***

Minho berdiri di atas kereta, mencoba menyamarkan diri dengan menarik hoodie yang ia kenakan agar menutupi kepalanya. Di kedua telinganya tersemat sebuah plug kabel alias earphone yang tersambung ke sebuah iPod klasik warna keabuan di sakunya. Jika kau dapat mendengar dengan jelas lagu yang ia dengarkan, kau akan mengerti bahwa ia sedang mendengarkan lagu berjudul Score—yang tadinya diperdengarkan Han Myungdo.

Namida de maega mienai toki wa

Gyuttotsu nai da te wo hanasanai yo

(Saat-saat sebelum adanya tangisan tidak akan terlihat. Menggenggam tangan yang menghubungkan kita… aku tidak akan melepaskannya)

Minho menghela napas. Satu stasiun lagi dan ia akan turun.

Saa, kagayaku egao kara umareru melody

Yoko wo mireba itsudemo BEST na nakama ga iru

Yume wo tsuyoku egaku tabi ni kirameku memory

Kibou to iu sen ni notte

Mada mienai mirai ni ima wo sakebou

(Sekarang, sebuah melodi yang datang dari senyum gembira kita… Ketika aku menyadarinya, teman-teman BEST akan selalu ada. Waktu telah melukiskan banyak kenangan dan mimpi-mimpi yang berkilauan… Itulah ‘harapan’, jalur yang kita lalui… Aku akan menangis, menganggap seakan-akan masa depan takkan ada lagi…)

Ding-ding.

Sebuah suara perempuan terdengar, menyatakan bahwa stasiun tujuannya sudah dekat. Akhirnya kereta berhenti, dan Minho pun keluar dengan langkah bergegas.

***

Key memicingkan mata saat hendak memasukkan kunci ke dalam gembok pagar. Sesosok lelaki bertubuh tinggi, memakai kaos warna biru laut yang dilapisi dengan hoodie warna biru gelap, dan sebuah skinny hitam dengan sneakers putih tampak berlari mendekatinya. Rambutnya yang ikal hasil salon, matanya yang lebar dan senyumnya yang merekah membuatnya yakin siapa sosok ini sebenarnya—

“Kau baru datang?” tanya Minho, menghentikan larinya. Key mengangguk. “Uh-uh. Kau juga? Bukannya katamu kau akan terlambat pulang? Kalau aku sih…” dirinya mengangkat sekeresek penuh bahan makanan yang ia beli tadi di perjalanan menuju stasiun. Minho menggeleng. “Kau tahu, entah kenapa aku merasa harus pulang cepat,” ia terdiam sejenak, “…Kangen.”

Key tersenyum penuh arti. “Should we go on, then?

Minho mengangguk pasti.

***

Jonghyun mendengar sebuah ketukan di jendela. Taemin menoleh. Mereka masih berkutat dengan tugas matematika ‘sialan’ itu rupanya.

“Kami pulaaang…” Key dan Minho muncul dari balik pintu, lengkap dengan senyum. Jonghyun dan Taemin berpandangan—kemudian tersenyum. “Selamat dataaaaaang!”

“Kalian barengan pulangnya?” tanya Jonghyun sambil membuka keresek yang dibawa Key. “Ah, rupanya hari ini kita akan makan miyeok guk—sup rumput laut—ya… kalau tidak salah makanan ini buat mengembalikan stamina kan?”

Key mengangguk. “Ne, besok kan kita bakal kerja terus, jadi… kita harus mengembalikan energi kita sebelum besok.” Taemin manggut-manggut. “Terus, kita besok juga bawa roti ke kantor… lumayan buat isi tenaga, karena karbohidratnya sama dengan nasi meskipun kemasannya lebih ringan.”

Terdengar suara pintu terbuka. Jonghyun, Taemin, Key, dan Minho menoleh.

“Hei… kalian sudah pulang?”

Empat senyum menyambut ucapannya itu. “Sudah, Onew-hyung.”

***

“Kalian tahu, tadi aku mimpi tentang kita berlima, lho.”

“Oh ya? Ngomong-ngomong, bagaimana masakanku?”

“Tugas dari sekolahku tadi susah sekali, lho. Untung Jonghyun-hyung membantu.”

“Jonghyun-hyung? Hahahahahaha.”

Jonghyun tersenyum… ia tersenyum. Rasanya begitu bahagia melihat keempat rekannya duduk di meja makan, bersama dengan dirinya, saling bercanda dan tertawa. Hujan masih turun di luar. Tadi sempat mereda, namun rupanya langit masih ingin bermain-main dengan air. Tapi ia kini tidak memermasalahkan hal itu lagi… ia tidak peduli…

Salah satu harta karunnya yang berharga,

Karena ia memiliki teman-temannya di sini….

“Tanpa hujan, langit takkan menghasilkan pelangi.”

***

OWARI : FINITO : END

***

End at 22:38 PM according to my laptop. 🙂 Thank you so much for reading it till the end. Sorry for my terrible translation!! I’ll see you again in the next fic~ Annyeong!! 😀

Signature


This FF has claim to be ours. Please keep read our blog, comment, vote and support us ^.^

Don’t forget to :

  • Open FAQ page for ask something
  • Open GUESTBOOK for new reader
  • Open Join Us page to know how to send your FF
  • Vote us please, our rating going down on SHINee toplist, so please vote us ^.^
  • Open page LIBRARY if you miss some FF ^.^

My Past Future – Part 4

Chapter : 1

Main Cast     : Donghae, Yuna, onew

Support Cast : Gaeul, Jun, SHINee, Super Junior

~Donghae Pov~

Apa benar gadis yang di bicarakan Li seistimewa itu? Itu pertanyaan yang sejak tadi terlintas di benakku. Bel pulang berbunyi, kami semua merapihkan barang-barang.

“Apakah kau penasaran dengan gadis itu?” aku menoleh mendengar pertanyaan Li.

“Tidak. Biasa saja.”

“Jangan berbohong. Aku sudah mengenalmu semenjak kelas 1 SD, aku sudah tahu ciri – cirimu jika pensaran, berbohong atau yang lain. Bercerminlah dan bilang kalau kau tampan maka kau akan tahu wajahmu saat berbohong.” Aku mencibir hendak mencolok matanya tapi aku memutuskan untuk terus berjalan dalam diam.

Seperti biasa, Chun Li tidak pernah berjalan dalam diam, ada saja yang ia lakukan sambil berjalan bersamaku. Entah menyapa orang, menendang orang, bermain dengan basketnya dan yang lain.. tapi lebih sering dia berjalan sambil mengerjai orang lain. Bagiku sudah sangat biasa berjalan dengan teriakan gadis-gadis mengomeli Chun Li karena mengintip rok mereka.

Li tidak bermaksud apapun, hanya saja tangannya memang jahil. Tiada hari tanpa kejahilannya, kalau tidak ada yang marah dan memanggil nama Chun Li bukan Soanhwa High School namanya.

“Gaeul!” telingaku langsung penging mendengar teriakan lantang Li yang memanggil adiknya itu. Li berlari mendekati adiknya, sedangkan aku di tinggal begitu saja… lagi-lagi, seperti biasa — Tiba-tiba langkahku terhenti begitu melihat seorang gadis dengan rambut panjangnya yang di ikat ekor kuda berada di belakang Gaeul. Lengan kirinya di perban, dan tepat di belakangnya berdiri seorang laki-laki memegang dua buah sepeda yang tadi pagi menabrakku. Tapi sepertinya gadis yang tadi pagi tidak menggunakan kacamata. Rambut gadis yang tadi pagi juga tidak di ikat, dan lagi tidak terlihat seculun itu.

Apakah dia yang bernama Yuna? Atau gadis yang tadi pagi bertemu denganku? Mereka berdua satu orang atau berbeda? Tapi dari ciri-ciri yang di sebut Li tadi, sepertinya Yuna tidak seperti ini.

&&&

~ Yuna Pov ~

“Annyeong haseoyo Chun Li oppa.” Aku membungkuk tanpa tersenyum. Sekolah adalah panggung drama bagiku. “Yuna-ah, aku akan memperkenalkanmu kepada temanku. Sebentar yah..” Chun Li menoleh kebelakangnya, dan sepertinya ia terkejut. “Ah sial… sepertinya dia tersesat… ahahahah! Maaf tidak lucu. Aku pikir dia harus cepat pulang, sayang sekali!”

“Sudah lah.. memangnya kau siapa? Sembarangan mengenalkan Yuna pada orang lain? Yun, Jun.. aku pulang duluan yah!” Jun tersenyum. “Sampai jumpa!” ucap kami berdua bersamaan. “Apa kau lapar?” aku mengambil sepedaku dari tangan Jun.

“Tidak nona, tapi jika nona ingin makan saya akan ikut menemani.” Aku naik ke atas sepeda bersiap mengendarainya. “Baiklah, kalau begitu ayo makan!” kami berdua berkendara menjauhi sekolah dan mencari kedai di sekitar sekolah.

“Sepertinya restoran itu bagus.”

“Aku tidak ingin makan di restoran. Aku ingin makan di kedai kecil biasa.” Lalu aku memilih sebuah kedai yang tidak begitu ramai dan kami masuk ke dalamnya.

“Eoseo Oseoyo.” Sapa bibi pemilik kedai. “Annyeong haseoyo ajuma! Aku pesan sundubu 2, kimchi 2, miyeok-muchim 1 dan bulgogi. Minumnya apapun asal tidak berakohol. Tolong ya ajuma.”

“Baiklah.. segera aku antarkan!”

“Kenapa kau langsung memesan?” tanyaku begitu kami duduk di kursi. “Karena di kedai seperti ini tidak akan ada daftar menu, kita harus langsung memesan. Aku yakin nona tidak tahu apa yang harus di pesan, jadi aku pesankan makanan yang biasa di beli orang dan sudah sangat terkenal di luar Korea seperti kimchi dan bulgogi.” Aku menurut saja, dari pada salah. Tidak lama bibi pemilik kedai datang dengan pesanan Jun. Salah satu dari pesanan tersebut berbau pedas dan langsung menusuk hidung dan kerongkonganku.

“Emmph!”

“Ada apa? Pedas ya?” Tanya Jun. “Menurutmu?!” aku membuka kacamatku karena berembun terkena asap yang mengepul. “Maaf, aku lupa bilang agar tidak terlalu pedas. Ahjumma… apakah kimchi ini pedas? Apa sundubu nya sangat pedas?”

“Tidak, tenang saja.” Aku mendesah, aku harus mencoba. “Silahkan di coba nona.” Aku menyendok kuah sundubu lalu menyeruputnya tanpa suara.

“Emh! Ya tuhan!” Jun langsung menyodorkan air mineral di dalam sebuah gelas kepadaku. Dengan cepat aku mengambil minum tersebut dan meneguknya. Sial!!! Airnya panas! Aku berusaha tidak menyemburkannya keluar dan langsung menelannya.

“Nona, ada apa?” aku menutupi wajahku dengan tangan. “Ini, seka air matamu.” Aku mengambil tisu yang Jun berikan… apa yang orang lakukan jika lidahnya kepanasan atau kepedasan.. melet! Aku menutupi lidahku dengan tangan.

“Kau keterlaluan! Sangat pedas tahu!” aku mengipas-kipas mulut dengan tangan kananku. “Sangat pedas kah?” Tanya bibi. “Ah.. tidak juga.” Aku berbohong. “Hisap ini… setidaknya sedikit membantu.” Aku menurut demi menghilangkan rasa pedas. “Apa benar sangat pedas?” Ujar Jun sedikit meledek lalu menyendok sundubu, tiba-tiba saja ia tersedak. Matanya berkaca-kaca, dengan cepat ia meneguk minumnya. Rasanya aku ingin tertawa terbahak-bahak! Aku ingat waktu itu dia pernah bilang bahwa dia sangat suka memakan makanan pedas ala Korea, dan sekarang… dia merasa kepedasan.

“Tidak pedas kok.” Ledek ku sambil menyumpit kimchi. Kali ini aku yang tersedak, sumpah! Kimchinya sangat pedas.. tapi tidak pedas di lidah, pedasnya di kerongkongan… sakit sekali. “Sepertinya kita sama-sama tidak bisa memakan-makanan ini.” Ucap Jun sambil terus mendesah kepedasan. “Bagaimana jika aku menantangmu? Kalau aku bisa menghabiskan kimchi dan sundubu-ku maka kau harus berteriak Yuna cantik 5 kali di lapangan sekolah besok dan memanggilku Yuna di rumah. Bagaimana?!”

“Tidak.. saya tidak bisa melakukan itu!”

“Harus! Sebaliknya, kalau aku kalah maka aku akan menuruti 2 permintaanmu. Oh ya! Plus cabai hijau ini.. karena satu paket!”

“Tapi nona…”

“Di mulai dari sekarang…!” aku mulai menyendok sundubu lalu memasukan kimchi ke mulutku. Dengan susah payah aku menahan pedas, demi sebuah kemenangan! Sedangkan Jun.. dengan mata yang berkaca-kaca dia berusaha memakan kimchi dengan cabai. Orang gila!

Hwuaaaa!!! Pedas… aku meneguk air di gelasku dan semakin merasa pedas. Air mataku menetes, begitu juga dengan Jun. Aduhhh gawat! Aku tidak kuat lagi! Kami berdua saling berpandangan dan tanpa di sadari kami mendesah dengan senada… tiba-tiba air mata kami jatuh bersamaan, dan akhirnya kami saling menertawakan. Aku tertawa karena baru pertama kali melihat Jun meneteskan air mata, sedangkan dia tertawa karena wajah pucatku berubah merah semerah tomat.

“Siapa yang akan mengangkat bendera putih duluan?” Tanya Jun. “Baiklah, baiklah… aku akui, tantangan ini berakhir.. kita seri! Hwuaaah sangat pedas.”

“Apakah nona akan baik-baik saja? Aku dengar nona alergi makanan pedas.” Ya tuhan! Aku baru ingat… “Ah? Itu…” aku mulai merasakan kulitku memanas… oh tidak, ottoekeh?!

“Sudahlah, ayo pulang… aku akan bayar makanan ini, kau keluar duluan saja.” Aku bangkit dari duduk ku, menuju bibi pemilik kios.

“Ajuma… totalnya berapa?”

“300 ribu won saja.”

“Wah.. mahal sekali… beri aku diskon, ayolah! Aku akan sering-sering kemari dan mengajak teman-temanku. Bagaimana?” 300 ribu won? Murah sekali! Biasanya aku makan melebihi 500 dollar amerika.. oh tidak, aku hanya berlebihan saja. “Haa… dasar anak muda. Baiklah, aku beri diskon tapi hanya hari ini saja. Kebetulan aku sedang baik.”

“Ahjumma baik sekali, cantik pula!” rayuku sambil membayar dan tersenyum licik. “Singkirkan senyum itu! Aigoo.. Sudah sana, kasihan teman laki-laki mu menunggu di luar terlalu lama.”

“Baiklah, tapi aku butuh toilet.”

“Masuk saja ke dalam.” Aku masuk mencari di mana toiletnya berada. Dapat! Aku langsung masuk dan bercermin, aku tidak menyangka kalau aku seculun ini di sekolah. Aku menggerai rambutku dan merapihkan ponny.

“Nona! Kenapa lama sekali? Sangat dingin berdiri di luar begini!” sembur Jun begitu aku keluar dari kedai. “Maaf aku habis dari toilet. Ayo pulang!” lalu kami berkendara sepeda pulang. Sesuai dugaanku, terlambat 5 menit saja aku pasti di serang dengan ribuan pertanyaan. Aku hanya berharap mereka tidak memerhatikan kulitku yang mulai memerah ini, aku tidak tahu harus jawab apa. Yang aku takutkan Jun adalah sasaran mereka, maka aku harus membela Jun.

“Agassi kenapa hari ini pulang terlambat?”

“Aku hanya pergi makan saja. Aku yang memaksa Jun, jangan salahkan dia!”

“Tapi agassi, koki telah membuat salad untuk anda.”

“Bosan! Aku mau makan makanan Korea, jadi aku mencari kedai untuk makan.” Para pelayan itu terus mengikutiku. “Tapi agassi, anda tidak boleh makan sembarangan.” Aku tiba di depan kamarku.

“Aku lelah! Pergi dan jangan omeli Jun atau kalian di pecat!” aku masuk ke kamar masih dengan berpura-pura bahwa aku baik-baik sajas. Begitu pintu kamar aku tutup dan ku kunci aku langsung berlari mencari obat alergiku di dalam lemari obat. Tidak ada! Eoddeokhae?! Ponsel! Dimana ponselku?

“Ma! Obat anti-allergy aku mana?”

“Anti yang mana? Debu atau pedas?”

“Yang pedas.”

“Ini mama baru aja tebus obatnya. Kenapa?” aku mendesah. “Tidak apa-apa. Hanya kaget karena tidak ada di lemari obat. Obatnya sudah rusak?”

“Iya, kan sudah lama. Jadi mama minta yang baru.”

“Ne. Arayo, annyeong.” Dengan pasrah aku membaringkan tubuh di atas kasur, menanti kapan alergi ini akan benar-benar menyerangku dan membuatku menangis kesakitan. Kau tahu.. memiliki alergi terhadap sesuatu itu sangat menyakitkan. Ada yang bilang jika kita optimis dan memiliki stamina yang bagus maka alergi itu akan hilang saat kita memaksakan itu. Tapi larangan di rumahku yang membuatku belum pernah sekalipun memakan makanan pedas setelah di diagnosa memiliki alergi pedas.

&&&

“Agassi! Agassi!” kepala pelayan terus mengetuk pintu kamar Yuna. “Lebih baik kita dobrak pintunya, mungkin saja sesuatu telah terjadi dengan agassi.” Usul manager. Tanpa pikir panjang semua mendobrak pintu. Benar saja, Yuna dengan kemeja putih panjang sekolahnya tergeletak tidak berdaya di lantai. Tapi sepertinya Yuna sempat mengganti baju karena rok sekolahnya kini telah berganti dengan celana satin putih.

Tubuh putihnya kini memerah, bibir pinknya pun lebih merah dari biasanya dan sangat kering bahkan di sudut bibirnya terdapat darah. “Cepat angkat agassi!” dengan panik 3 orang pelayan mengangkat Yuna dan membaringkannya di atas kasur. Jun cepat-cepat menghubungi dokter pribadi Yuna dan ibunya.

***

“Yuna! Ada apa denganmu?” Tanya Gaeul begitu melihat Yuna datang dengan masker hitam bertuliskan BSB di bagian tengah merekat menutupi mulut dan hidung Yuna. “Kau juga tidak pakai kacamata dan tumben sekali kau menggerai rambutmu.” Yuna terbatuk lalu menggerutu dalam hati, ‘sial! Kenapa aku bisa lupa menggunakan properti-ku di atas panggung drama!’

“Hey Yuna! Kemana kau dua hari yang lalu? Tidak masuk sekolah dan tidak memberi kabar. Jun juga tidak tahu kau kemana. Dan sekarang kau masuk dengan masker Backstreet Boys dan urakan begini. Ada apa dengan mata mu? Pasti kau kurang tidur!”

“Santai saja… ada sedikit masalah tiga hari yang lalu, dan sepertinya itu yang membuatku tidak masuk sekolah.” Sejujurnya Yuna baru bangun pagi ini tepat pukul 4 pagi setelah 3 hari terpejam di atas pembaringan tanpa gerakan sedikitpun. Bel masuk berbunyi, semua murid masuk ke dalam kelas di susul 5 menit kemudian wali kelas masuk.

“Apa kau tahu Yuna?”

“Aku harap tidak.” Celetuk Yuna dan langsung di sambut dengan jitakan dari Gaeul. “Apa kau masih ingat kakak-ku ingin memperkenalkanmu dengan seseorang?”

“Tidak.” Jawab Yuna singkat, “maaf, bercanda. Memang siapa?”

“Kau pasti sangat terkejut.. sangat girang dan kau akan merasa seperti di surga!”

“Cepat katakan! Siapa?”

“Donghae oppa!” mata Yuna membelalak lalu keduanya menjerit kegirangan. Yuna lupa bahwa ia tidak bisa membuka mulutnya terlalu lebar akibat luka yang ia dapat karena memakan makanan pedas. Dan debu telah memperparah keadaan bibir Yuna, karena itulah sekarang Yuna harus menutupi mulutnya dengan masker.

“Ada apa?” Tanya Gaeul begitu melihat Yuna meringis. “Tidak apa-apa, hanya agak sakit saja.” Jun masih dengan cueknya makan tanpa perduli dengan topic pembicaraan keduanya. “Hey! Ngomong-ngomong, bagaimana caramu memakan makan siangmu jika kau menutupi mulutmu dengan masker.

“Oh iya, aku lupa!” Yuna membuka maskernya. “Ya tuhan! Ada apa dengan bibirmu?”

“Kenapa? Apakah berdarah?”

“Tidak. Tapi bibirmu bagus sekali… warnanya merah!”

“Hwuah! Aku pikir ada apa!”

“Tapi di sudutnya memang ada luka, apakah kau berkelahi?”

“Tentu saja tidak! Ini alergi. Aku nekat makan makanan pedas bahkan cabai hijau! Yaaa begini lah akibatnya. Tapi ini sudah lebih baik dari yang kemarin, lukanya tidak begitu basah. Jadi aku sudah boleh makan sekarang.”

“Ckckck… ada-ada saja yah yang namanya penyakit itu!”

&&&

~Donghae Pov~

Aku berjalan dengan sedikit kesal. Enak sekali Li memintaku menjemput adiknya, sedangkan dia malah asik mendekati Haeya! Dia bilang akan memperkenalkan Yuna padaku, apa-apaan itu!

BRUKK

Ya tuhan! Tadi pagi aku ketumpahan makanan Sang Yun, lalu tersiram air dari kran yang bocor lalu sekarang apa lagi?! Apakah aku benar-benar sedang sial hari ini? Di minta menjemput adik teman dan sekarang anak SMP ini terjatuh di depanku lalu es krimnya terlempar dan medarat di jasku. Arghhh… ada apa sih dengan hari ini???!!!!

Sialnya sama seperti penyanyi yang saat sedang manggung kakinya di tarik oleh fans hingga ia jatuh dari panggung yang tingginya 2 meter. Lalu kakinya patah, saat berjalan ke pinggir dengan pengawalnya lampu panggung jatuh menimpanya dan di kabarkan hari itu juga ibunya meninggal. Lalu penyanyi tersebut terserang gagal jantung dan mati di tempat. *naas abis -_-“*

“Maaf kan aku sunbae, sungguh aku tidak sengaja.” Aku mendesah antara kesal, marah dan tidak tega. Ada apa dengan gadis itu? Kenapa ia menggunakan masker?

“Baiklah, tidak apa-apa. Kau boleh pergi.” Ia membungkuk lalu berjalan pergi.

“Hey! Tunggu!” aku membaca name tag biru yang ada di tanganku. Gadis itu kembali berbalik ke arahku. Sekali lagi aku membaca name tag itu, dan memandangi wajahnya.

Dia?

Will Be Continued

***


P.S: Ada yang gak ngerti? Pasti ada… gini.. jadi MPF itu alur maju sama mundur.. kadang-kadang maju kadang-kadang mundur. Kayak seolah-olah Flash back tapi gak perlu di cantumin kata Flashback kalian juga pasti ngerti. Ya kan???

Makasih udah baca.. tolong komennya ^.^

Signature


This FF has written by Lana & Karlie, and claim by their signature

Please keep read our blog, comment, vote and support us ^.^

Don’t forget to :

  • Open FAQ page for ask something
  • Open GUESTBOOK for new reader
  • Open Join Us page to know how to send your FF
  • Vote us please, our rating going down on SHINee toplist, so please vote us ^.^
  • Open page LIBRARY if you miss some FF ^.^