Title : Oppa, Nal Beorijima –part 1
Author : Choi Minjin
Main Casts : Choi Minho, Han Seyoon (imaginary)
Genre : Life, sad, romance, tragedy
Length : Twoshots
Rating : General
AN : Ide dari FF ini muncul udah sejak lama, bahkan mungkin sebelum aku nulis FF pertamaku. Kenapa aku balik lagi nulis FF yang sad? Karena ternyata aku kurang berbakat nulis comedy ataupun horror L .. Meski begitu aku akan terus berusaha *dari tadi kebanyakan bacot, curhat melulu*
Happy reading… Don’t forget to leave your sanso gateun comment ^^
************************************
Hujan turun.
Saat itulah dia menampakkan wajah aslinya. Dia selalu di sana, di pinggir tebing dimana ia berdiri diam memandangi laut di kejauhan dengan sendu. Tak ia pedulikan setiap tetes air yang membasahi sekujur tubuhnya. Yang ia pedulikan hanyalah bahwa hujan telah turun. Hujan yang selalu menemaninya, membantu menyembunyikan setiap bulir air mata.
~~~~~
Han Seyoon’s POV
“Seyoon!”
Ah, suara oppa. Buru-buru kuhabiskan nasiku. Sesekali kulirik dapur, dimana umma sedang membuatkan susu,”Umma, sudahlah tidak usah. Aku akan terlambat.”
Umma menampakkan diri dari dapur,”Sebentar saja, Seyoon. Ini sudah jadi.”diletakkannya segelas susu di hadapanku. Kupandangi umma. Rambutnya yang berantakkan, wajah letihnya yang memaksakan senyum. Aku tidak tega. Kuhabiskan susu itu dalam sekali teguk. Lalu aku tersenyum pada umma. Semoga senyumku ini dapat meredakan sedikit kesedihannya.
“Nah, sekarang berangkatlah. Minho sudah menunggumu.”
Kusambar tasku lalu kucium pipi umma sebelum aku berlari ke depan. Oppa ada di depan pintu pagar, bersandar sambil bersenandung.
Kubuka pintu pagar dan oppa terkejut. Dipandanginya aku sebal,”Lama sekali sih.”
“Maaf.”
Ia menaiki sepedanya dan menungguku naik. Kududukkan diriku dengan nyaman di belakangnya. Lalu kami berangkat.
Untuk sampai di sekolah, kami harus menempuh tiga kilometer. Setiap pagi beginilah kami. Oppa selalu menjemputku dengan sepedanya. Saat-saat seperti inilah saat yang kunantikan dalam sehari. Kami berdua menyusuri desa, seakan tanpa beban, tanpa masalah. Bebas lepas.
Dan inilah saat terbaik.
Dibanding lewat jalan umum, kami selalu lewat jalan di pinggir tebing yang berbatasan dengan laut. Rasanya luar biasa. Angin berhembus, langit biru cerah, pemandangan laut biru yang indah.
Kurentangkan tanganku dan kunikmati belaian angin. Ah, andai saja sepanjang hari seperti ini. Dengan sepeda oppa, pemandangan laut itu, langit cerah tak berawan, semuanya membuatku terasa bebas, seperti terbang keluar dari sarang.
Lebih dari itu, bersama Minho oppa adalah saat yang lebih dari terbaik.
~~~~~
Panas sekali siang ini. Aku berusaha menutupi wajahku dengan telapak tangan agar tidak terkena silaunya sinar matahari. Kuayunkan kaki lemasku menyusuri jalan. Tinggal separuh jalan lagi untuk sampai rumah. Ah, benar-benar lelah.
Oppa sedang mengerjakan tugas sekolah bersama teman-temannya dan aku tidak mungkin menunggunya sampai sore. Dan sialnya, aku tidak bawa uang untuk naik bus. Jadi, ya beginilah aku, jalan kaki. Sebenarnya tiga kilometer itu tidak jauh, tapi badanku ini agak lemah dan mudah capek. Aku berusaha jadi gadis yang kuat. Kadang aku benci sekali pada badanku yang lemah ini. Orang-orang jadi sering merendahkan aku.
Tanpa sadar, langkahku terhenti ketika kulihat pemandangan laut di sebelah kiriku. Aku sudah sampai di sini, di tempat favoritku. Aku melangkah dan berhenti di pinggir tebing, berhati-hati agar tidak terpeleset. Lalu aku duduk di atas sebuah batu yang tampak paling aman. Kuharap batunya tidak menggelinding ke laut ketika kududuki.
Kututup mataku. Kurasakan angin laut yang menghembus melewatiku. Kuharap waktu berhenti sekejaaap saja, agar aku dapat lebih lama merasaikan kedamaian ini.
“Seyoon-ah.”
Kubuka mataku, terkejut. Aku berbalik dan kulihat oppa sedang nyengir dari atas sepedanya. Kukerucutkan bibirku sebal,”Katanya oppa mau mengerjakan sesuatu? Apa kau bohong padaku?”
“Maaf. Ternyata selesai lebih cepat dari dugaanku.”ia memarkir sepedanya lalu ikut duduk di sebelahku. Ternyata batu yang kami duduki ini cukup meyakinkan. Minho oppa memandangiku khawatir,”Kau capek? Ayo kita pulang.”
Aku menggeleng,”Kita di sini dulu ya? Sebentar saja. Atau kalau oppa mau pulang, pulanglah duluan.”
Oppa tidak menjawab. Aku tahu dia mengerti.
Kupejamkan mataku lagi. Di sini, dengan oppa di sampingku. Saat ini, lebih dari apapun aku ingin waktu dapat berhenti, atau paling tidak, melambat juga tidak apa-apa. Aku hanya ingin damai. Aku hanya ingin tenang.
~~~~~
Choi Minho’s POV
Hujan di luar terdengar seperti ditumpahkan dari langit. Petir menyambar-nyambar dan sesekali cahaya kilat menyeruak masuk dari jendela, membuat kamarku terang sesaat. Kemudian suara guntur yang sangat keras menyusul, membuatku sedikit terganggu.
Kututup bukuku. Aku tidak bisa konsentrasi membaca. Ada perasaan tidak enak yang mengganjal di hati. Biasanya aku dapat mendengar suara-suara teriakan dari rumah sebelah. Tetapi karena suara petir yang terus menyambar, aku tidak mendengarnya malam ini. Hal itu justru membuatku khawatir. Aku jadi tidak bisa memastikan apakah mereka baik-baik saja.
Aku benar-benar gelisah. Kuputuskan untuk mengeceknya. Kubawa payungku lalu kulangkahkan kakiku keluar halaman. Udara dingin terasa menusuk kulit. Tapi tidak kupedulikan semua itu. Kuintip rumah sebelah melalui sela-sela pagar. Dan apa yang kukhawatirkan memang terjadi. Seyoon duduk di depan pintu, berjongkok dan menutup kedua telinganya dengan telapak tangan.
Samar-samar dapat kudengar suara teriakan dan bunyi sesuatu yang pecah dari balik pintu. Aku mencoba membuka pintu pagar namun pintu itu terkunci. Kugedor-gedor pintu itu,”Seyoon-ah!”
Seyoon mendongak dan ia tampak terkejut melihatku. Ia berlari menghampiriku di bawah derasnya hujan,”Oppa!”
“Seyoon-ah, gwaenchanha? Jangan hujan-hujanan! Kembalilah sana ke teras!”
Seyoon menggeleng,”Tidak. Aku tidak mau mendengarnya.”ia menunjuk ke arah pintu di belakangnya.
Hatiku sungguh teriris melihat wajah pucat Seyoon. Malang sekali gadis ini. Sejak kecil tersiksa oleh perbuatan ayahnya,”Seyoon, nanti kau sakit. Dimana kunci pagarnya?”
“Appa yang simpan.”wajah Seyoon terlihat sangat sedih. Aku benar-benar kasihan padanya. Andai saja bisa, akan kubebaskan Seyoon dari rumah yang baginya lebih mirip seperti neraka ini.
“Seyoon,”kulepaskan jaketku dan kututup payungku. Kuserahkan padanya melalui sela-sela teralis pagar,”Pakai ini. Cepat!”
Seyoon justru diam saja,”Tapi oppa, bagaimana denganmu?”
“Seyoon-ah, aku akan segera pulang dan tidur dengan hangat dan nyaman di tempat tidur. Sedangkan kau harus tidur di luar. Cepatlah pakai!”
Seyoon mengangguk dan membuka payung serta memakai jaket yang sudah agak basah. Kuperhatikan wajahnya yang pucat dan badannya yang kurus. Aku benar-benar tidak tega. Dulu, aku pernah memanjat pagar ini dan membawa Seyoon keluar, tetapi akibatnya Seyoonlah yang dipukuli hingga sakit parah berhari-hari. Akupun pernah melapor polisi, tetapi lagi-lagi akibatnya justru Seyoon yang menderita. Samchon selalu lolos dari ancaman penjara.
“Oppa, aku baik-baik saja. Kau pulanglah.”
Kupaksakan senyum,”Benarkah kau tidak apa-apa? Kubawakan selimut ya?”
Seyoon menggeleng keras,”Tidak usah. Nanti appa marah. Ini saja sudah cukup. Oppa, pulanglah. Mandi dengan air hangat dan tidurlah.”
Sebetulnya aku enggan menggerakkan kakiku, tetapi Seyoon terus mendorongku. Apa lagi yang bisa kulakukan? Seyoon, yang sudah kuanggap adikku sendiri, harus mengalami hal seperti ini sedangkan aku, dengan nyaman bisa bergulung di tempat tidurku yang hangat.
~~~~~
Siang ini Seyoon memintaku untuk berhenti di pinggir tebing ini lagi. Kami duduk berdua di atas batu ini dan kuperhatikan wajah Seyoon yang terlihat damai dan tenang dengan matanya yang terpejam. Aku tidak berani mengganggunya. Aku mengerti saat-saat seperti ini adalah saat yang langka baginya. Aku tahu penderitaannya.
Sejak kecil, akulah yang menjadi saksi penderitaannya dan ibunya. Aku heran, bagaimana mungkin ada orang sekejam ayah Seyoon. Tidak heran tubuh Seyoon menjadi begitu kurus dan lemah. Karena itulah sejak kecil aku sudah berjanji pada diriku sendiri untuk menjaganya. Bagiku dia seperti adik sendiri.
Yang kuherankan adalah, bagaimana mungkin Seyoon tumbuh menjadi gadis yang amat tegar. Aku tidak pernah melihatnya menangis. Sama sekali tidak pernah. Bahkan sejak kami pertama kali bertemu pada saat umurku sembilan tahun dan dia tujuh tahun, aku benar-benar tidak pernah melihatnya menangis. Andai saja pernah, aku pasti tidak akan pernah bisa melupakannya.
Suara guntur mengagetkanku. Tanpa kami sadari, ternyata sedari tadi langit mendung. Titik-titik air mulai berjatuhan. Kugunakan tas sebagai payung. Lalu aku menoleh pada Seyoon, hendak mengajaknya pulang.
Namun aku menyadari sesuatu.
Seyoon tidak terganggu sama sekali oleh hujan yang semakin deras. Matanya masih terpejam dan badannya tidak bergerak sama sekali. Mulutku terkunci, tidak dapat mengeluarkan suara sekecil apapun ketika aku menyadari bahwa air yang membasahi wajahnya bukan hanya air hujan. Di sana, dari ujung-ujung matanya, menetes air. Air mata.
Seyoon menangis. Dia menangis di tengah hujan. Dia biarkan air matanya tersamar oleh air hujan.
Memoriku berputar. Aku melihat bayangan-bayangan masa lalu.
#flashback.
Author’s POV
“Sakitkah?”Minho bertanya polos pada Seyoon yang masih sibuk merawat luka-luka lebam di lengannya. Seyoon hanya menggeleng pelan,”Mmm… tidak terlalu sakit kok.”
“Bohong.”
“Benar.”
“Jangan bohong Seyoon-ah! Itu pasti sakit.”Minho memperhatikan warna biru di lengan Seyoon dengan sedikit bergidik,”Kenapa kau tidak menangis? Anak aneh.”
“Kata appa, aku tidak boleh menangis. Hanya anak cengeng yang sedikit-sedikit menangis.”
“Tapi umurmu baru sembilan tahun. Kau ini juga perempuan. Dan itu pasti sakit sekali. Justru aneh kalau kau tidak menangis.”
Seyoon menggeleng,”Appa tidak suka anak yang cengeng.”
Minho tidak dapat berkata apa-apa.
#end of flashback.
Choi Minho’s POV
Aku masih membatu ketika Seyoon akhirnya membuka matanya dan berdiri. Ia menoleh padaku dengan senyum aneh di wajahnya. Aku tahu senyum itu palsu. Kau bodoh karena mengira aku bodoh tidak menyadari itu, Han Seyoon.
“Oppa! Hujan!”katanya dengan nada ceria yang agak bergetar. Dia pintar sekali berakting. Air matanya pun tidak terlihat sama sekali. Orang-orang akan mengira wajahnya hanya basah oleh air hujan. Andai tadi aku tidak memperhatikan matanya, pasti akupun tidak menyadarinya.
Apakah… apakah selama ini dia selalu begitu? Hanya menangis ketika hujan?
“Oppa! Ayo pulang!”dia menarikku ke arah sepedaku. Apa yang harus kulakukan? Apa aku harus berpura-pura tidak tahu?
Mungkin dia memang tidak ingin siapapun tahu dia menangis. Aku harus menghargai itu.
“Ayo pulang.”kukayuh sepedaku setelah aku yakin Seyoon duduk nyaman di belakang.
~~~~~
Malam ini berbeda dengan sebelumnya. Tenang dan sunyi. Mungkin mood samchon sedang bagus, sehingga tidak marah-marah malam ini.
Tengah malam, tapi rasa kantuk sama sekali belum mendatangiku. Aku hanya duduk di kursi di depan meja belajarku, memandangi layar komputer dengan bingung. Email yang baru saja kuterima, cukup menggangguku. Email itu dari ayahku di Seoul.
Sejak kecil aku memang hanya tinggal bersama halmeoni di desa kecil ini. Aku pindah dari Seoul setelah umma meninggal. Appa hidup di sana sendirian, karena aku tidak ingin tinggal berdua bersamanya saja. Bukan karena hubunganku dengan appa tidak baik, aku hanya ingin tinggal di sini. Itu saja.
Dan sekarang, sesuatu membingungkanku.
‘tok tok tok’
Siapa itu yang mengetuk pintu kamarku? Halmeoni?
Kubuka pintu, dan ternyata Seyoon sudah berada di depanku.
“Seyoon-ah, ada apa?”
Seyoon tidak menjawab. Dia terlihat bingung dan tidak fokus. Ada apa dengannya? Aku menuntunnya masuk dan duduk di kursi belajarku. Aku berjongkok di depannya, mencoba memandang matanya yang masih tidak fokus,”Apa yang terjadi?”
Seyoon masih berusaha menyadarkan dirinya sendiri. Ia bicara terbata-bata,”Oppa… apa… apa yang harus kulakukan?”
“Memangnya ada apa? Beritahu aku.”
“Appa… appa baru saja membunuh seseorang.”
“HAH?”apa tadi katanya? Samchon membunuh orang?
Seyoon menenggak ludah. Ia berbisik pelan,”Apa yang harus kulakukan? Appa pulang dengan mabuk dan dia berkata baru saja membunuh orang. Bagaimana oppa?”
Aku benar-benar terkejut. Kenapa Seyoon masih saja bingung? Bukankah sudah jelas penyelesaiannya? Kenapa dia masih saja bingung sementara sudah jelas bahwa ayahnya harus dilaporkan ke polisi?
“Aku akan telepon polisi.”kuambil ponselku tetapi Seyoon menahan tanganku.
“Tidak! Nanti apa yang akan terjadi pada appa? Dia akan dipenjara!”
Kupandangi Seyoon tidak percaya. Gadis ini benar-benar membingungkanku,”Itu pantas untuknya. Kau tidak bisa melindunginya lagi, Seyoon-ah. Tidakkah kau menderita bertahun-tahun karena perbuatannya? Kenapa kau malah selalu melindunginya?”
“Tapi dia itu bukan orang lain, oppa. Dia itu ayahku! Dia tidak boleh dipenjara.”
Aku menggeleng. Tidak. Ini tidak bisa dibiarkan saja. Aku akan telepon polisi apapun yang terjadi. Seyoon-ah, tidakkah kau tahu, aku yang hanya mendengar teriakan pedihmu saja sudah sangat menderita. Sembilan tahun aku hanya memperhatikan dan tidak bisa berbuat apa-apa.
“Maaf, Seyoon-ah. Aku harus melakukannya.”
~~~~~
To be continued…
©2011 SF3SI, Freelance Author.
Officially written by ME, claimed with MY signature. Registered and protected.
This FF/Post legally claim to be owned by SF3SI, licensed under Creative Commons Attribution-NonCommercial-NoDerivs 3.0 Unported License. Permissions beyond the scope of this license may be available at SHINee World Fiction
Please keep support our blog, and please read the page on top to know more about this blog. JJANG!
Ekstrem nih appanya Seyoon. Serem aja ya? Tapi kenapa ya appanya bisa begitu? Kasian si Seyoon. Tapi tegar banget ya ga nangis dimana pun walau sakit. Untung ada Minho juga yang ada buat Seyoon :3
Bagussss thor ffnyaaa, bahasanya ga bertele-tele dan ga ribet.
Ditunggu part 2 nya 🙂
Aku ngirim FF ke email shineeworldfiction@yahoo.com itu masih aktif gk emailnya?
Woa.. Seyoon sayang bgt ych sama appanya..
Minho-ya.. Bantu seyoon biar slalu kuat ya..
Lanjutkan saeng#gapapa ku panggil bgtu?
Sadis bgt appa’a seyoon….
Sad ending ya?
aku bakalan galau deh..hiks…hiks
::>_<::
Minho'a gak suka ma seyoon? kok cuma dianggep adik doang?
jahat amat appanya seyoon. untung appa ku ga gitu.*curcol* kekekekeke. lanjut lanjut lanjut
Soeyoon itu tegar atau sudah terlalu tegarr…. Kasian banget nasibnya,,, umur sembilan tahun tapi sudah menderita oleh bapak kandung…… Itu benaran bapak kandungny kan??? Ko aq curiga itu bukan ayah kandung,,,,
Minho,,, apa yang membuat dia resah? Jangan bilang Appanya nyruh dia tinggal di Seoul… Ayolah Minho… Jangan biarkan soeyoon sendirian…..
Soeyoon-ahhh…. Semangat!!!
Kasihan sooyeon..
Jd pengn punya oppa jg. 😦
walawala,ffnya choi minjin bertebaran u.u
seyoon kasian amat yah,dibully sama appanya.
Btw thor,karena kamu adalah fav aku,aku boleh kasih saran ya?
Eum,coba deh perhatin tiap tandam ‘petik’ .
Gamsha 🙂
Tegar banget SuYeon, apa lagi punya oppa yang sangat perhatian padanya. Untung saja ada MinHo kalau tidak siapa lagi yang bisa di ajak ribut. Hehehehe
Semangat author buat nulis.
FF yang sedih juga bagus, lebih bagus malah. Soalnya hidupkan ga slalu bahagia.
Selamat berjuang :))
uuhhh seru sekali ini fF nya walaupun aku masih agak bingung antara seeyon sama minho itu ?? hmm
di tunggu lanjuutannnya author^^
klo d sinetron aq plg kesel klo ad tkoh kya seyoon *ups, ktauan deh tontonanya sinetron ;p
maksudnya udh tw appa nya jahat tp msh aja di belain :s
minhonyaa baek ya, perhatian bgt sm seyoon .
d tggu next partnyaa ya thor,, FFnya bagus ^^d
mdh2an aja jgn sad ending ;p
whaat?,seyoon biarkanlah appa mu mendapat hukumaan.
untung si minho selalu melakukan yg terbaik buat seyoong,sudahlah minho..
cepet laporin itu k polisi.
knapa minho terganggu dngan email dri ayahnya?
apa minho disuruh blik k seoul?
lalu….klo emng bgitu,apa yg trjadi selanjutnya?
seyoon bunuh diri?,minjin eonnie,,ayolaaaah…
ini terlalu sangat sungguh kehidupan yg tragis.*bahasanyaaa*
aaaa critanya buatku frustasi,jngan klamaan lanjutannya ya eonn..
fighting!!!
,hua kasian *tunjuktunjukseyoon*
.terharu bacanya *belomnangis* #gadayangnanya#
.nice ff thor
.ak tnggu part 2’a
Hello, i think that i saw you visited my blog thus i came to return the favor.
I’m attempting to find things to enhance my website!I suppose its ok to use a few of your ideas!!