[Double E] The Silent of Earth’s Voice [2.2]

The Silent of Earth’s Voice [2.2]

Author: Chandra Shinoda & Boram.Onyu

Main Cast:

  • Lee Taemin

Support cast:

  • Other SHINee members
  • Nyonya Lee
  • Tetua Desa
  • Tuan Kim

Length: twoshots

Genre: action, crime, family, life

Rating: PG-13

Summary: “Apa yang akan kau lakukan setelah melakukan penebangan liar ini? Apa kau tak berpikir dampak yang lebih besar setelah melihat banjir bandang beberapa waktu lalu?

“Dampak? Oh tentu aku memikirkannya. Tapi sebelum memikirkan dampak, lebih baik pikirkan apa benda yang bisa diolah oleh sistem pencernaanmu esok. Seandainya kita mati kelaparan siapa yang akan merawat pohon-pohon yang kau muliakan itu?”

Credit Song: Yui – Skyline (Covered by Taeyeon SNSD)

Disclaimer: We don’t own all SHINee members, they are God’s. They belong to themselves and SM Entertainment. We are just the owner of the story.

***

Ada yang penasaran sama pelakunya? Atau penasaran sama kelanjutan kisah Taemin? Langsung aja deh ya ke cerita. 😀

Enjoy! 🙂

***

Aku tak paham akan dasar pemikiran politikus..

Ketika lidahnya dengan lancang mengambinghitamkan orang lain..

Namun ia sendiri tak lebih terang dari noda..

 

Saat ini pertiwi telah menyerukan amarahnya..

Diiringi para malaikat yang mengepakkan sayapnya ke atas,

Dan saat itu aku tahu, aku tak sendiri..

 

Pada akhirnya inilah ujian yang harus kutempuh,

Untuk menuju kesempurnaan..

Demi seseorang yang lebih tinggi dari langit..

Demi seseorang yang lebih mulia dari bumi..

 

Samudraku kini telah tampak..

Tinggal melewati sungai yang dipenuhi lumpur hisap..

Namun, aku takkan terjebak..

Karena mereka tak mampu mengalahkan tekadku..

Aku pasti menjamah samudraku..

Itulah janjiku, Ayah, Ibu..

 -Lee Taemin-

***

Taemin meninju tanah yang melunak akibat hujan, membuat percikan lumpur mengotori wajahnya. Rambutnya yang basah dengan sempurna menutupi sebagian wajahnya. Masih bagus eomma-nya sudah tidur, jadi ia tak perlu terlibat pertengkaran kecil, yang meski yang berlaku baginya hanyalah monolog.

“Apa yang salah denganku? Apa karena pendengaranku tak sebaik mereka, jadi aku bisa diremehkan begitu saja? Setidaknya aku masih punya mata, yang merekam secara rinci kejadian di hutan waktu itu. Mengapa perihal tuna rungu harus dibawa-bawa segala?!” sungut Taemin kesal, “apa mereka menyangka aku sudah berbohong? Dan demi apa aku harus melakukannya? Aku bukanlah tipe orang yang ingin mengejar sensasi, dan juga bukan tipe orang yang bisa mengarang sebuah cerita fiksi yang penuh dengan kebohongan!”

Rentetan pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar di kepala Taemin. Bagaimana bisa ia berpura-pura tak peduli, sementara ia tahu betul penebangan liar itu akan memberikan efek yang dahsyat baginya, juga generasinya yang akan datang kelak? Tidakkah mereka tahu, atau sedang menutup mata atas akibat yang akan muncul suatu saat nanti?

“Aku bukanlah seorang cenayang, tapi bukankah mereka telah menggariskan takdir masa depan mereka sendiri? Menjatuhkan diri mereka dalam keterpurukan?” Taemin menyeka air matanya yang ikut bercampur dengan air hujan dengan tangannya yang berlumuran lumpur. Alhasil, wajahnya itu coreng moreng dengan garis-garis tanah basah di pipinya.

It seems like I’m thinking a little bit too much
Here, sleepless in my room

I feel like I might as well take off into the night
A sigh falls next to the window

Penghinaan atas kondisinya sudah cukup menyakitkan. Taemin merima itu karena kondisi cacatnya memang sebuah kenyataan. Namun, mengapa ayahnya harus dibawa-bawa segala? Benar yang dikatakan Tuan Kim. Dulu, ayahnya pun pernah mengaku melihat kejadian yang sama dengannya di hutan barat. Namun, penebangan yang terjadi saat itu tidaklah sehebat sekarang, hanya 5 sampai 10 pohon yang ditebang sehingga pengakuannya dianggap irregular. Naasnya, saat itu Jin Guk, ayahnya, mendapat penghinaan yang jauh lebih buruk dibanding dirinya. Penghinaan itu rupanya mempengaruhi mentalnya, sehingga menjadikaanya depresi berlarut-larut hingga jatuh sakit dan meninggal.

Taemin tentu tak mau menjadi seperti itu. Dalam hatinya, ayahnya tetap pria yang begitu ia kasihi. Pria yang diajaknya menanam pohon di hutan barat itu tak mungkin berbohong jika hasil jerih payahnya dihancurkan begitu saja. Satu misteri yang membuat Taemin penasaran, ayahnya pernah menyebut Tuan Kim sebagai pelakunya, apakah berhubungan dengan kasus kali ini?

“Mengapa kau memukul tanah liat itu, Taemin-ah? Ia sama sekali tak bersalah.” seseorang menghampirinya, membuat lamunan mirisnya buyar bersama hujan. Suara orang tersebut sampai ke telinganya, dengan kata lain orang itu tahu kondisi pendengarannya.

Taemin mendongak, sedikit terkejut mendapati sosok bijaksana yang kini ada di hadapannya, sang tetua desa. Namun, kedatangan sosok agung itu belum membuka keinginannya untuk mengeluarkan suaranya.

“Kenapa kau hanya diam, Taemin-ah? Kau tidak tuli sepenuhnya, mengapa kau tak melawan ucapan para pengadu domba itu? Sebenarnya kau mendengar apa yang mereka bicarakan, bukan?” tanya tetua sambil memandang lekat manik Taemin.

Taemin menghela nafas berat, air matanya tak lagi jatuh. Bukan karena ia menahannya, melainkkan ia sadar, tak pantas menjadi pengecut disaat seperti ini.

“Anda benar, Tuan,” bisik Taemin serak, “tapi, alibi apa yang bisa kugunakan agar mereka percaya?”

“Jika kau merasa benar, tentu akan ada jalan. Hanya kau yang bisa menjawabnya. Di balik kekuranganmu kau punya kejujuran dan kemauan kuat. Bersihkanlah nama ayahmu dengan membuktikan bahwa kau benar dalam hal ini.”

Ya, tentu Taemin tak akan diam dalam urusan ini. Ini permainan licik. Diantara para penipu, penjudi adalah yang paling licik. Layaknya penjudi menipu lawannya, ia akan memata-matai mangsanya. Meski belum tentu sepenuhnya berhasil, setidaknya ia mengenal wajah pemimpin penebang illegal itu. Ia harus meminta bantuan ahjussi kesayangannya, Jinki, untuk lebih lanjutnya.

***

I slip out into the moon light, to somewhere far away
But I want to try and flap my wings
What should I do?

I want to fly well, I want to fly well
Though I don’t know how to fly…
I want to fly well, I want to fly well
I wish someone would show me how

Seorang pria dengan mata kucingnya mengintip pria lainnya yang berjarak tak lebih 5 meter dari luar rumahnya. “Anak tuli ternyata,” ia menyeringai.  Baru tadi ia mendapat informasi jika pria yang diketahuinya bernama Lee Taemin itu tak memiliki indera pendengaran yang sempurna.

“Mengapa kau tak segera menghabisinya saat itu?”

Pria itu menggeleng mendengar pertanyaan dari pria yang jauh lebih tua darinya−yang tengah berdiri di hadapannya. Ia sedang mengelap senapannya.

“Bukannya kau bilang, tidak ada seorang pun yang mengungkit masalah ini, Kibum-ah? Baru beberapa hari kau datang kemari sudah membuat masalah.”

Kibum memasukkan senapannya ke dalam kotaknya, lalu meletakkan benda itu dengan hati-hati ke dalam lemarinya. “Aku tidak akan melepaskannya,  Appa. Kau tidak perlu khawatir. Besok akan kuhabisi dia.”

Aish, dulu saat melakukan penebangan sepertimu aku bahkan bisa membunuh saksi mataku pelan-pelan. Dulu orang yang memergokiku adalah ayah Taemin. Sekarang kau berhadapan dengan putranya yang tuli, harusnya lebih mudah kau habisi.”

“Besok saja, Appa.” desah Kibum, mulai terganggu dengan desakan ayahnya.

“Kau tahu, aku sampai susah payah membelamu saat anak tuli itu mengadu sore tadi!” ayah Kibum yang tak lain adalah Tuan Kim mengusap wajahnya, hampir frustasi.

“Hentikan, Appa. Aku tahu bagaimana aku bertindak. Hari ini banyak sekali penebangan yang kulakukan, dan besok  aku masih harus membereskan sisanya. Aku lelah dan ingin tidur. Mengenai anak tuli itu, aku pasti akan segera mengahabisinya.” Kibum berlalu ke kamarnya, namun beberapa saat kemudian ia berhenti dan kembali melirik ayahnya. “Barusan aku melihatnya di luar, sebaiknya kecilkan suara, Appa.”

“Jika dia cenayang pasti akan terdengar!” balas Tuan Kim asal menanggapi selera humor putranya yang buruk. “Ucapan tak berguna.”

***

There are surely plenty of things that I don’t yet know
And there’s nothing but lies on TV

I can’t do this kind of thing
When taking shelter from the rain
I’m soaking wet, but I don’t care

Taemin melangkahkan kakinya gontai. Ia telah mendapatkan informasi yang ia inginkan kemarin malam. Yah, meski ia harus meminjam telinga Jinki untuk mendengar percakapan musuh, setidaknya itu cukup untuk menegakkan kebenaran. Ia tak yakin dengan apa yang ia lakukan kali ini. Namun, jika ia tak mencoba, ia tak akan pernah tahu hasilnya.

“Ini hampir malam, Taemin-ah. Mau apa pergi ke hutan barat?” Jinki yang sejak tadi berjalan di samping Taemin menatap namja itu heran.

“Hanya ingin mencari udara segar, Ahjussi. Aku sedang rindu dengan appa, jadi sekalian mau mengunjungi pohon-pohon yang dulu aku tanam bersamanya.” Taemin menengadahkan kepalanya ke atas, menatap daun-daun rimbun pepohonan yang bergoyang akibat tertiup angin.

“Kau masih sebal dengan musyawarah di rumah tetua kemarin?” Jinki mengerutkan alisnya. Berbicara dengan volume yang agak keras membuat kerongkongannya sakit.

Anniyo. Perbedaan pendapat hal biasa dalam musyawarah. Mereka berhak mengeluarkan apapun yang ada dalam pikiran mereka, termasuk mencelaku.” aku Taemin jujur. Ia boleh saja kesal, namun ia tak memiliki hak untuk menghentikan seseorang bicara.

Jinki menepuk pundak Taemin seolah memberitahu sesuatu. “Kalau begitu berhati-hatilah. Aku harus segera pulang dan membeli lauk untuk anak dan istriku.” ia tersenyum, membuat Taemin paham dengan maksudnya.

Ne, aku mengerti, Ahjussi.” Taemin berlalu. Langkah kakinya tegap dan pasti memasuki pintu hutan. Kelopak matanya menyipit, menandakan keberaniannya yang tak akan luntur. “Ayah dan anak itu ternyata sama saja liciknya. Kita lihat saja nanti!”

***

I want to fly well, I want to fly well
In order to know how to fly…
I want to fly well, I want to fly well
I’ve got to get into the sky, to skyline

I can’t wait for my chance
The same morning repeats over and over again
I wonder how many I’ve counted? I’m going to paint the skyline

Taemin kembali berjalan mengelilingi hutan. Ada perasaan miris dan marah membuncah di hatinya melihat batang-batang pohon yang masih tertancap dengan tinggi yang tak melebihi lututnya−tak lagi menyatu dengan bagian lain yang membuatnya mampu bertahan hidup.

Taemin menyandarkan punggungnya pada sebuah pohon besar yang masih utuh dengan cabang dan daunnya. Ia memejamkan mata sejenak, melepaskan lelah. Tidak, ia tak sepenuhnya melakukan itu. Makin lama dadanya makin bergemuruh dengan cepat. Ia sedang menantang maut yang mungkin saja kali ini berhubungan dengan senjata api.

“Wah.., wah, di sini kau rupanya, anak tuli,” tepat, pemilik suara yang dikenalinya sebagai penyebab ia dianggap pembohong pada musyawarah desa telah menampakkan dirinya.

“Kau..,” Taemin bergidik. Ingin mundur, namun pohon tempatnya bersandar menahan tubuhnya untuk menjauh.

“Kau sebenarnya bodoh atau apa? Berani sekali datang ke sini. Mau menantangku, ya?” Kim Kibum, namja itu menyandarkan lengannya pada batang pohon di atas kepala Taemin. Kedua matanya menatap Taemin jijik, sementara bibirnya menampakkan seringai yang membuat bulu kuduk Taemin berdiri.

“Lebih dari itu, aku ingin membuktikan bahwa aku tak hanya sekedar berbohong atas tuduhanku padamu!” Taemin menghela nafas berat, ia mengumpulkan segenap keberaniannya untuk bicara. Kedua tangannya terkepal di balik punggungnya. Suasana ini benar-benar tak menguntungkan melihat dua orang lain yang ia duga adalah anak buah Kibum telah menjaganya ketat dan bersiap menghajarnya jika ia melakukan sedikit gerakan saja.

“Berani sekali kau? Apa kau yakin masih bisa keluar dari sini hidup-hidup?” Kibum menggerogoh sakunya. Ia mengeluarkan sebuah senapan dan mengarahkannya tepat di depan mata Taemin. Keberanian Taemin bicara membuatnya semakin tertantang.

“Sebenarnya apa yang kau inginkan, Kim Kibum?” Kelopak mata Taemin menyipit. Bukan kematian yang ia takutkan sekarang, namun caranya untuk bicara. Sedikit saja ia gagal memancing Kibum, nama baik ayah dan dirinya tak akan bisa dikembalikan.

“Kau tahu namaku, anak tuli?”  Sebelah alis Kibum terangkat. Ia masih betah berbicara dengan suara keras, menghormati Taemin sebagai lawan yang menarik.

“Masih merendahkanku? Kau memang sombong.” sindir Taemin. Pemuda congkak di hadapannya terlalu besar kepala. “Kau kira aku akan diam saja saat orang-orang menganggapku seorang pembohong?”

“Baik, kau tuna rungu yang pintar, puas?” Kibum mendecakkan lidahnya.

“Apa yang akan kau lakukan setelah melakukan penebangan liar ini? Apa kau tak berpikir dampak yang lebih besar setelah melihat banjir bandang beberapa waktu lalu?” Sedikit memperpanjang pembicaraan mereka, Taemin menanyakan pertanyaan bodoh yang umumnya ditanyakan sandera kepada penculiknya.

“Dampak? Oh tentu aku memikirkannya. Tapi sebelum memikirkan dampak, lebih baik pikirkan apa benda yang bisa diolah oleh sistem pencernaanmu esok. Seandainya kita mati kelaparan siapa yang akan merawat pohon-pohon yang kau muliakan itu?” Kibum menoyor kepala Taemin. Gerakan non verbal itu sekaligus menyampaikan, tidak usah sok tahu, anak ingusan.

“Tidak, itu bukan alasan. Kau melakukannya hanya berdasarkan nafsu semata untuk mengeruk keuntungan bagi dirimu sendiri!” bentak Taemin. Ucapan yang dikemukakan Kibum layaknya alibi yang akan dikatakan politikus untuk menyelamatkan diri dari tuduhan korupsi.

“Kurang ajar kau berani mengguruiku, anak tuli!” Kibum menurunkan senapannya beralih dengan tangan kanannya yang mengepal. Buku-buku jarinya hampir memutih, menunjukkan seberapa besar keinginannya untuk merontokkan gigi-gigi Taemin.

“Kau mau memukulku? Ayo pukul!” Taemin menggeser sedikit kakinya ke depan, mendekatkan jarak agar Kibum lebih leluasa memukulnya.

“Tidak, kau anak yang baik. Aku akan memberikan kematian yang singkat dan tak menyakitkan untukmu,” Bukannya terpancing, Kibum menurunkan tangannya. Kembali dengan senjata kesayangannya,  kini ia meletakkan ujungnya tepat di depan kening Taemin. Jari telunjuknya menegang, bersiap menarik pelatuk senapannya. “Mati kau..,”

“Hentikan, Kim Kibum!” Sebuah teriakan menggema ke seluruh hutan, membuat sebagian burung penghuninya terbang tak karuan. Puluhan kawan Taemin dari kalangan petani datang mengepung disertai beberapa aparat keamanan yang bersiap mengerahkan senjata api pada Kibum.

Raut wajah Kibum mengeras. Matanya berubah merah. Apa-apaan ini?

“Berani sekali kau menjebakku, Lee Taemin!” Kibum mendesis. Tangannya yang memegang senapan mulai bergetar.

“Hey, aku tak akan menantang maut tanpa alasan,” giliran Taemin menyeringai, menampakkan senyumnya yang mulai mengarah kepada kemenangan.

Kibum mengambil gerak cepat. Ia menarik tubuh Taemin, melingkarkan lengannya kirinya di leher namja itu sementara tangan kanannya membidikkan senapan ke arah pelipis Taemin. “Jangan mendekat! Kalau tidak, aku akan menembak anak ini!”

Hening sesaat, hanya terdengar hembusan angin yang mewarnai hutan gelap yang hanya diterangi cahaya lampu senter−yang dibawa beberapa orang warga. Samar-samar terdengar langkah 2 pasang, tidak.., 3 pasang kaki. Tiga orang muncul dari balik lingkaran yang dibentuk para petani. seorang memakai pakaian lusuh, yang menandakan dia berasal dari kaum petani, seorang lagi memakai pakaian rapi dengan senapan di tangan kanannya, yang menandakan ia dari aparat kepolisian, sementara yang terakhir, yang dijadikkan sandera layaknya Taemin memakai pakaian rapi yang menandakan ia seorang pemuka desa. Dari remangnya cahaya, Kibum bisa menangkap getaran di bibir pria tua itu. Pria yang berperan besar dalam kehadirannya di dunia ini.

“Jika kau berani macam-macam, maka kami akan menghabisi orang ini!” petani yang tadi muncul dari balik lingkaran warga angkat bicara, ia tak lain adalah Lee Jinki.

“Kau..,” Kibum menggeram. Gertakan giginya bahkan terdengar samar-samar oleh Taemin.

“Membuntutimu ke rumah cukup memberi bukti! Kemarin bahkan aku sempat berkeliaran di dekat rumahmu.” papar Taemin lantang, “oh, tentu dengan bantuan Lee Ahjussi untuk menguping pembicaraan kalian!”

“Kau.., anak tuli!” darah Kibum mendidih dengan sempurna. Kenapa ia tak mencurigai Taemin ketika berada di dekat rumahnya semalam? Dan bodohnya, mengapa ia sampai tak tahu kalau tua bangka Lee Jinki menguping pembicaraannya dengan ayahnya?

“Berhenti memperolokku!” tegas Taemin. Ia kehabisan kesabaran dengan ejekan anak tuli. Nafasnya memburu, membuat dadanya kembang-kempis. “Meski pendengaranku tak sebaik kau, setidaknya anak cacat sepertiku lebih bisa menghargai lingkungan yang memberiku tempat bernaung daripada orang sempurna sepertimu. Kau dan ayahmu sama saja buruknya!”

Tak ada lagi kata-kata pembenaran yang didalihkan Kibum. Ia pasrah ketika polisi membekuknya. Keharusan untuk menyelamatkan ayahnya mengalahkan keinginannya untuk membunuh Taemin. Dalam dadanya hanya berkecamuk rasa kesal, malu dan bodoh. Kesal dengan kegagalan rencananya, malu karena dikalahkan anak cacat, dan bodoh untuk segala tindakannya.

Dari balik peristiwa bersejarah itu, tetua desa menatap Taemin sambil tersenyum bangga. Ia tahu anak itu mampu, meski berkekurangan, ia telah membuktikan bahwa dirinya patut dianggap dan dihormati.

Kembali pada Jinki yang masih berdiri di tengah kerumunan, seorang polisi muda tampan menghampirinya.

“Pak tua, anak itu benar-benar tuli?” tanya polisi itu dengan nada bicara yang khas.

“Aku Lee Jinki,” Jinki kurang suka dengan sebutan Pak tua. Anak jaman sekarang memang seenaknya, batinnya. “Panggil saja Ahjussi. Tidak sepenuhnya begitu, kabarnya dia menderita tuli konduktif, aku sendiri tak mengerti, tapi dia masih bisa mendengar jika kau berbicara sedikit lebih keras di telingannya.”

“Ahh, mianhae, aku lupa memperkenalkan diri, Kim Jonghyun imnida.” polisi bernama Jonghyun itu menunduk, memamerkan sederet gigi putihnya.

“Dia anak yang pintar. Saat di pendidikan dasar dan menengah pertama dulu dia punya banyak prestasi. Sayang kondisi ekonomi membuatnya harus putus sekolah, ditambah lagi setelah terserang penyakit itu, harapannya semakin pupus.” Jinki meneruskan ceritanya. Sedikit miris harus mengungkapkan masa lalu Taemin yang menyakitkan itu.

Ahjussi bilang dia punya banyak prestasi? Rekanku Choi Minho−yang kebetulan seorang guru, sedang mencari anak berprestasi untuk mendapatkan beasiswa, ada baiknya dia ikut mencoba.” tawar Jonghyun, membuat mata tua Jinki membulat.

“Itu mudah saja, tapi bagaimana dengan penyakitnya?” tawaran yang menggiurkan memang, tapi untuk meraihnya tentu tak semudah itu.

“Penyakit itu bisa disembuhkan dengan pengobatan teratur, temanku yang bekerja di kesehatan pernah memberitahuku sedikit tentang penyakit tuli konduktif. Beasiswa yang ditawarkan kali ini cukup besar, cukup baginya untuk berobat dan melanjutkan sekolah.” tutur Jonghyun, meyakinkan bahwa hal yang ia tawarkan benar-benar matang dan tak hanya memberi untung sebagian, sementara di tempat lain sama sekali tak berguna.

Jinki mengangguk, ia tersenyum lebar. “Kalau begitu, coba bicara padanya.”

***

I don’t know how to fly, I’m not sure if I can fly
I want to fly well, I want to fly well
But, here I go

I want to fly well, I want to fly well
In order to know how to fly…
I want to fly well, I want to fly well
I’ve got to get into the sky, to skyline

4 month later

Batang yang dihiasi biji kekuningan membuat senyum di bibir para kaum petani merekah, dipenuhi harapan dan impian. Apalagi yang membuat mereka berbahagia selain musim panen yang lancar? Bersyukur kali ini alam bersahabat. Tak lagi menghadapkan mereka pada banjir, kekeringan, ataupun penebangan liar. Banyak pelajaran yang bisa dipetik dari masa yang lalu. Meski hal yang menyakitkan tak akan pernah bisa diubah agar tak terjadi, namun setidaknya ia memberikan pengalaman yang berharga agar lebih bijaksana menjalani masa depan.

“Taemin-ah, kau jadi pergi untuk mengikuti audisi SM di Seoul?” tanya Jinki ketika selesai memanen sawahnya. Kali ini dengan nada datar, tak lagi setengah berteriak.

“Tidak, Ahjussi,” Taemin menggeleng ia tersenyum kecil.

“Mengapa begitu? Sekarang kau bisa membeli obat untuk ibumu, masalah pendengaranmu juga sudah membaik, kau bahkan bisa melanjutkan sekolah dengan beasiswa yang kau dapatkan. Apa kau tak ingin mengejar mimpimu?” apa gerangan yang membuat Taemin berubah pikiran? Ia telah mengenal Taemin sejak dalam kandungan, baru kali ini ia mendengar kata ‘mundur’ dari mulut anak itu.

“Maksud Ahjussi, dance?” sebelah alis Taemin terangkat. Ujung bibirnya terangkat, ingin tertawa.

“Memang ada yang lain?”

Taemin menghembuskan nafas panjang. Ia menengadahkan kepalanya ke langit, merasakan hembusan angin sambil memandang cakrawala luas di atas sana. “Kurasa tidak, setelah melihat lahan ini subur kembali aku sadar akan sesuatu yang lebih baik. Keinginan untuk menjadi seorang dancer bahkan tak sempat kupikirkan. Aku hanya berpikir, bagaimana cara mengembangkan lahan ini kelak? Itu membuatku sadar, menjadi seorang dancer hanyalah sebuah obsesi untukku. Cita-citaku ada di lahan ini. Suatu saat nanti aku akan kuliah di pertanian dan mengembangkan lahan ini menjadi ribuan hektar.”

Alasan yang sederhana. Namun itulah pilihan yang tepat. Ia telah puas sekarang. Melihat eomma-nya sembuh, kembali merasakan bangku sekolah dan bisa mendengar kembali bisikan-bisikan alam lewat pendengarannya sudah lebih dari cukup. Jiwanya ada di tanah ini, di sinilah pula ia akan mewujudkan mimpinya, mengembangkan lahan pertanian dan membanggakan almarhum ayahnya.

***

*Hormatilah orang yang berani menentang pendapatmu, karena orang yang ada di depanmu adalah seorang yang jujur dan berani. –Karna (Mahabharata)-

*Mereka yang bersifat jahat tidak tahu jalan tindakan atau jalan pengingkaran diri. Pada diri mereka, tidak ada kemurnian hati, kelakuan yang baik, ataupun kebenaran.
-Krishna to Arjuna (Mahabharata)-

*Sebuah mimpi tak harus selalu dihadapi dengan ego. Meski itu berarti harus mengabaikan mimpimu, jika ada hal lain yang bisa kau lakukan di atas kepentingan orang banyak, maka tak ada yang salah dengan keputusan membuang anganmu. Maka hal yang paling tepat untuk menyikapi kehidupan adalah percaya jika Tuhan telah menggariskan takdir yang jauh lebih baik. –Boram.Onyu a.k.a nurahboram-

*Ketika seorang yang berpikiran jahat berniat memanfaatkan alam, maka alam bersabda, “Lebih baik aku mengancurkan diriku sendiri sebelum seseorang menggunakanku demi kepentingannya, sementara kawannya yang lain ia biarkan mati kelaparan.” Namun ketika seorang bijaksana menjaganya meski dengan cara yang sederhana, maka alam bersabda, “Terima kasih, Anakku. Kelak jika kau mengharapkan sesuatu, seluruh jagat raya akan bersatu untuk membantumu meraihnya.” -Chandra Shinoda a.k.a Cahya Chandranita-

FIN

***

Catatan akhir:

  1. Terima kasih untuk semua pembaca yang menyempatkan diri untuk membaca FF ini, terlebih lagi untuk yang bersedia meninggalkan komentar.
  2. Maaf untuk semua kekurangan dalam FF ini, entah itu Feel, typo, adegan yang kurang jelas dan lain sebagainya.
  3. Semoga karya ini bermanfaat untuk kita semua. \(^o^)/

©2011 SF3SI, Chandra.



Officially written by Chandra, claimed with her signature. Registered and protected.

This FF/Post legally claim to be owned by SF3SI, licensed under Creative Commons Attribution-NonCommercial-NoDerivs 3.0 Unported License. Permissions beyond the scope of this license may be available at SHINee World Fiction

Please keep support our blog, and please read the page on top to know more about this blog. JJANG!

49 thoughts on “[Double E] The Silent of Earth’s Voice [2.2]”

  1. Ah, nice ending. Kirain Taemin mati demi desanya, untungnya nggak yaa 😀

    Oiya, ada miss type. “Taemin merima itu karena kondisi cacatnya memang sebuah kenyataan” maksudnya ‘menerima’ ya? Terus lagi “Ia harus meminta bantuan ahjussi, kesayangannya Jinki, untuk lebih lanjutnya.” harusnya “Ia harus meminta bantuan ahjussi kesayangannya, Jinki, untuk lebih lanjutnya” bukan sih? Hehe

    Really nice story ^^b.

  2. Ahh mngharukn bgt end’a, aku gk liat typo dn feelnya dpt bgt thor pkonya smuanya daebak dh ^-^b
    Ff kdua author slnjutnya di tnggu trus ya! XD

  3. Penuh pesan moral… Kirain Taemin akhirnya jadi dancer yang terkenal, eh ternyata bukan ya, cita2nya lebih mulia daripada itu:)
    Nice Nice ff nya, qoutes nya juga bagus banget^^d

  4. Daebak! Daebak!
    Haah.. Ga nyangka key jadi tokoh antagonisnya..
    Jjong jadi polisi?? Hahaha..
    Terus berkarya..

  5. HUAA… happy ending!

    tebakanku bener tuan kim adalah dalang dari semuanya.
    Taemin! kamu udah pinter, cerdik ganteng lagi kekeke..
    Kibum ditangkap, Taemin dpt mencapai impiannya..

    ituloo pesan moralnya kereen.. satu kata lagi

    DAEBAK!

  6. Uwaaaaaaaaa….! D A E B A K …!
    K E R E N..!
    happyend.. 😀 ih, sumpah keren gila ..!
    apalagi ada pesan moralnya tuh diakhir.. (y)
    tpi kok jinki tua amat.. ampe dibilang “Tua bangka’..
    yarin deh.. yang penting..
    D A E B A K …. 😀

  7. Pesan moral di akhir FF keren sekali
    TaeMin juga hidup bahagia

    Rencana TaeMin briliant sekali
    Tampan dan cerdik
    ^^
    Keep writing author

  8. pesan moralnya daebak! akhirnya taemin nemuin cita-cita yang lebih mulia,,
    salut sama kedua authornya bisa buat karya sebagus ini, 😀

  9. annyeong…..!!
    baru comeback udah nemu aja FFnya chandra yang baru. wah, ini kolaborasi sama author boram, ya??
    keren banget!!
    pesan moralnya dapet banget, suka deh karena akhirnya happy ending 🙂

  10. haha, ngebayangin jinki jadi kakek-kakek nggak tau kenapa jadi senyum2 sendiri 😛
    akhirnya taem bisa ngebersihin nama ayahnya, kagum banget sama perjuangannya biarpun fisiknya dia nggak sempurna..
    sumpah deh, aku terharu bangeeettttt!!!
    good job!!

  11. bener dugaanku, tuan kim dalangnya, , wah.. keren kalau dibayangin, dulu ayah taem ngelawan tuan kim, sekarang taem ngelawan kibum
    akhirnya yang baik yang menang.. yeeee *joget bareng jjong
    sempet ngakkak juga pas denger suamiku *baca:jjong* manggil jinki pak tua
    jadi ngebayangin gimana jinki nanti kalo udah reot, *dibakar MVPs ^,^v
    good joob buat FF ini

  12. ahirnya dipublish juga 😀
    seneng deh akhirnya happy ending, awalnya aku ngira taem bakalan jadi dancer dan masuk SM eeehhhhh… ternyata cita-cita dia jauh lebih mulia dibanding itu!!!
    baby taem udah gede sekarang *nahlo???
    saking terharunya jadi ngawur gini.. ==’
    salut buat Chandra & boram, aku tunggu karya kalian yang selanjutnya!

  13. yey, happy end!
    ending yang sempurna buat ff yg hebat, tokoh yang keren, author yang top &reader yg manis kayak aku hahahah ^.^v
    suka banget deh sama FF ini, apalagi pesan moral yang di akhir tu, bisa kija jadiin pelajaran biar makin perhatian sama lingkungan

  14. chan eon, boram eon, aku gabung sekalin komennya di sini, ya hehe
    maaf, baru sempet mampir padahal chan eon udah ngabarin ff ini publish ke aku dari kemarin-kemarin, hehe..

    aku selalu kagum deh sama sastra yang dipakae chan eon setiap memulai FF, maknanya dalem banget ^^
    ff ini idenya dari boram eon?? sederhana sebenarnya, tapi disajiin dengan kreatrif ^^,
    suasana pedesaannya bikin adem ayem *apalah kamu lin?*

    sempet sebel nih pas tuan kim memojokkan taemin di sidang desa, huh.. ternyata putranya dia yang ada di balik penebangan illegal itu.. ckckck
    syukurlah akhirnya mereka ketangkep,
    dan happy ending!!
    yey….. great job!

  15. ff ini bener-bener menyentuh,
    meskipun kita punya kekurangan, kalau mau berusaha Tuhan pasti memberikan jalan..
    kagum banget sama keberanian taemin waktu nantang kibum di hutan,,
    jadi makin cintaaaa..
    good job buat kedua authornya, terus berkarya ya 😀

  16. OMG, tumben nih baca FF genre kayak gini..,
    bener-bener bikin otak fresh!
    Chandra, masih inget aku kah??
    udah lama nih aku nggak mampir kesini,

    ngomong2 ini FF buat event double e, kan??
    wah, ide nya dari author boram kalo gitu, ya??
    kereeeennnnnnnn *melukMinho

    nggak pesannya, feelnya dapet semuaaaa….
    like this (y) hahaha

  17. Chandra, Boram!!!!
    woaaahh *surprised*

    bingung nih mau komen apa, endingnya keren banget,, terharu pas ngedenger taem ngelepas obsesinya jadi dancer demi kuliah di pertanian. huwaaaa

    aku tunggu kolaborasi kalian yang selanjutnya, bikin genre yang fresh gini lagi yaaa 😀

  18. Happy end ^o^ Penuh dengan pesan moral 🙂 Dan lagi-lagi aku suka banget kata-kata awal yang color-nya hijau itu. pilihan katanya keren!
    Terus pesan yang terakhir juga bagus banget.
    Great job, Author 😀

  19. baca FF ini pas scene taem mukul tanah di tengah hujan bikin nangis kejer T.T
    ngerti banget deh perasaannya dia pas dipojokin tuan kim waktu rapat desa, tapi syukur semua terungkap ,, dan ngga tau kenapa pas tau jjong salah satu polisinya aku malah ngebayangin dia lebih mirip preman.. *dihajar blingers.. *eits, aku juga blingers lohh hehe

    ditunggu kolaborasi selanjutnya ya ^^b

  20. aigoo, suamiku *baca:key* jahat banget ya, T.T

    kalau dilihat secara keseluruhan idenya termasuk sederhana, tapi penyampaiannya berulangkali bikin aku Waw, waw dan waw
    terhanyut, mendayu-dayu, emosi, sekaligus penasaran,

    sastra dipembukaan ff yang jadi ciri khas chan eon makin daebak nih, pemilihan kata-katanya bener-bener luas :D, apalagi pesan yang di akhir, chan eon sama boram eon pinter deh milih kata-kata

    nb: buat boram eon, aku tunggu kolabmu sama chan eon yang selanjutnya, kalo bisa genre horror ya *boram: banyak bacot lu! ^_^v

  21. Keren sekali. Serius, saya gak nyangka adek kecil ku ini bisa mikiran tema sederhana tapi nyentuh kek gini. Apalagi pas baca pesannya dia, boram boram… kamu udah dewasa sekarang toh nak.
    Chandra, saya gak bisa bilang apa-apa selain MARVELOUS untukmu. Salut deh kamu bisa memberikan finishing yang manis, padahal boram cuma ngirimin sebagian ceritanya dan kamu bisa melanjutkannya dengan (sangat) baik.
    Mari tepuk tangan untuk kedua author yang berbakat ini! 

  22. Daebak!! Daebak!!!….
    g nyangka key jd jhaat….
    jjong jd police???hahahahah…
    jinki udh tua yaaa…..???
    trus berkarya ya…..

  23. ending yang sangat baik dengan penulisan yang baik, karakternya taemin yang polos megharuskan kita jangan pernah menyerah sebelum mencoba sesuatu, belajar menghargai alam dan sadar akan sesuatu yang lebih penting dari sebuah obsesi,
    karya yang hebat!
    salut sama chandra dan boram 🙂

  24. 1 lagi karya mengejutkan dari chandra eon, dan kali ini featuring boram eon ^o^
    makin mantep dehhh!!
    dari awal penyampaiannya udah bikin khidmat, kebayang banget perasaan taemin sama warga desa waktu sawahnya banjir,
    ditambah lagi kondisi taem yang tuli konduktif, feelnya kerasa semakin ke klimaks

    good job banget lah pokoknya!

  25. cerita yg mengharukan, pesan moralnya berharga banget tuh..
    salut sama kedua authornya yang berbakat,
    ditunggu karya berikutnya ^^

  26. uwow, udah berapa lama aku nggak baca FF dengan genre alam kayak gini,
    berasa di sekelilingku tuh hijau semua *nyi roro kidul dong ya?*
    #plakk

    kolaborasi kalian top abiezzz!!
    aku sampe deg-degan, di part satu aku suka bagian pas taemin dikejar kibum dkk, di part ini aku paling suka pas taem nantangin kibum di hutan,,
    memicu adrenalin bgt! *apadehya?
    good job buat chandra sama boram!

  27. aku cuma punya satu kata buat FF ini,
    D to the A to the E to the B to the A to the K
    DAEBAK.. yeah!! *cheers mode

  28. amazing!
    terpukau sama klimaks dan endingnya,
    entah kenapa pas dihutan dan warga desa dateng bawa senter aku ngebayangin kayak anak-anak pramuka yg lagi kemah *nah lo??
    bingung mau ngomong apa, FF ini bener-bener lain daripada yang lain

  29. chan eon, boram eon, *sok akrab
    gak nyangka Ff buat double e kalian sedaebak ini, rame lagi ^^

    iya lah.. orang ceritanya aja kecee abis, ya gak?
    reader: setujuu!!
    pesennya dapet banget, semoga bener2 bermanfaat ya buat generasi kita nanti, ditunggu karya berikutnya

  30. FFnya seger,
    kebetulan aku lagi bosen baca roman, baca FF ini langsung bikin jatuh hati 😀
    penulisannya rapi, kedua authornya teliti banget nih,,
    karya berikutnya ditunggu banget loh

  31. komennya aku gabung di part ini aja ya,
    kebetulan baru sempet ol, pas liat FF ini langsung ngebut baca dari part satu.
    .
    aku NGGAK NYESEL ngabisin waktu 2 jam buat baca FF ini
    author: lemot amat bacanya ==’
    aku: menghayati ^^,
    selain pesennya yang dapet banget, narasinya juga nggak bikin bosen, semakin diterusin semakin penasaran,
    taemin oke banget perjuangannya.. huwaaaaa *taemints ababil
    chan eon emang selalu daebak,
    oh iya, boram eon, salam kenal ya ^^
    ide ceritamu buat FF ini kreatif!! great job,, 😉

  32. gini nih kalo dua author kolaborasi, karyanya selalu bikin kita double waw *eh
    ini sih beribu waw yaa.. hahahaha
    beneran berasa baca novel baca FF ini, ngalir gitu aja imajinasiku, apalagi pak taninya secakep taemin, aku gak bakal mau pulang, :p
    karya chandra selalu ngena di hati,
    boram juga berbakat, bulan desember nanti coba ikutan FF party ya, mungkin kamu diangkat jadi main author dengan karya-karyamu yg kreatif ^^b
    ditunggu ya karya berikutnya,
    hwaitting!!

  33. Cuman telat baca sehari aja, udah banyak banget komennya. Sebel deh, soalnya kan jadi setahun loadingnya, apalagi pake hape ini online ny *jiahahha
    Keren keren keren! Kapan2 duet lagi lah, bikin ff yang jauh lebih keren lagi dari ini.

  34. Wah, udah part 2 ternyata. Dan hasilnya, luar biasa! Ending yang sangat manis, juga quotation yang bagus.
    Senang sekali membaca karya anak-anak muda berbakat seperti kalian. Terus berkarya.

  35. Akhirnya Taemin bisa membuktikan kalo dia benar!

    suka kutipan di akhir kak, itu kata-katanya… bisa nambah semangat~
    ini udah jjang lah pokoknya, di tunggu ffnya yg lain yaa~

  36. yeay, akhirnya berakhir dengan bahagia!! Benar-benar bermanfaat kok chan eonnie dan boram eonnie! u did a great job! 😀

    ditunggu kolaborasi selanjutnya yang lebih bermanfaat, kreatif dan inspiratif 🙂

  37. selalu keren ffnya. . .
    suka banget ama pesen2 terakhirnya ntu bener banget. terkadang tuhan memberikan yang kita butuhkan bukan kita inginkan. keren mbaca ff serasa mbaca novel keren. kolaborasi yang daebak ! 🙂
    d tunggu karya slanjutnya 🙂

  38. selalu keren ffnya. . .
    suka banget ama pesen2 terakhirnya ntu bener banget. terkadang tuhan memberikan yang kita butuhkan bukan kita inginkan. keren mbaca ff serasa mbaca novel keren. kolaborasi yang daebak ! 🙂
    d tunggu karya slanjutnya 🙂 :))))

  39. Ah… keren sekali T___T
    Saya gak bisa berkata-kata lagi, bingung mau muji gimana, bagiku semuanya hebat gak ada cacat, malau mungkin ada nyelip dikit-dikit typo ^^

    Tapi tetep… aku suka banget, terutama endingnya. AWESOME~~~ *O*

Leave a reply to lovely karin Cancel reply