[FF KEY B’DAY PARTY] Be Strong, Kibum-ah

Title                 : Be Strong, Kibum-ah

Author             : ZaKey

Main Cast        : Kim Kibum (Key); Kim Taeyeon

Support Cast    : Lee Jinki; Choi Siwon

Genre              : Alternate Universe, Angst, Family, Sad

Length             : Oneshot

Rating              : PG-13

Cerita ini FIKTIF. Tidak ada kaitan dengan sejarah atau nama tempat, orang, juga waktu.

~~~~~~~

South Korea, 1950

Salju datang lebih awal tahun itu. Turun dengan begitu deras dari gumpalan awan kelabu tak bertepi, jatuh mengikuti pergerakan angin ke tempat antah-berantah. Beberapa mencair di mesin kapal yang panas dan pengap, lainnya mendarat di tanah dan lumer diinjak oleh kaki-kaki manusia yang seolah tak merasakan dinginnya pertengahan bulan Desember.

Lautan manusia tersebut berjalan dalam iringan lambat. Berpakaian tebal dengan wajah tersembunyi, entah untuk melindungi dari hawa dingin atau menutupi wajah-wajah sembab putus asa yang terlihat pada sebagian besar dari mereka. Sekalipun suasana begitu padat, tidak ada yang bicara di luar keperluan. Mereka memikirkan apa saja yang telah tertinggal di belakang sana.

Rumah, ternak, sawah… ah, kekayaan bukanlah hal yang bisa dibanggakan di tempat penuh sesak ini. Semua orang jatuh dan kehilangan pada waktu yang sama. Apakah mereka akan mendapatkan semuanya kembali? Kemungkinan satu banding sepuluh ribu. Cara bertahan hidup, itulah yang harus dipikirkan sekarang. Apapun yang telah kau hilangkan akan dapat diraih kembali jika kau bertahan hidup, bukan?

Tapi pikiran semacam itu tidak berlaku pada seorang gadis muda yang terlihat berbeda dari ratusan ribu orang di dermaga Heungnam. Jika yang lain berjalan, maka ia berlari. Jika yang lain berusaha mencapai kapal besi raksasa, maka ia menghindar. Gadis muda itu mengandalkan kecepatan kaki dan matanya untuk menyibak iringan lambat, menembus barikade manusia guna mencapai jalan beraspal yang dijaga oleh beberapa prajurit berseragam lusuh.

Ajumma, kau melihat Kibum?”

Ajussi, kau tahu dimana Kibum?”

Pertanyaan itu terus mengalir dari bibir mungilnya. Mungkin memang benar ia tidak mengenal keseluruhan orang-orang itu, tapi apapun yang dapat dilakukan untuk menemukan seseorang bernama ‘Kibum’ akan ia lakukan semaksimal mungkin.

Kakinya menapak batas akhir dermaga. Ia mengumpulkan napas yang tertinggal lantas membalikkan badan ke arah lautan manusia. Hatinya teriris tiap kali menemukan dua tangan bertaut erat. Ia memandang tangannya sendiri, berharap ada seseorang yang meraih tangan itu dan tidak akan melepaskannya kembali.

Keinginannya terkabul. Satu tangan lebar meraihnya, dilanjutkan dengan teriakan untuk mengatasi derum berisik kapal yang memekakkan telinga.

Agassi, segeralah naik ke kapal!”

Gadis muda itu mendongak, menemukan seraut wajah tak berekspresi yang balik menatapnya tegas. Cukup dilihat dari pakaiannya, laki-laki di sampingnya ini adalah salah seorang prajurit.

“Aku menunggu Kibum,” balas gadis itu tak kalah keras. Sang prajurit melepas pegangannya dan beralih mendorong punggung si gadis ke arah dermaga. Lagi-lagi si gadis menatap sang prajurit, kini dengan kesal.

“Naiklah ke kapal.”

“Tidak mau!” Si gadis muda sedikit memutar agar dapat berhadapan langsung dengan sang prajurit. “Aku menunggu Kibum,” ulangnya sungguh-sungguh.

Sang prajurit terhenyak. Ia melipat lengan di dada dan mengamati si gadis dengan cermat. Usianya pasti tak lebih dari 16 tahun. Rambutnya panjang tidak terurus dan sedikit kemerahan terbakar matahari. Wajahnya tirus, tubuhnya mungil. Sorot tajam di kedua mata itu membuat sang prajurit kagum, tapi tidak lantas menjadikannya lembek.

“Naik! Kau tidak ingin mati di usia semuda ini, kan?” Ia memaksa sekali lagi.

Si gadis memelototinya. “Aku tidak keberatan mati jika tidak menemukan Kibum.”

Sang prajurit sadar perdebatan ini tidak akan ada ujung pangkalnya. Karena itu ia memutuskan untuk berbicara sedikit lembut, “Begini saja. Sebutkan ciri-ciri Kibum dan aku akan mencarinya setelah kau naik ke kapal. Bagaimana?”

“Kau tidak akan bisa mencarinya,” ramal si gadis. “Kibum adikku.”

Sang prajurit menemukan celah untuk membujuk. “Bukankah lebih mudah? Aku akan mencari laki-laki yang berwajah mirip denganmu.”

Si gadis menghentakkan kaki ke papan kayu dermaga. “Sudah kubilang kau – hmmph!”

Mendadak satu tangan membekap mulut si gadis. Pelakunya adalah laki-laki paruh baya yang memiliki beberapa guratan halus di wajah teduhnya. Ia memegangi kedua tangan gadis muda itu lantas membungkuk 90 derajat. “Maaf telah merepotkanmu. Keponakanku ini memang sangat bengal,” katanya perlahan.

“Tak apa. Aku harap kalian segera naik ke kapal,” kata sang prajurit. Ia menepuk puncak kepala si gadis dengan lagak menang, yang membuat si gadis semakin geram dibuatnya.

Samchon, lepaskan!” pekiknya. Meski pamannya berusaha menahan, ia sudah berlari ke arah sang prajurit yang hendak memeriksa kawasan lain. “Hei, tunggu!” panggilnya.

Sang prajurit berbalik, terkejut karena gadis itu sudah berada di belakangnya. Ia sengaja diam karena melihat si gadis ingin mengutarakan sesuatu.

“Aku Kim Taeyeon. Sebutkan namamu!” seru gadis itu – Taeyeon – tidak sopan.

“Namaku? Lee Jinki. Kenapa kau me –”

“Lee Jinki, kau sudah berjanji padaku untuk mencari Kibum. Jika sampai kedua negara ini damai dan kau belum menemukannya, aku akan membunuhmu!”

“Kim Taeyeon! Dimana sopan santunmu?!” bentak paman Taeyeon.

Lelaki itu segera menyeret Taeyeon menuju kapal, tapi yang membuat Jinki membeku tak lain adalah buliran air mata gadis itu yang sempat terekam di otaknya. Air mata putus asa yang tidak sanggup lagi disembunyikan.

Samchon!” protes Taeyeon ketika mereka sudah ada di dek kapal. “Kenapa kau menghentikanku? Kibum tidak ada disini dan aku tidak mungkin pergi begitu saja!”

Choi Siwon memegangi bahu Taeyeon agar gadis itu tidak terseret arus orang-orang yang lalu lalang dengan gelisah, lantas mendesah pelan. “Dengar, Taeyeon-ah. Sekarang aku hanya memilikimu. Tak bisakah kau tenang?”

Taeyeon tahu betul istri Siwon telah meninggal akibat wabah penyakit, begitu pula dengan orang tua Taeyeon. Hanya mereka berdua yang tertinggal, tapi keberadaan Kibum…

“Lebih baik aku tetap tinggal,” rutuk Taeyeon pelan, tapi cukup untuk didengar Siwon. Lelaki itu mencengkram bahu Taeyeon dan menampar pipinya keras-keras.

“Kau seharusnya bersyukur masih memiliki sanak saudara! Kau tahu ada berapa ratus orang yang kehilangan keluarga akibat perang bodoh ini? Lupakan Kibum dan tutup mulutmu!”

Taeyeon terperangah. Tepat saat itu kapal mulai bergerak lambat meninggalkan tanah kelahirannya.

~~~

Suara lengkingan membelah langit, kemudian ledakan dahsyat mengguncang tanah. Peperangan bukanlah jalan keluar, tapi manusia justru menggunakannya sebagai kedok atas kesombongan dan harga diri yang tinggi bukan main. Permainan itu dinikmati sebagian kecil orang tanpa hati, tak peduli akan menimbulkan luka mendalam bagi sebagian orang lainnya. Penderitaan berkepanjangan ini tidak bertujuan apa pun selain pembuktian atas hal-hal bodoh yang bahkan seorang anak kecil pun enggan melakukannya.

Jinki mendesah, mempererat selimut tipis yang melingkari bahunya dan kembali menyesap kopi dari dalam cangkir. Bulan sudah semakin tinggi dan udara tidak main-main menusuk kulit langsung ke tulang. Rekan-rekannya sudah tidur di dalam barak, tapi ia lebih memilih menikmati malam dingin ini  dengan memandangi langit yang tenang.

Terhitung hampir seminggu sejak ia bertemu Taeyeon. Nama itu secara ajaib terus terngiang dalam kepalanya dan tanpa sadar ia selalu berusaha mencari sesosok anak lelaki kecil bernama Kibum setiap kali mengevakuasi para korban. Terdengar klise dan bodoh – Taeyeon tak lebih dari seorang gadis labil yang kehilangan adik – tapi sorot gadis itu membuat Jinki tidak menginginkan apa pun selain seulas senyum di wajah tirus tersebut. Mungkin beginilah perasaan seorang laki-laki yang memiliki adik perempuan.

“Uhuk!”

Lamunan Jinki terpecah oleh suara batuk samar tak jauh di belakangnya. Ia menoleh, memaksimalkan fungsi matanya guna memindai tiap siluet gelap yang dapat dijangkaunya. Alangah terkejutnya ia kala menemukan sesosok yang meringkuk di balik puing-puing rumah yang hancur beberapa hari lalu akibat peperangan. Jinki bergegas menghampirinya.

“Hei, kau tak apa?” Jinki kembali dikejutkan dengan dinginnya kulit anak lelaki yang ditemukannya. Mungkin anak ini sudah berada di udara luar selama lebih dari tiga hari jika melihat betapa tirus wajahnya.

“Aku baik-baik saja,” engah anak itu sembari menghindari selimut yang Jinki sampirkan di kedua bahunya. Jinki memaksa sekali lagi, dan ia terlalu lemah untuk menolak.

“Kau… Kibum?” Seperti kebiasaan Jinki seminggu terakhir, ia akan menanyakan nama anak yang baru saja ditemuinya. Pencarian diam-diamnya kali ini berhasil. Terbukti dari dua mata yang membelalak menatapnya. Antara tidak percaya dan curiga.

“Darimana kau tahu?” bisik Kibum.

“Ada yang kalang-kabut mencarimu. Nama kakakmu Taeyeon, bukan?”

Kibum kembali menunduk, mencengkram erat-erat selimut yang sudah tersampir di pundaknya. “Itu… bukan urusanmu,” lirihnya.

“Aku sudah berjanji padanya untuk mengembalikanmu,” lanjut Jinki tanpa memperhatikan gumaman Kibum. Senyum semakin lebar merekah di wajahnya. Puas dan bangga karena berhasil memenuhi janji pada gadis sombong itu. “Besok kau akan ke Busan menyusulnya, ara?”

Kibum bergerak berdiri dan melempar selimut ke tanah. “Aku tak peduli dengan dirinya!” serunya marah dan berlari menjauh.

Jinki menghela napas, dalam hati bertanya-tanya apakah keluarga ini memang mempunyai gen pemberontak. Ia memungut kembali selimut itu dan menyusul Kibum yang pergi tidak terlalu jauh.

Kibum kembali meringkuk, kali ini menyandar pada sebatang pohon. Tubuhnya menggigil hebat dan rasanya batuk menyakitkan itu tak pernah lepas dari tenggorokannya.

“Kibum-ah…”

“Sudah kubilang, itu bukan urusanmu!” jerit Kibum di antara napasnya yang memburu.

“Tidak ada urusan khusus jika seseorang ingin menolong, bukan? Berhentilah bersikap keras kepala,” tegas Jinki sambil menjatuhkan selimut di atas kepala Kibum. Kibum mendongak, memperlihatkan gurat kesedihan mendalam di wajah polosnya.

“Dia bukan kakakku.” Akhirnya Kibum mengaku setelah beberapa menit hening. “Saat evakuasi, aku sengaja memisahkan diri dari Taeyeon dan Siwon ajussi. Aku bukan anggota keluarga tapi sangat membebani mereka.”

Jinki berjongkok di hadapan Kibum, menyipitkan mata ngeri mendengar batuk yang terdengar sangat berat. Kelihatannya Kibum menderita semacam penyakit paru-paru – penyakit itu banyak menjangkit orang-orang, khususnya di musim dingin seperti sekarang. Ia mengacak pelan rambut kusut anak lelaki itu

“Jika tidak ingin, kau tidak perlu bertemu Taeyeon. Tapi kau harus mengungsi ke Busan agar aman. Mulailah hidup yang baik dan temui kakakmu setelah kau siap,” ujar Jinki lembut.

Kibum menunduk. Matanya berkaca-kaca, entah karena dadanya yang serasa terbakar atau tersentuh atas kebaikan hati orang yang baru saja ditemuinya. Ia membentuk pola-pola di tanah menggunakan telunjuk seraya bergumam, “Kenapa… kau lakukan ini padaku?”

“Karena aku sudah berjanji untuk mencarimu. Dan aku sudah menemukanmu. Tugasku sekarang sebagai pembela negara adalah menyuruhmu untuk mengungsi.” Jinki mengakhiri penjelasan dengan seulas senyum yang menyebabkan Kibum terisak-isak.

“Laki-laki tidak boleh menangis, arasseo? Sekarang ikut aku – aku akan memberikan baju yang bersih,” kata Jinki lagi seraya menarik Kibum berdiri. Baru saja mereka mengambil langkah pertama, lengkingan yang memekakkan telinga terdengar.

Hyung, awas!!”

Ledakan memporak-porandakan kamp prajurit dalam hitungan detik.

~~~

Bulan hanya tampak sebagai garis lengkung yang buram. Bertengger di atas langit kelabu, ia tampak begitu kesepian dan mencari seorang teman yang tidak akan pernah ditemuinya. Kilaunya berpendar di permukaan air tenang di bawah jembatan Yeongdo.

Taeyeon menumpukan kedua siku di selusur besi, mengabaikan dinginnya cuaca demi mengadukan segala masalah pada sang bulan. Pikiran Taeyeon hanya tertuju pada seraut wajah yang entah sudah berapa malam tidak hadir di depannya.

Nuna, saat dewasa nanti, aku akan memperluas sawah milik kita. Tentu saja akan banyak pekerja agar Nuna tak harus bekerja keras seperti ini.”

“Bodoh!” Denting logam terdengar saat Taeyeon mendaratkan kepalan tinju disana. Ia menundukkan kepala dan membiarkan pertahanannya selama hampir seminggu runtuh dalam bentuk isakan dan rengekan kecil.

Ia sudah tiba di Busan dengan selamat bersama ribuan orang lain tempo hari. Ia dan Siwon tinggal di suatu kampung tempat rumah-rumah kumuh berdesakan. Bukan ketidaknyamanan yang membuatnya murung, melainkan penantian tiada akhir. Dadanya sesak tiap kali melihat seseorang menemukan anggota keluarga di jembatan ini.

Kenapa dia tidak diperkenankan bertemu dengan Kibum? Kerap pertanyaan itu hinggap di pikiran Taeyeon kala ia bekerja serabutan demi mendapat sesuap nasi. Kenapa orang lain boleh bahagia sementara dirinya tidak?

“Kibum-ah…” rintih Taeyeon. Kedua tangannya sibuk menghapus derai air mata yang menganak sungai di pipinya. “Kibum-ah, bogoshipeo (aku ingin bertemu denganmu).”

Taeyeon masih sesenggukan kala Siwon tiba. Lelaki itu tidak menemukan keponakannya di bilik mereka. Dan dugaannya benar. Taeyeon berdiri di tepi jembatan Yeongdo seakan Kibum akan datang dari arah berlawanan. Siwon bergegas mendekat, melepas jaket lusuhnya untuk disampirkan di pundak Taeyeon.

Samchon, kenapa Kibum tidak datang juga?” lirih Taeyeon tanpa berani menatap Siwon.

Siwon termangu, tidak yakin harus menjawab apa. “Kita hanya bisa berharap, Taeyeon-ah,” gumamnya kemudian.

Berharap. Betapa semu arti kata itu bagi Taeyeon. Dua puluh empat jam sehari, tujuh hari seminggu, pikirannya hanya diisi oleh harapan-harapan palsu.

Taeyeon menggigit bibir sebagai usaha agar air mata tidak tumpah. Ia menyandarkan kepala di pundak Siwon dan mendesah dalam-dalam.

Samchon, aku sangaat merindukan Kibum,” gumamnya menerawang.

Siwon tersenyum lembut, lantas memindah Taeyeon dalam pelukannya. “Aku juga.”

.

Jam berganti hari. Hari berganti minggu. Minggu berganti bulan. Bongkahan es berubah menjadi genangan air yang membuat becek sepanjang jalan kota Busan. Kesedihan atas pengungsian akhir tahun lalu sirna dan gelak tawa mulai terdengar dari sudut-sudut gang. Penjaja meneriakkan dagangannya pada setiap pengunjung pasar Gukje.

Taeyeon meletakkan boks kayu penuh berisi sayuran segar di atas salah satu meja dagangan, mengucap terima kasih atas upahnya hari itu dan segera menyingkir dari keramaian. Ia melangkah keluar dari pasar demi menikmati angin sore khas musim semi.

Nuna, musim semi di Heungnam adalah yang terbaik. Kau tidak akan menemukan hari-hari sebaik ini di tempat lain. Jika tidak percaya, buktikan saja.”

Saat itu mereka duduk di pematang sawah, merasakan indahnya kuncup-kuncup bunga di rerumputan hijau sambil menggembala domba. Taeyeon berangan-angan merasakan  musim semi di berbagai negara dan mencari yang terbaik, tetapi Kibum menyangkal keras. Perdebatan itu berakhir dengan perkelahian kecil dan Siwon harus melerai mereka berdua.

Taeyeon terhanyut dalam kenangan-kenangan indah bersama Kibum hingga ia merasakan tepukan ringan di pundaknya. Ia mendongak, lantas memiringkan kepala heran melihat Siwon menjulang di sampingnya dengan wajah sumringah.

“Ada apa, Samchon?”

“Satu lagi kapal datang dari Heungnam. Kau tidak ingin kesana? Kabarnya beberapa prajurit juga ikut.”

Selama beberapa saat Taeyeon membeku, detik berikutnya ia sudah memacu kedua kakinya melewati jalan setapak menuju dermaga kecil. Napasnya memburu, harapannya melambung tinggi. Seulas senyum hampir tersungging di bibirnya kala melihat kapal besi yang menepi dan orang-orang menghambur keluar.

Taeyeon berhenti sedikit jauh dari kerumunan, mengatur napas sekaligus memindai satu per satu manusia yang keluar. Ia mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru, lalu refleks memekik kala melihat seseorang yang pernah ditemuinya.

“Lee Jinki!!”

Benar saja. Jinki mendengar namanya disebut, lalu bergegas menghampiri Taeyeon. Senyum terkembang di bibir lelaki itu. Jenis senyum yang ditunjukkan untuk menutupi kesakitan.

“Kau tidak melupakan namaku rupanya,” gumam Jinki sambil menepuk puncak kepala Taeyeon. Taeyeon tidak berkedip menatapnya.

“Dimana…?” lirihnya. Ia melongokkan kepala ke balik bahu Jinki, menyadari bahwa Jinki adalah orang terakhir yang keluar dari kapal. Kepalanya berputar ke satu arah, lalu ke arah berlawanan.

“Dimana Kibum?” tanyanya tajam, berusaha mencari-cari jawaban dalam kedua mata Jinki. “Dimana Kibum? Apakah dia diungsikan ke pulau Yeongdo?” Ia bertanya sekali lagi.

Jawaban Jinki terdengar bergetar dan lemah. “Kibum menjaga rumah kalian di Heungnam.”

“Eh?”

Harapan Taeyeon runtuh menjadi puing-puing, beterbangan ke seluruh relung hatinya yang kering.

~~~

Hyung, awas!!”

Jinki merasa tangannya ditarik, sedetik kemudian kilat cahaya membutakannya disusul suara ledakan yang teramat dahsyat. Tanah bergetar. Pohon di dekatnya terbakar dan tumbang. Dalam sekejap udara yang dingin menggigit menjadi panas dan pengap.

Jinki terbatuk-batuk pelan, tersadar bahwa Kibum menyelamatkannya. Di tengah asap kelabu, ia mengikuti jemari kurus yang mencengkram lengannya dan menemukan Kibum terbaring dengan mata terbuka lebar. Anak lelaki itu masih bernapas meski tampak shock berat.

“Kibum-ah, kau tidak apa-apa?” bisik Jinki. Matanya lekat pada tangan lain Kibum yang diselubungi oleh kepekatan darah. Terlalu gelap, ia tidak bisa melihat luka Kibum. “Kita harus segera lari, tampaknya musuh sudah menemukan tempat persembunyian kita – astaga!”

Jinki kehilangan suaranya melihat lengan kiri Kibum terlontar beberapa meter jauhnya dari tempat mereka berada sekarang. Hanya tersisa lengan atas yang mengucurkan darah segar.

“Kenapa… Hyung?” Kibum mulai bersuara saat Jinki dengan panik merobek jaketnya untuk menghentikan perdarahan. Anak lelaki itu tersenyum miris. “Kenapa aku tidak merasakan apa pun, Hyung?”

“Diamlah, Kibum-ah. Segalanya akan baik-baik saja,” gumam Jinki bergetar. Rasa nyeri di kakinya terabaikan demi mengatasi Kibum yang mulai sepucat kertas. “Setiap prajurit dibekali pengetahuan untuk pertolongan pertama. Kau akan baik-baik saja,” bisiknya.

Hyung, aku rindu perdamaian….” bisik Kibum. Matanya lekat pada bulan yang berpendar keperakan. “Aku rindu rumah kami di desa. Aku rindu menggembala domba di bukit. Apakah aku bisa melakukannya lagi, Hyung?”

Tentu saja tidak, batin Jinki getir. Segalanya sudah menjelma menjadi puing-puing tak berbentuk, tak terkecuali tempat Kibum tinggal – entah dimana itu. Rasanya hanya keajaiban yang menjadikan mereka selamat dari ledakan mengerikan barusan.

“Taeyeon dan aku pernah bersumpah untuk terus bersama. Sekarang itu tidak mungkin lagi. Kenapa harus ada perang? Bukankah setiap manusia sama, Hyung?”

“Sudah kubilang, diam!” sentak Jinki. Suaranya pecah oleh ketakutan. Telinganya sedang menipu, bukan? Tidak mungkin musuh sudah mencium jejak mereka dan sekarang tengah memindai kawasan guna memangsa manusia yang masih hidup. Benar atau tidak, ia tetap menyelipkan tangan ke belakang lutut dan leher Kibum kemudian membawa anak itu pergi dari sumber suara yang mulai meneror mereka.

Hyung, sebenarnya aku ingin bertemu Taeyeon. Aku ingin terus bersamanya dan Siwon ajussi,” bisik Kibum. Napasnya semakin pendek seiring dengan banyaknya darah yang membentuk jejak di bawah mereka. “Aku sangat menyayangi mereka…”

“Kumohon diam, Kibum-ah.” Tanpa sadar Jinki terisak. Mata Kibum sudah tidak fokus lagi dan bibirnya membiru. Punggung yang berada dalam dekapan Jinki itu bergetar samar.

Kemana perginya hamparan rumput? Dimana aliran sungai yang jernih? Hanya ada jejak asap dan benda hangus terbakar kemana pun mata memandang. Jalan raya menjelma menjadi dua garis lurus penuh lubang dan mayat-mayat manusia.

“Aku dulu tinggal disini…. Rumah kecil yang indah. Dengan aliran sungai di belakangnya. Ah, aku benar-benar merindukannya,” lirih Kibum menerawang.

Jinki berusaha mempercepat langkah meski kakinya terasa kebas. Saat menunduk, ia dikejutkan oleh buliran cairan bening yang menganak dari mata Kibum yang terpejam rapat.

“Aku rindu pada angin musim semi. Aku rindu saat-saat kami berlarian di ladang untuk menangkap capung. Aku rindu saat Siwon ajussi mengomel karena kami mencuri ubi dari ladangnya. Kapan… aku bisa mengulang semua kembali, Hyung?”

“Kau tidak bisa mengulangnya, kau hanya bisa mengenangnya,” bisik Jinki. Perdarahan Kibum semakin parah hingga ia bisa merasakan seragamnya basah oleh cairan pekat tersebut. Bau anyir memenuhi rongga hidung. Telinganya merekam tiap hentakan napas Kibum yang semakin berat, juga suara senapan yang memuntahkan peluru di belakang sana.

Kibum tersenyum lemah. “Aku… aku sangat mengantuk. Boleh aku tidur sejenak saja?”

“Tidak bisa!” seru Jinki gemetar. Perjuangan Kibum tidak boleh berhenti sampai disini. Ia masih harus melakukan hal-hal yang selayaknya anak 15 tahun lakukan. Peperangan ini menghancurkan impian semua anak tak berdosa seperti Kibum.

“Menyenangkan sekali bisa mengenalmu, Hyung yang baik…. Maaf, aku bahkan… tidak tahu namamu.” Kibum tertawa getir.

“Jangan bicara lagi, Kibum-ah. Aku Jinki. Lee Jinki. Sekarang diamlah,” hardik Jinki.

Kibum membuka lagi matanya, menatap ke langit kelabu. “Lee… Jinki. Akan kuingat itu. Terima kasih sudah… membantuku. Maaf me… repotkanmu.”

Jinki menggigit bibir. Dialah yang terbantu, dialah yang merepotkan! Kibum akan tetap sehat jika tidak berusaha menyelamatkannya dari ledakan bom. Kibum tidak akan menderita jika lari meninggalkan Jinki.

Hyung… aku tidak… tahu… kenapa kau melarangku tidur…” Kibum terbatuk keras. Sepercik darah keluar dari bibirnya yang pucat. “Aku… sangat mengantuk…”

“Sudah kubilang kau tidak boleh!” bentak Jinki. Air matanya sendiri sudah membasahi semua bagian wajah dan perlahan-lahan rasa sakit dari kaki kanannya merambat naik. Tidak bisa dipungkiri, ia juga akan tumbang beberapa saat lagi.

Kibum membuka matanya, lalu menatap wajah Jinki. “Hyung… jangan berusaha… menghiburku. Jika kau… lelah katakan saja.” Ia tertawa miris. “Aku merepotkan… banyak orang. Taeyeon, Siwon… ajussi, sekarang Jinki hyung… juga.”

“Tidak! Kau sudah menyelamatkan hidupku!” tolak Jinki. Otaknya terasa hampir meledak oleh rasa sakit yang semakin menjadi-jadi. Kakinya tersandung sesuatu dan ia jatuh berlutut. Tak kuasa untuk bangkit dan memutuskan mendekap Kibum lebih erat.

Derum mobil di belakang semakin jelas hingga Jinki dapat mendengar gemerincing logam yang dipasang pada keempat ban. Bau solar mencekiknya dan raungan manusia yang haus darah bertalu-talu di gendang telinganya. Kendaraan bermesin itu berjalan melewatinya dengan angkuh, sengaja mendahului agar sang penembak yang ada di jok depan dapat mengokang senjata dan memasang target pada orang tak bersalah.

Pikiran Jinki berteriak memerintahkannya berlari, tapi semua anggota tubuhnya memprotes bahwa ia tidak bisa bergerak barang seinci pun. Ia merasakan air mata mengaliri pipinya. Ia gagal untuk menyelamatkan satu nyawa yang ada di dekapannya.

Mobil tersebut melambat. Moncong senjata tepat mengarah ke kepala Jinki.

DORR

Jinki memejamkan rapat-rapat, menunggu timah panas itu menembus tengkoraknya. Satu detik, dua detik…. Tidak ada yang terjadi. Jinki merasakan Kibum merosot dari dekapannya.

Kibum jatuh dengan posisi telentang. Pakaian lusuhnya benar-benar basah akibat adanya lubang kecil di dadanya yang terus menyebarkan darah. Anak lelaki itu terbatuk-batuk meski senyum damai tak lekang dari bibirnya yang dialiri darah segar dan deras.

Baru dua detik kemudian Jinki menyadari Kibum telah menjadi perisai baginya. Atas kemauan anak itu sendiri.

Dengan tangan gemetar Jinki meraih kepala Kibum ke pangkuannya. Seluruh tubuh Kibum bergetar hebat. Ia tidak peduli lagi jika orang-orang beringas itu mengumpat dan segera kabur begitu melihat seragam Jinki yang jelas-jelas seorang prajurit berpangkat tinggi.

Kibum menarik kerah Jinki dengan tangannya yang masih utuh, memerintahkan lelaki itu untuk mendekat. “Hyung… bisa katakan… pada Taeyeon? Aku sangat… men… cintainya. Tolong… jangan pernah… mengkhawatirkanku… lagi.”

“Akan kusampaikan. Pegang janjiku,” bisik Jinki tercekat. Setetes air mata Kibum mengenai jemari Jinki. Anak lelaki itu memejamkan mata dan mendesah pelan.

“Aku bisa… merasakan… hangatnya musim semi. Ahh… sungguh… pemandangan yang indah…. Bukit, sawah… eommaappa…”

“Aku tidak bisa melihatnya, Kibum-ah.” Jinki mengaku dengan teramat lirih.

Kibum tertawa lemah, kemudian sedikit memiringkan kepala. Perlahan, nyaris serupa desauan angin, ia berbisik di telinga Jinki, “Boleh… aku… tidur sekarang? Aku… benar-benar… mengantuk.”

Jinki meruntuhkan bendungan air matanya. Dengan gemetar ia membelai kepala Kibum yang basah oleh darah. “Tidurlah, Kibum-ah. Istirahatlah dengan tenang di rumahmu.”

~~~

“Bodoh. Dasar anak bodoh!” bisik Taeyeon. Ia menyembunyikan wajah di balik kedua telapak tangan, tidak ingin Jinki melihat air matanya.

Jinki menarik napas panjang, kemudian meremas pundak Taeyeon dengan harapan gadis itu sedikit terhibur. “Maaf, aku tidak bisa memenuhi janjimu. Tapi….”

“Tidak.” Taeyeon menepis tangan Jinki dengan lembut. Ia menatap paras Jinki dari balik air mata yang menggenang. “Kau sudah memenuhi janji Kibum. Itu sudah cukup bagiku.”

“Taeyeon-ah….”

Taeyeon mundur selangkah, lantas membungkuk serendah-rendahnya. Tiap tetes air matanya jatuh ke atas tanah berlapis pasir.

“Terima kasih sudah menemani adikku di akhir hayatnya. Terima kasih, Jinki ssi. Aku tidak tahu apa yang bisa membalasmu selain dari Tuhan sendiri.”

Jinki memegang kedua bahu Taeyeon dan menegakkan gadis itu. Kesedihan jelas terpancar disana, tetapi ketegaran mulai merambati wajahnya, menutupi perasaannya.

“Angkat kepalamu dan tatap masa depan. Kita tidak tahu kapan kedua negara ini berdamai, tapi kau bisa menciptakan kedamaian sendiri di dalam dirimu.”

Tangis Taeyeon pecah dalam pelukan Jinki. Ia merindukan rumah mereka. Ia merindukan pematang sawah tempat mereka bermain. Ia merindukan awal musim semi di Heungnam. Ia sangat merindukan Kibum.

Naif, tapi ia ingin melihat Kibum sekarang.

“Aku benar-benar ingin bertemu dengan Kibum,” isak Taeyeon lirih. “Jinki ssi, aku merindukannya. Lebih dari itu, aku mencintainya.”

Jinki tidak berusaha menenangkan Taeyeon; ia hanya ingin menjadi sandaran bagi tangis pilu itu layaknya matahari yang sabar menunggu hujan reda dari belakang awan kelabu dan bersiap membentuk pelangi. Jinki mengelus puncak kepala Taeyeon dengan lembut.

“Kau gadis kuat, Kim Taeyeon.”

Di atas mereka, langit mulai menampakkan semburat keemasan. Cahayanya menimpa lembut tanah Busan, jembatan Yeongdo, bahkan Heungnam. Ajaib memang – sesering apa pun manusia berperang, dimana pun mereka bertikai, langit dan bumi beserta seisinya tetap berjalan seolah tidak ada yang terjadi. Bumi tetap berputar. Angin tetap berhembus. Musim tetap berganti.

Lalu apa yang membuat manusia saling bermusuhan?

..::END::..

©2011 SF3SI, Freelance Author.

Officially written by ME, claimed with MY signature. Registered and protected.

This FF/Post legally claim to be owned by SF3SI, licensed under Creative Commons Attribution-NonCommercial-NoDerivs 3.0 Unported License. Permissions beyond the scope of this license may be available at SHINee World Fiction

Please keep support our blog, and please read the page on top to know more about this blog. JJANG!

74 thoughts on “[FF KEY B’DAY PARTY] Be Strong, Kibum-ah”

  1. WOOOA! DAE TO THE BAK! lengannya kibum?
    omg! jaman perang yak? kenapa bisa ada ide brilian gini as? omg kibum! domba kita gimana? siapa yg mau ngurus? *opoiki
    toplah,zakey sama minjin emang jago di wansot(?) keep wansot yak u,u

    1. Makasih, Kak Lantii ^^

      Nyehe, iya. Ini settingnya Korea pas cold war tahun 50-an itu. Soal domba, mungkin bisa dititipin tetangga #eh

      Keep wansot? Hehe, sekali lagi makasih ya 😀

  2. aaaaa siaaalsiiaaal nangiiss kejeer asli! bagus banget idenya thorrrr!!! sumpah gatau harus comment apaa lagii.. suuukaaaaa

  3. sumpah, ini pertama kalinya aku nangis terisak baca fanfiction..ya Allah… ToT
    #brbmengusapkeduapipi.

    beneran, berasa aku ngeliat kejadian dari film dokumenter ato apapun itu!!! oh my…
    #masih gemeteran

    pas bagian ledakan itu aku nangis!!! seiring pendeskripsian cerita yang menyayat hati, apalagi dengan ketegaran Kibum itu. dan Jinki, kelembutan hatinya. Ya ampuun..DAEBAAK!!! bener2 terenyuh bacanya ya ampuun!!!

    idenya bner2 out of the box! aku kira ini sperti film2 taiga *sejarah* yang biasa, ternyata… #speechless

    aku kayaknya gak bakal bosan baca cerita mu ini, zakey! teruslah berkarya!!!!!
    :”D

  4. zaKey, ah..ini bikin aku terharu banget, setiap paragrafnya bikin nyesek
    oh, jangan tanya feelnya dapet atau nggak, tentu saja dapet 🙂
    apalagi kalau bukan karena deskripsinya yang nyata, seperti menikmati film, sedikit mengingatkanku dengan film Hotaru no Haka (Grave of the Fireflies) yang sama-sama bernuansa peperangan
    ditutup dengan apik pula, berani angkat 2 jempol deh buat cerita ini 😀

    1. tuh kan tuh kaaan~
      ini baru namany ff kece!
      dan selamat sudah membuatku mewek.

      ak gausah banyak bacot dan bilang WOW aja gitu. yah mau komentar apa lagi kalo ff nya udah sebagus ini!

      kalo ini gak menang ak bakalan demo massal!
      HIDUP ZAKEY! HIDUP!

      okeh, ak balik kerja tugas lagi yah 😀

      1. Jangan gitu, Kak. Masih banyk yang lebih bagus dari ini (termasuk Mirror 🙂 ) yang pantes buat menang.

        Hehe, semangat yaa. Makasih udh nyempetin waktu ^^;;

  5. tapi sorot (mata) gadis itu membuat Jinki tidak menginginkan apa pun selain seulas senyum di wajah tirus tersebut.

    Ia membentuk pola-pola di tanah menggunakan telunjuk seraya bergumam — kyk shinchan

    aaaahhhhhh susah buat nahan tangis.. mana lg bc pas lagi ngajar T.T huuaaaaa

    *berhnti bentar*

    can i call this ontaeng fanfic? hahahaha #jiwa shipper kumat#

    daebak thor.. aaahh coba aq bc di rumah udh nangis deres… tp gak bisa nunggu pulang.. keburu penasaran..
    keep writung

    1. Oh ya, makasih koreksinya 🙂

      Aku juga baru nyadar kalo tiap ada Jinki pasti pairing ceweknya sama Taeyeon, haha

      Makasih udah nyempetin komen ^^

  6. tangis kembali pecah wktu bca nie ff..
    huaahhh 😥

    aku tipikal orang yg ga begitu suka baca atopun liat/nnton sesuatu yg berbau perang krna tw pasti bkalan ada kisah2 seperti di ff inie..
    ngebayangin penderitaan korban2 perang aja merinding apalagi klo bca/nnton..
    pendeskripsiannya tentang suasana perangx lumayan kerasa banget..
    apalagi detik2 trakhirnya kibum,,
    kirain mreka berdua bkalan selamat..
    sampai slesai baca nie ff airmata tetap ngalir..

    keren,,
    author daebak..
    4 thumbs up..

    1. Sebenernya aku juga ga suka fil perang2 gitu, apalagi kalo diambil dari kisah nyata. Hehe…

      Jangan nangis~ makasih udah komen ^^

  7. Wooooo Zakey ikutan lomba! Pasti menang n,nd *bawa banner *fans (?) XD
    ah nangis nih nangis pas kibum mati -_,- beneran, ini ngenesnya nusuk tulang dan ulu hati hiks…
    Woahahaha OnTaeng moment lagi XD #dor.
    Daebak, hiks, ffnya unik ;~;

  8. Ff ini…Terus gue perlu bilang wow gitu? Perlu ternyata sodara-sodara!!

    Ini keren banget, banget.

    Idenya unik, banyak makna, menyentuh dan penulisan rapi, td nemu typo satu dua doang 😀

    Ga mau panjang lebar krn ga perlu dikomenin lebih panjang lagi selaen DAEBAK!
    ^^b

  9. Huuuuuhuhhhuu…..ini bagus banget….bneran…ga bohong
    Feelnya dapet bgt, ide cerita n alurnya mantap apalg cast nya…aku sukaaaaaa

    Keep writing… Zakey
    huuhuhuhuuu….*lanjutin nangis elap ingus

  10. Wow… zakey ikut lomba ternyata. Yooo… semoga menang^^
    Kalau sampai gak menang saya akan mengamuk *?* karena ff ini terlalu AWESOME, FANTASTIC, ELASTIC (?) untuk kalah

    Rumah saya banjir(?) saat adegan Kibum mati T_T
    Ini adalah ff pertama yang membuat saya nangis setelah sekian lama. Kuucapkan selamat untuk anda *??*

    Kian lama karya zakey makin mantap. Setiap paragraf selalu penuh kejutan, makna kata begitu indah dan memikat, plus penggambaran kisahnya begitu jleb di hati. Hyaaaa~~ saya makin cinta sama zakey ❤

    Dan akhirnya, dengan resmi saya umumkan kepada dunia bahwa Zakey adalah author favorit saya yang baru…. Bayangkan itu! Hanya dengan tiga ff, zakey sudah berhasil meluluhkan hatiku~ (OK – INI – LEBAY)

    Terlalu bingung untuk komen lebih banyak, intinya karyamu yang satu ini benar-benar HEBAT ^^b
    Semoga karya gak lain gak lama-lama. Kutunggu dengan tidak sabar 🙂

    1. Eriii~ as always, komenmu selalu berhasil membuatku lupa daratan XD I love you too~ ❤ :*

      Bentar lagi sekolah bakal lebih mencekik, mungkin, yaah, baru lama banget sebelum ada FF baru :p

      Makasih yaa

  11. yaampun asli ini daebak!! aku suka setiap kalimat dari ff ini. penyampaiannya keren banget, ngena banget. aku berasa nonton sebuah film pendek gitu deh jadinya.
    Author Zakey badaai XD

  12. haduh… bagus banget ceritanya. Seriusan sampe nangis yang pas bagian Kibum sama Jinki itu.
    Ini berasa kaya nonton Taegukgi, yang ada perang2 dan perpisahan sama orang tercinta gitu. 😥
    Daebak banget FF nya!!!! ^^~

  13. zikaaaaaaaaaaaa
    demi apa, ini sih feelnya bukan dapet lagi, tapi udah ngena banget
    Sedih :((
    cerita tentang peperangan memang sanggup menguras air mata
    meskipun gak sampai nangis, tapi tenggorokan aku benar-benar tercekat waktu bacanya

    wah, gak tau harus bilang apa lagi..
    Diksinya bener-bener bikin hanyut
    dan aku sampai gak terlalu merhatiin typo atau tanda baca lainnya sakin fokus ke jalan cerita itu sendiri
    Daebak ^^b

    1. Maaf, Kak. Aku sama kak Zika bukan orang yang sama walaupun namanya mirip 🙂

      Syukur error-nya nggak keliatan *ditimpuk*. Makasih banyak yaa 😀

  14. keren!
    won bin oppa!! #eeh
    jd inget film taegukgi dan hotaru no haka.
    hmm… perasaanku aja, ato karakter taeyeon justru lebih ter-eksplore ya?
    tp maincast nggak harus dpt scene paling banyak kok. iya ‘kan? 😉
    semoga menang zakey~
    \(^o^)/

  15. Lengannya Kibum!! Huwaaahhhh.. Nggak tega bayanginnya… Disini Kibum masih bocah ya…. Kerennnnn… Temanya beda dari yg lainn.. Sarat Pesan.. Well we born to Loving each other… Stop to war! We Need Love N Peace!!!! Ceritanya sederhana. Tapi mengenaaaa……… Two Tumbhs for Zakey!!!

  16. WOW ini keren banget. Berkaca-kacalah aku pas baca. Seperti komen-komen yang lain, masalah ide, diksi semuanya bagus banget.

    Cuma satu aja tadi selewat keliatan :
    “Sang prajurit sadar perdebatan ini tidak akan ada ujung pangkalnya.”
    Hmm kalau diperiksa di kbbi, intinya adalah ujung itu bagian akhir, sedangkan pangkal itu bagian awal. Jadi saran aja menurutku mungkin kalau pake kata “ujungnya” lebih tepat untuk menyampaikan makna kalimatnya

      1. Yaah, ketahuan kalo nggak berpegangan sama apapun, cuma ngandalin vocab di otakku aja -__-

        Makasih banyak ya, kakaak 😀

  17. Ya ampun-_- ini FF yang bener-bener bikin aku banjir air mata-_-.

    AMAIJING. Ini FF itu ya, CUER, CIYUS, ENELAN, CUMPAH, AMAIJING banget.

    Bahasanya bagus, aku hampir nggak menemukan typo lho._.

    Aduh, cuma bisa berharap supaya FF ini menang! xD. 1000 THUMBS FOR YOU!

    1. ciyuus? sumpa loo? Muuciih eaa XD

      Haha. Syukur kamu nggak nemu typo, aku ngeditnya sambil tidur kayaknya ._.

      Jempol sebanyak itu dapet darimana, Taz? Haha, anyway, makasih banyak yaa ^^

    1. Sama, aku juga penasaran what’s next :3

      Wah, wah, gawat. Kayaknya aku mulai populer nih punya beberapa fans :7 *dikeroyok*

      Makasih sudah baca+komen, Eunbin ^^

  18. omoo!! aku tegang baca ini. kayak udh bener2 di jaman perang. hebat ya jinki hanya melihat mata keputusasaan taeyeon aja sampai bener2 nyari kibum. disini aku sampai lupa kl jinki itu punya sangtae -.-” #plak soalnnya bener2 serius!

    tangan kibum hilang? disitu aku agak syok gimana gitu. trus mataku mulai berkaca2 waktu jinki dgn susah payah nyelamatin kibum. ya ampun DAEBAK!! bener2 ngebuat perasaan pembaca diaduk2! ntar ada sequelnya gk? aq jd ngira kl jinki jatuh cinta ama taeyeon, nyatanya gk ya?

    wah pokonya keren deh! Bikin2 yg lebih seru lg ya! Author bagaikan mixer(?) yg mengaduk2 perasaanku #ciiee

  19. baca ff tentang peperangan kok jadi inget film dokumentari penjajahan Indo ya? -__-‘

    oh iya, Taeyeon itu sebenernya siapanya Kibum? Pertama Taeyeon bilang Kibum itu adiknya, tapi Kibum bilang Taeyeon bukan kakaknya.

    Terus mereka itu seumuran atau Taeyeon lebih tua? Soalnya ada bagian Kibum manggil Taeyeon ngga pake embel-embel, tapi di narasi (kalo ngga salah namanya itu-__- ) ada bagian Kibum manggil Taeyeon ‘nuna’

    1 lagi, ‘nuna’ itu bukannya seharusnya ‘noona’ ya? Soalnya kalo dibaca dalam bentuk romanization jadi beda pelafalannya 🙂

    Tapi kalo secara keseluruhan ffnya daebak banget dan aku suka sama temanya ^0^

    wah, jadi panjang gini~ terakhir, keep writing 😀

    1. Wah, belum tersampaikan dengan baik yaa? Maafkan daku TT

      Jadi ceritanya gini. Kibum itu bukan adik kandungnya Taeyeon alias anak angkat -otomatis dia panggil kakak angkatnya pake embel2 ‘nuna’. Karena dia nggak mau membebani Taeyeon lagi, makanya dia kabur dan terbebas dari kewajiban buat panggil ‘nuna’ #halah

      Sebenernya romanization itu ada macam2 versi. Ada yg mentranslate (어) jadi ‘eo’ dan (우) jadi ‘u’. Ada juga yg bacanya masing2 ‘u’ dan ‘oo’ -biasanya orang barat nih kayaknya. Yah, salahku juga sih nggak konsisten pake yang mana. Harusnya 형 ditulis ‘hyeong’ kan ya? Masih belum kebiasa aja sebenernya. Next ff deh aku perbaiki. Makasih udah bersikap kritis (?) 😀

    1. KYAAA~ Kak Diya XDD *fangirling*

      Aku suka banget FF-mu, apalagi yang Miracle Romance. Uwaah, my role model had come (apa sih, Saa… alay)

      Makasih yaa ^^

  20. I know your FF would be this good Za.
    So, I’d just click the like button, yaa =]

    Good luck! d^^b

    I’ll see you in your next FF 😉

    1. EHHH MASA AKU GA BISA NGE-LIKE SIH???
      UDAH DUA KALI TAPI KOK AVA AKU GA KELUARRR??
      seharusnya kan jadi 8 orang, kok tetep 7??? *ga terima*

  21. aku readers baru
    kayaknya telat buat voting #yaeyalah
    tapi daaaaaaaaaaaaaaaeeeeeeeeeeebaaakkkk ini ff yang bisa buat kaki aku ampe gemeteran ahhhhhhhhh terharu :””’)

Give Me Oxygen