The Blue in You – Part 2

the-blue-in-you

Title : The Blue in You – Chapter 2 : Love and Lie

Author : Lumina

Main Cast :

  • Jung Yoora (OC)
  • Choi Minho (Shinee)
  • Kim Kibum (Shinee)
  • Jung Yoogeun (ulzzang)

Support Cast : Park Hyosun (OC)

Rating : PG – 17

Genre : romance, family, drama

Ps : Hello, Lumie datang lagi membawa part 2 dari TBIY. Adakah yang menunggu lanjutan ff ini? Di part ini gak ada yang macem2 kok, malah mungkin readers merasa Yoora itu beruntung banget. Eits, tapi inget lho, hidup kita itu gak kayak FF. Apa yang Yoora alamin, belum tentu kita alamin kalau jatuh ke lobang yang sama… Then, Enjoy reading! 😉

Disclaim : -Don’t take any part of this fiction without permission-

Previous Chapters : Chapter 1

  ====================================

Lima batang lilin berwarna-warni menyala di atas sebuah cake coklat berhiaskan buah cerry yang berbaris pada bagian tepinya. Kedua mata Yoogeun tampaknya terhipnotis dengan lidah api yang menari di ujung-ujung lilin ulang tahunnya. Senyum lebar merekah di wajahnya.

Key dan Yoora masing-masing berlutut di sisi kiri dan kanan Yoogeun yang sudah tidak sabar meniup lilin ulang tahunnya yang kelima. Keduanya bertepuk tangan seraya menyanyikan lagu happy birthday. Tepat ketika lagu berakhir, hitungan mundur di mulai. Yoogeun tersenyum semakin lebar sembari mencondongkan tubuh kecilnya ke arah kue ulang tahunnya, lalu meniup seluruh lilin di atasnya hingga menyisakan kepulan asap putih yang perlahan menguap di udara.

Saengil chukahamnida, uri Yoogeun,” ucap Yoora dan Key bersamaan seraya mendaratkan kecupan singkat di kedua pipi tembam Yoogeun—masing-masing pada sisi yang berbeda.

“Yoogeun-ah, ini hadiah dari Appa,” ujar Key sambil memberikan sebuah kotak berukuran besar. Yoogeun segera menyambut hadiah yang diberikan Key dengan riang. Kedua tangannya dengan cepat membuka kado di tangannya. Matanya membulat dan deretan gigi susunya terlihat ketika senyum lebar terukir di bibirnya karena mendapati satu set mainan Power Rangers lengkap dengan monster-monster jahatnya berjejer dari balik plastik mika dalam kotak pembungkus mainan.

“Woah, hadiahnya bagus, Yoogeun-ah,” ucap Yoora ketika matanya turut menangkap hadiah yang diberikan Key, “Sepertinya boneka Pororo yang Eomma berikan tidak bisa dibandingkan dengan itu.”

Yoogeun menoleh ke arah Yoora sambil terus memegangi kotak mainan Power Rangers di tangannya. “Yoogeun suka Pororo,” ucapnya polos.

Tangan Yoora terulur membelai puncak kepala Yoogeun dengan lembut, “Eomma senang kalau Yoogeun suka hadiah dari Eomma.”

Seolah tidak ingin perhatian Yoogeun tersita oleh Yoora seorang, Key tiba-tiba menarik tubuh Yoogeun ke dalam pangkuannya, “Chuae? Appa juga senang Yoogeun jika suka hadiah dari Appa.”

Mata Yoogeun menatap Key yang memangkunya—semula dengan pandangan penuh kepolosan seperti biasa, namun kemudian bertambah serius seolah ada sesuatu yang dipikirkannya. Key menangkap perubahan tatapan itu dengan heran, “Wae? Apa Yoogeun tidak suka hadiah dari Appa?”

Yoogeun menggeleng cepat mendengar pertanyaan Key, “Chua, Yoogeun sangat suka Power Rangers.”

“Lalu mengapa melihat Appa dengan tatapan seperti itu?” tanya Key lembut sambil memutar tubuh Yoogeun menghadapnya.

Sejenak Yoogeun tampak ragu, ia mengerucutkan bibirnya—tampak menimbang-nimbang sesuatu dalam pikirannya yang naif, “Teman sekelasku bilang, Key Appa bukan Appa kandungku. Apa itu benar?”

Yoora sedang memotong kue ulang tahun Yoogeun—untuk dinikmati bersama dengan Yoogeun dan Key—ketika telinganya mendengar pertanyaan Yoogeun dan sontak membuat gerakan tangannya terhenti. Secara refleks pandangan Yoora teralih pada bocah lima tahun yang masih berada dalam pangkuan Key.

Tak berbeda jauh dengan Yoora, Key pun sempat terkejut mendengar kalimat Yoogeun yang tak terduga, hanya saja ia dengan segera mampu menyembunyikan ekspresi terkejutnya dan balas menatap Yoogeun sambil tersenyum tipis, “Key Appa memang bukan Appa kandung Yoogeun, tapi Key Appa tetap adalah Appa Yoogeun. Yoogeun suka Key jadi Appa Yoogeun, kan?”

Yoogeun mengangguk mantap, “Aku sangat suka Key Appa.”

Tangan Key merengkuh tubuh mungil Yoogeun dalam pelukannya, sementara matanya memandang ke arah Yoora yang bergeming dan nampaknya tenggelam dalam pikirannya.

***

Langit malam di penghujung musim semi begitu cerah tak berawan. Nampak bintang-bintang bersinar dengan terang menemani sang purnama agar tak kesepian kala menghiasi hamparan cakrawala yang sangat luas. Udara dingin yang lembab berembus pelan, menggoyangkan pucuk-pucuk daun yang terkait pada ranting pohon di pekarangan rumah.

Yoora menghembuskan nafas pelan, sedangkan matanya tak kunjung berkedip mengamati puluhan bintang kecil yang tertangkap indera penglihatannya. Seseorang mungkin berpikir ia sedang menghitung banyak bintang di langit. Pekerjaan yang rasanya aneh jika dilakukan oleh wanita berusia dua puluh empat tahun sepertinya.

“Untukmu,” ucap Key memecah keheningan malam yang sedang dinikmati Yoora.

“Ah, Key,” gumam Yoora pelan ketika menyadari seseorang telah berdiri di sampingnya dan mengulurkan sebuah gelas berisi susu coklat panas ke arahnya. Yoora menerima gelas itu dengan kedua tangannya, namun alih-alih menyesap permukaan susu coklat yang dapat menghangatkan tubuhnya, kini segelas susu itu nampaknya justru menggantikan posisi bintang-bintang di atas kepalanya—menjadi objek perhatiannya.

“Memikirkan ucapan Yoogeun tadi?” terka Key sembari turut bersandar pada teralis besi balkon lantai dua. Perlahan dinaikkan gelas di tangannya, diteguknya susu coklat panas dalam gelas—yang telah mendingin lebih cepat karena tersentuh udara malam.

Yoora menoleh ke arah Key, namun tetap membisu. Namja itu selalu tahu apa yang dipikirkannya. Mungkin waktu lima tahun memang merupakan waktu yang cukup lama bagi Key untuk mengenal dengan baik dirinya. Ya, lima tahun yang tak dapat kau katakan singkat sekalipun hanya memerlukan jari-jari pada satu tangan untuk menghitungnya dengan tepat.

“Yoogeun sudah cukup besar untuk mulai mempertanyakan hal-hal semacam itu, Yoora-ya,” sambung Key lagi, membuat Yoora sedikit tertegun dan menundukkan kepalanya—kembali memandang gelasnya.

“Kau benar,” gumam Yoora, “Meskipun aku tahu ia sudah cukup besar sekarang, aku tetap terkejut ketika ia menanyakan hal itu. Bahkan aku tak tahu bagaimana harus menjawabnya.”

“Apa kau tidak berniat memberitahunya?” tanya Key.

Yoora kembali menoleh ke arah Key ketika mendengar pertanyaan namja itu. Tiba-tiba saja perasaan tidak mengenakkan mendesak masuk memenuhi rongga dadanya. Ia mengerti dengan jelas maksud pertanyaan Key, namun entah mengapa seluruh isi kepalanya menolak untuk mencerna maksud itu dan memilih diam menunggu Key memperjelas pertanyaannya.

“Soal Appa kandungnya,” lanjut Key, “Apa kau tidak ingin memberitahukannya soal Minho?”

Rangsangan yang diterima telinga Yoora ketika mendengar nama itu kembali disebut sontak membuat tubuhnya menegang. Bola matanya bergetar, sedangkan perasaannya kembali terasa sesak seolah paru-parunya kekurangan supply oksigen.

“Jangan sebut namanya di depanku!” ujar Yoora lantang, tangannya meremas gelas yang dari tadi dipegangnya—seolah itu menjadi suatu cara untuk membantu menahan emosinya yang tiba-tiba saja mencuat. “Kau tahu betapa aku membenci namja itu. Jangan pernah sebut namanya atau mengungkit statusnya. Yoogeun bukan anaknya!”

Yoora segera berbalik dan melangkah masuk ke dalam rumah—meninggalkan Key sendirian di balkon. Diletakkannya dengan kasar gelas berisi susu coklat panas yang tak sempat disesapnya di atas meja dapur. Yoora menyalakan keran air di sebelahnya, membiarkan air mengucur deras tanpa menyentuhnya—hanya memandang aliran air dalam diam, berharap perasaan sesak yang tiba-tiba menyergapnya dapat lenyap bersama aliran air.

Di balkon, Key masih berdiri terpaku sambil menatap ke arah pintu masuk. Sosok Yoora telah lenyap dari pandangannya, namun raut kepedihan yang sempat tersirat di wajah wanita itu—ketika ia menyebut nama seseorang dari masa lalu—masih terbayang jelas dalam pikirannya. Key tersenyum pahit mengingat setiap deretan kata yang keluar dari bibir Yoora.

“Benarkah kau membencinya?” tanya Key lirih seolah berbisik kepada angin di sekelilingnya, “Lima tahun, waktu yang kuhabiskan bersamamu dan menunggumu melupakannya. Jika kau memang membencinya, maka mengapa kau tidak kunjung dapat membalas perasaanku?”

***

Yeoboseyo?” sapa Yoora ketika mengangkat dering panggilan yang masuk ke ponselnya.

Annyeonghaseo, aku Park Hyosun, guru TK Yoogeun. Apakah ini orang tua Yoogeun?” tanya suara di seberang telpon.

Ne, aku Eommanya. Waeyo?”

“Ah, begini, tadi siang Yoogeun terjatuh dari papan seluncuran ketika bermain bersama temannya. Sekarang kami telah membawanya ke rumah sakit umum,” jelas guru TK Yoogeun dengan suara lembut.

Mwo?” Suara Yoora sedikit meninggi karena terkejut, “Aku akan segera ke sana!”

Yoora menutup hubungan telepon setelah mendapat informasi lebih tentang rumah sakit tempat Yoogeun diperiksa saat ini. Sambil membuka pintu taxi yang lewat di depan rumahnya, ia menekan tombol dial ke sebuah nomor yang ia hafal di kepalanya.

“Key,” panggil Yoora ketika ia mendengar sambungan teleponnya di angkat, “Yoogeun, dia…”

***

Lantai marmer rumah sakit yang mengkilat memantulkan bayangan langkah kaki Yoora ketika menyusuri lorong panjang menuju kamar pasien tempat Yoogeun diperiksa. Yoora membuka pintu kamar kelas tiga. Ada enam tempat tidur dalam ruangan itu—masing-masing tiga di setiap sisinya dan hanya dibatasi tirai putih.

Chogiyo,” panggil Yoora sambil menyentuh bahu seorang suster yang sedang berjalan melewatinya—hendak keluar dari ruangan, “Apa di sini ada pasien seorang anak berusia lima tahun yang baru saja masuk?”

Suster tersebut mendengarkan dengan sabar hingga Yoora menyelesaikan pertanyaannya, kemudian tersenyum ramah, “Dia ada di bilik nomor empat,” ujar suster itu seraya melirik bilik paling ujung di sisi kiri kamar.

Khamsahamnida,” ucap Yoora seraya menundukkan sedikit kepalanya, sedetik kemudian kakinya sudah berjalan cepat menuju bilik yang dikatakan suster tadi.

“Untuk sementara tangan kirimu tidak bisa banyak digerakkan, Yoogeun-ah. Tidak perlu cemas, tanganmu akan sembuh dalam satu atau dua minggu,” ucap seorang namja berjubah dokter yang berwarna putih. Ia duduk menghadap tempat tidur Yoogeun—membelakangi Yoora ketika wanita itu menyingkap tirai yang menutupi bilik tempat tidur Yoogeun.

“Yoogeun-ah, gwenchana? Bagaimana kau bisa jatuh?” tanya Yoora dengan cemas ketika melihat anak semata wayangnya yang sedang duduk bersandar pada bantal di atas tempat tidur yang terlalu besar untuknya. Mata Yoora sekejap melirik seorang gadis muda berusia dua puluhan—guru TK Yoogeun yang mungkin meneleponnya tadi—yang tersenyum kepadanya saat ia masuk ke dalam bilik.

Eomma,” panggil Yoogeun, “Kata Euisa (dokter) Ahjussi tanganku hanya terkilir dan akan segera sembuh asal aku tidak banyak gerak,” lanjutnya menjelaskan hal yang baru saja ia dengar tentang keadaannya.

“Woah, Yoogeun-ah sungguh pandai,” ucap dokter yang masih duduk di hadapan Yoogeun, tangan dokter itu mengelus puncak kepala Yoogeun dengan lembut.

“Ah, syukurlah,” ucap Yoora lega.

Dokter yang sejak tadi membelakangi Yoora kini mulai memutar tubuhnya. Tugasnya sudah selesai—memeriksa dan memberitahu keadaan pasien. Yoora berniat mengucapkan terima kasih atas bantuan dokter yang telah memeriksa anaknya, namun kata-kata itu tertahan di bibirnya ketika matanya menangkap seulas wajah yang familiar dalam ingatannya.

Hanya ada satu orang yang Yoora kenal yang memiliki hidung mancung itu, hanya satu namja yang ia tahu memiliki mata teduh yang seolah dapat menyedot dirinya dalam pesona tak terelakkan.

“Yoo…ra?” gumam dokter itu pelan, sinar matanya tak dapat menyembunyikan keterkejutan ketika menyadari yeoja yang berdiri di hadapannya.

Tubuh Yoora menegang. Rasa sesak mendera dadanya—mungkin karena sekejap paru-parunya sempat tidak berfungsi ketika otaknya terlalu sibuk menahan beribu memori yang tiba-tiba saja mencuat dalam kepalanya. Kedua tangan Yoora terkepal di sisi tubuhnya, mencoba menahan dirinya dari emosi yang tak dapat terartikan—entah kecewa, marah, benci, atau bahkan mungkin emosi lain yang ingin ia sangkal ketika matanya kembali menatap wajah tak asing itu, Minho.

“Yoora-ya,” panggil Minho lagi, dengan nada yang masih tetap sama ketika bibir itu mengucapkan nama Yoora—lima tahun lalu.

Bibir Yoora bergetar. Otaknya berusaha mencari kata yang seharusnya ia ucapkan. Mungkin ia harus menyebut nama namja dihadapannya yang akan membuat perasaannya bertambah sesak? Atau kata “khamsahamnida” yang sempat tertahan di ujung tenggorokannya dapat ia ucapkan seolah tak mengenal namja di hadapannya?

Yoora hanya bergeming, sementara Minho tampak larut dalam pikirannya. Namja itu memutar kepalanya, melirik bocah lima tahun yang kini sedang memperhatikan perban di tangan kirinya. Seulas senyum tipis perlahan terukir di bibirnya ketika matanya kembali menangkap wajah polos Yoogeun.

“Dia… apa Yoogeun-ie…”

Tirai di belakang Yoora kembali tersingkap—memutuskan kata-kata Minho sebelum ia menyelesaikan pertanyaannya.

“Yoogeun-ah, gwenchana?” Seseorang kembali datang dan menanyakan pertanyaan yang sama seperti yang ditanyakan Yoora beberapa menit sebelumnya.

“Key Appa!” panggil Yoogeun riang ketika melihat satu lagi orang yang disayanginya datang.

Rahang Minho mengeras ketika telinganya mendengar suara riang bocah lima tahun yang masih di tatapnya dan menyaksikan bagaimana bibir bocah itu tersenyum ceria ketika kata “Appa” meluncur keluar. Minho kembali memutar tubuhnya dan mendapati seorang namja kini berdiri di belakang Yoora dengan tatapan terkejut—kurang-lebih sama sepertinya.

Tidak mungkin ia melupakan anak paling pintar di angkatannya—yang selalu mendapat juara umum dan memenangkan berbagai perlombaan antar sekolah. Ia ingat wajah itu, sekalipun kini kaca mata tebal berbingkai hitam tak lagi bertengger di batang hidungnya. Ia ingat namja itu bernama Key karena Yoora yang sekelas dengannya selalu bercerita bagaimana gadis itu suka bila ditempatkan dalam satu kelompok dengan Key—karena itu berarti tugasnya akan mendapat nilai sempurna.

Minho mengalihkan pandangannya yang sempat terfokus pada sosok Key. Kini matanya justru menatap Yoora yang berada di sebelah Key—seolah tatapan matanya ingin mencari penjelasan tentang kata “Appa” yang baru saja ia dengar dari bocah lima tahun yang ia yakini adalah anaknya, darah dagingnya.

“Baiklah, jika sudah tidak ada pertanyaan, kukira tugasku telah selesai,” ucap Minho pada akhirnya—dengan mata masih memandang ke arah Yoora—ketika yeoja itu tetap bergeming, “Jika ada sesuatu yang dibutuhkan, anda dapat menghubungi suster. Permisi.”

Yoora memberanikan diri menegakkan kepalanya yang sempat tertunduk. Pandangan matanya sedetik bertemu dengan pandangan mata Minho, sebelum namja itu mengalihkannya lebih dulu lalu berjalan melewatinya—keluar dari bilik dan menghilang di balik tirai yang kembali tertutup rapat.

***

Jalja, tidur yang nyenyak dan mimpi indah, sayang, “ucap Yoora seraya mengecup lembut kening Yoogeun yang telah berbaring di tempat tidur. Bed cover bergambar Pororo menutupi tubuhnya hingga ke bagian dada.

Dengan perlahan—agar tak menimbulkan suara yang dapat membuat Yoogeun terbangun, Yoora menutup pintu kamar Yoogeun. Langkah kaki Yoora kemudian berjalan pelan menuju ruang tengah.

“Ia sudah tidur?” tanya Key yang duduk bersandar pada sofa sambil membuka-buka lembaran majalah anak-anak milik Yoogeun. Ia sedang memperhatikan lembar mewarnai yang menjadi salah satu bagian majalah—telah penuh dengan warna-warni crayon yang agak berantakan.

Ne,” jawab Yoora singkat seraya duduk pada salah satu bagian sofa yang berseberangan dengan Key. Mungkin karena moodnya sedang tidak baik sejak bertemu dengan Minho di rumah sakit, ia jadi sedikit malas bicara. Hati kecil Yoora seolah tak rela ketika ia harus bertemu lagi dengan namja yang telah menghancurkan hidupnya, sehingga membuat pikirannya kini terus dipenuhi bayang-bayang namja itu. Ia yakin perasaan cintanya yang buta telah terkubur dalam-dalam. Ia percaya bahwa tak ada perasaan selain amarah dan benci yang ia rasakan ketika berjumpa kembali dengan Minho.

“Tidak menawariku secangkir kopi?” tanya Key sambil melirik ke arah yeoja yang nampaknya sedang sibuk memikirkan sesuatu. Sudah menjadi kebiasaan keduanya, menikmati secangkir kopi atau susu coklat hangat di malam hari—ketika Yoogeun telah terlelap dalam alam mimpinya—kemudian saling berbagi cerita tentang kegiatan mereka hari itu.

“Aku sedang lelah, Key. Kurasa aku ingin tidur lebih cepat,” jawab Yoora, menunjukkan penolakan secara halus.

Arraseo,” ucap Key seraya menutup majalah di tangannya, “Tidurlah, kau butuh istirahat lebih malam ini.”

Yoora membalas kata-kata Key dengan senyuman. Perlahan tubuhnya beranjak bangkit dari sofa, “Gomawo, Key.”

“Untuk membiarkanmu tidur lebih awal?” tanya Key bingung dengan satu alis terangkat karena ia merasa hal itu tak masuk dalam daftar perbuatan yang sepantasnya menerima ucapan terima kasih.

“Karena selalu berada di sisiku selama lima tahun ini,” lanjut Yoora, matanya menatap mata hangat Key dalam.

Key tersenyum lembut. Ia berdiri, berjalan menghampiri Yoora dan memegang kedua pundak yeoja itu, “Kau tahu bahwa aku takkan pernah meninggalkanmu, kecuali kau yang menginginkanku pergi.”

Tangan Yoora terulur lalu melingkar di pinggang Key—memeluk namja itu dengan erat, “Aku tak tahu bagaimana aku dapat menjalani hidupku andai kau tak ada, Key.”

Key balas memeluk Yoora, tangannya terkait dengan erat melingkar pada tubuh yeoja itu. Dikecupnya lembut puncak kepala Yoora. Key yakin yeoja itu hingga kini belum mencintainya, namun bolehkah ia berharap bahwa kehadirannya perlahan telah mampu membuka kembali pintu hati Yoora yang sempat tertutup rapat?

***

Minho memijit pelan keningnya yang terasa penat. Tubuhnya bersandar pada kursi hitam yang telah didudukinya semenjak tiga bulan lalu ia resmi menjadi dokter di rumah sakit ini. Lengan bajunya sedikit terangkat, memperlihatkan jam tangan silver yang melingkar pada pergelangan tangannya. Jarum jam tersebut terus berdetak, berputar pada porosnya dan menunjukkan betapa banyak waktu yang telah terlewati sementara Minho terus bergelut dengan isi kepalanya.

Setelah lima tahun, akhirnya ia bertemu lagi dengan yeoja yang dicintainya. Tak hanya sekedar itu, bahkan ia merasa yakin bahwa bocah lima tahun bernama Yoogeun itu adalah anaknya. Namun mengapa pertemuan yang harusnya dapat membuatnya bahagia hanya bertahan selama beberapa menit? Telinganya masih dapat mengingat bagaimana suara riang Yoogeun menyebutkan kata “Appa” kepada seseorang yang tampaknya telah menggantikan posisinya.

Tangan Minho berhenti memijit pelipisnya ketika ia rasa usahanya sia-sia karena keadaan kepalanya tak kunjung membaik. Tangannya kemudian turun untuk melepaskan kancing kemejanya yang paling atas, lalu menarik keluar sebuah rantai perak yang melingkar di lehernya—yang tersembunyi di balik kemejanya.

Minho menyentuh rantai itu dengan ujung-ujung jarinya, menyusuri gerutan-gerutan halus yang menjadi pola pada rantai itu. Tangannya terhenti ketika sentuhannya kini beralih pada sebuah benda bulat pipih yang terkait pada ujung rantai—sebuah cincin.

[Flashback]

Minho melajukan mobilnya menembus jalanan malam yang sudah mulai sunyi. Dengan satu tangan dipegangnya kemudi, sedang tangan lainnya menyentuh sudut bibirnya yang terkatup rapat. Banyak hal berkecambuk dalam pikirannya, semuanya berasal dari kenyataan bahwa kekasihnya—Yoora—kini tengah mengandung anaknya.

Dengan tatapan yang setengah fokus—sementara setengah sisanya tersedot oleh pikirannya sendiri seolah masih dapat melihat dengan jelas ekspresi wajah Yoora yang terluka—Minho terus melajukan mobilnya dengan pelan di sisi kanan jalan. Bayangan Yoora terus memenuhi pikirannya. Ada rasa bersalah dan penyesalan merasuk dalam batinnya.

Apa kata-katanya tidak terlalu menyakitkan bagi yeoja itu? Apa perbuatannya yang meninggalkan yeoja itu sendirian di rumah sakit tidak terlalu kejam? Batinnya terus bertanya-tanya.

Jauh di dalam lubuk hatinya, Minho sadar ia telah melakukan kesalahan besar. Keegoisan telah menguasai dirinya ketika tadi ia diperhadapkan dengan kenyataan yang tak ingin diterimanya. Mengapa ia bisa menjadi seorang pengecut yang lari dari tanggung jawab?

Yoora sedang mengandung anaknya. Berkali-kali Minho ingin menepis kenyataan itu dari pikirannya, sebanyak itu pula dirinya semakin diyakinkan bahwa saat ini seorang bayi yang merupakan darah dagingnya tengah bertumbuh dalam rahim Yoora. Sebuah nyawa kecil tercipta sebagai hasil hubungan cintanya dengan Yoora.

Cinta? Ya, cinta. Bukankah ia sangat mencintai Yoora?

Minho memejamkan mata sekejap. Dalam benaknya terbayang berbagai kenangan yang telah terlewati selama dua tahun ia berstatus sebagai kekasih Yoora. Ia masih dapat mengingat dengan jelas bahwa jantungnya berdebar cepat ketika pertama kali ia mengatakan kata-kata cinta kepada gadis itu. Hatinya masih dapat merasakan setiap ketenangan dan rasa nyaman ketika mendekap tubuh gadis itu. Dan seluruh saraf dalam tubuhnya seolah menginginkan gadis itu bagai candu. Apakah itu masih belum cukup membuktikan bahwa ia mencintai Yoora? Lalu mengapa ia bisa membuang perasaannya hanya demi sebuah keegoisan?

Mata Minho teralih ketika melihat papan nama toko perhiasan di tepi jalan. Dengan cepat ia memutar kemudi dan memarkirkan mobilnya di depan toko tersebut. Dipandanginya etalase toko perhiasan dari balik kaca mobil selama beberapa saat, sementara batinnya terus bergelut dengan keputusan yang harus diambilnya saat ini.

Minho membulatkan tekadnya. Tangannya dengan sigap membuka pintu mobil dan segera melangkah keluar menuju toko perhiasan yang menyita perhatiannya.

“Annyeonghaseo,” sapa penjaga toko—seorang wanita berusia tiga puluhan, “Ada yang bisa kami bantu, Tuan?”

“Ah, aku..” ujar Minho ragu seraya memandangi deretan cincin yang terpajang dari balik kaca display, “..mencari sebuah cincin.”

“Apakah untuk kekasih anda?” tanya penjaga toko itu lagi.

“Ne,” jawab Minho singkat. Wanita penjaga toko segera membuka laci display dan menyusuri deretan cincin dengan tangannya yang terbungkus sarung tangan putih.

“Cincin seperti apa yang anda inginkan?” tanya wanita penjaga toko itu seraya mengeluarkan dua buah cincin perak ke atas meja display.

“Cincin seperti apa?” tanya Minho bingung sambil mengamati cincin yang dikeluarkan wanita penjaga toko di hadapannya. Kembali berbagai pertanyaan berkecambuk dalam dadanya. Apa yang membuatnya datang ke tempat ini dan berniat membeli sebuah cincin untuk Yoora?

“Apa yang ingin anda sampaikan kepada kekasih anda melalui cincin yang ingin anda berikan?” tanya wanita itu lebih rinci ketika melihat customernya tampak kebingungan.

Minho tertegun sejenak sebelum akhirnya menjawab, “Aku akan selalu mencintainya dan berada di sisinya.”

Wanita penjaga toko tersenyum mendengar jawaban Minho, “Kekasih anda pasti gadis yang beruntung,” ucapnya seraya mengeluarkan sebuah cincin lain ke atas meja display, “Cincin ini baru saja tiba tadi pagi. Designernya seorang berkebangsaan Perancis dan memberi cincin ini arti Mon voeu, c’est que tu sois toujours avec moi, atau dalam bahasa Korea berarti aku berharap kau selalu berada di sisiku.”

Minho memperhatikan dengan seksama cincin yang diperlihatkan wanita penjaga toko kepadanya. Cincin perak berbentuk untaian yang saling terkait dengan jejeran tipis batu permata yang berkilau pada sisi atasnya. Perlahan senyuman terukir di bibirnya. Minho merasa arti dari cincin itu sangat tepat dengan perasaan yang ingin ia sampaikan pada Yoora. Tanpa berpikir dua kali, Minho membeli cincin itu. Ia kini yakin telah mengambil keputusan yang tepat untuk melamar Yoora dan menjaga gadis itu di sisinya—selamanya.

[Flashback END]

“Oh, anda belum pulang, Choi Euisa,” ujar seorang suster yang masuk ke dalam ruangan praktek Minho, sehingga membuyarkan lamunan namja itu.

Mata Minho sekilas melirik jam di tangannya yang telah menunjukkan pukul tujuh malam sebelum menurunkan tangannya dan meletakkannya di atas meja berlapis kaca transparan. Tanpa ia sadari shift jaganya telah berakhir sejak satu jam lalu.

“Belum,” jawabnya singkat, “Mungkin sebentar lagi, Suster Hwang.”

Suster Hwang tersenyum tipis mendengar jawaban Minhoyang terdengar agak lesu, “Euisa tidak enak badan? Pulanglah lebih cepat dan istirahat,” ucap wanita berusia tiga puluhan itu seraya meletakkan tumpukan map berisi daftar pasien yang ditangani Minho hari itu.

Khamsahamnida, tapi aku baik-baik saja,” jawab Minho sembari memperhatikan map-map yang kini tergeletak di mejanya, “Apa ini data pasienku hari ini?”

Ne, aku membawanya agar kau bisa mengeceknya besok pagi, Euisa,” jawab Suster Hwang sambil membereskan tempat tidur dan menyimpan beberapa alat kedokteran ke dalam lemari di salah satu sisi ruangan.

Tangan Minho meraih map paling atas yang daritadi menyita perhatiannya. Dipandanginya map tersebut beberapa saat sebelum rasa penasaran membuatnya membuka bagian dalam map dan memperlihatkan kertas putih berisi data salah satu pasien.

“Jung Yoogeun?” gumam Minho lirih ketika matanya membaca sederet huruf yang menyusun sebuah nama.

Tampaknya ruangan praktek itu cukup sunyi sehingga telinga Suster Hwang dapat mendengar suara Minho, “Ah, itu pasien anak TK yang Euisa tangani tadi siang. Karena tangannya hanya terkilir biasa, kini anak itu sudah pulang bersama orang tuanya,” jelas Suster Hwang yang mengira Minho lupa pada salah satu pasiennya.

Jawaban Suster Hwang mungkin tidak tepat karena nyatanya Minho justru masih mengingat jelas pasiennya yang satu itu, namun perkataan Suster Hwang menambah keyakinan Minho bahwa data yang sekarang berada di tangannya benar adalah data bocah laki-laki berusia lima tahun yang bernama Yoogeun—yang sejak tadi terus dipikirkannya.

Hanya ada satu pertanyaan yang kini menghantui pikirannya, mengapa bocah itu mengambil nama marga Yoora dan bukan Key? Mungkinkah Key bukan ayah Yoogeun? Tentu saja Minho tahu bahwa dirinyalah ayahbiologis Yoogeun. Mungkin akan lebih tepat jika ia bertanya, apakah Yoora ternyata tidak pernah menikah dengan Key seperti yang sempat dipikirkannya?

***

Buku diary itu telah sedikit usang, bagian tepi lembaran kertasnya sedikit menguning termakan usia—menunjukkan bahwa rangkaian cerita yang tertuang di dalamnya telah tertulis sejak lampau. Tangan kurus gadis itu perlahan membuka lembaran demi lembaran, sementara matanya membaca setiap deret kalimat pada setiap halamannya.

Terkadang seulas senyum menghiasi wajahnya, ditemani rona kemerahan yang menyembul di permukaan kulit pipinya. Namun, beberapa kali pula bibir merah mudanya terkatup rapat, bahkan tak jarang lenyap dari pandangan ketika gigi-gigi putihnya mengigit pelan bibir bawahnya.

Diary di tangannya menjadi saksi bisu kisah cinta masa remajanya yang mungkin tak diketahui oleh seorang pun di dunia ini. Bukan salahnya jika ia tumbuh menjadi gadis pendiam yang selalu menyimpan sendiri kisahnya dan hanya bercerita pada lembaran kertas yang menjadi pendengar setianya—tanpa bersuara sekalipun terkadang ia tersenyum atau bahkan terisak karena cerita yang ditulisnya.

Hyosun menutup buku diary yang telah selesai dibacanya. Dipeluknya erat buku kecil itu dalam dekapannya—sedekat mungkin dengan hatinya. Dalam kepalanya terus terbayang wajah namja yang namanya tersebut ratusan bahkan mungkin ribuan kali dalam buku diary-nya. Cinta pertamanya—mungkin ia harus menambahkan kata yang tak terlupakan.

Bagi gadis pendiam sepertinya, bertepuk sebelah tangan menyukai seseorang selama bertahun-tahun bukanlah hal mudah. Ia tak dapat mengungkapkan bagaimana jantungnya berpacu cepat ketika berhadapan dengan namja yang disukainya. Juga tak bisa mengatakan beribu kata yang ingin ia ucapkan namun tertahan hanya karena alasan sederhana—malu.

Hyosun membenarkan letak kaca matanya yang berbingkai putih. Disimpannya kembali diary-nya ke dalam laci, diletakkan di bagian paling dalam seolah takut seseorang akan masuk ke kamarnya dan membaca rahasia yang selama ini di simpannya—bahwa ia pernah menyukai seorang namja, sekali pun namja tersebut tak pernah mengetahui perasaannya.

Direbahkannya tubuh kurusnya ke atas tempat tidur. Wajah namja itu kembali muncul dalam ingatannya—sangat jelas. Pertemuan kembali yang dialaminya tadi siang di rumah sakit telah membuat perasaan yang selama ini terkunci rapat dalam memorinya kembali muncul.

Hyosun tersenyum pahit. Bukan karena ia tak suka bertemu kembali dengan seseorang yang ia sukai, namun kenyataan bahwa namja itu tampaknya telah melupakannya. Walau pun ia sempat berada dalam jarak yang sangat dekat dengan namja itu, berada dalam bilik rumah sakit yang sama selama bermenit-menit, namun sepertinya namja itu tak kunjung mengenalinya. Ia tak menyalahkan namja itu, wajar jika gadis pendiam sepertinya terlupakan seiring berlalunya waktu. Tentunya ketika seseorang beranjak dewasa, ia akan melupakan beberapa orang yang tak penting dalam perjalanan hidupnya, seperti eksistensinya bagi namja itu.

***

Yoora barus saja selesai mencuci semua piring dan peralatan lain bekas makan malamnya bersama Yoogeun ketika bel rumahnya berbunyi.

“Key Appa!” ujar Yoogeun bersemangat, perhatiannya teralih dari layar televisi yang menampilkan film Doraemon dari DVD yang diputarkan Yoora untuknya setelah makan malam—untuk membuat bocah itu duduk tenang selama Yoora membereskan meja makan dan mencuci perabot dapur.

Yoora melepaskan sarung tangan karet merah jambu yang dikenakannya. Disampirkannya sarung tangan karet yang masih basah itu pada pipa besi keran air.

Ne, sebentar,” seru Yoora seraya berjalan cepat ke arah pintu depan. Matanya sempat melirik jam dinding yang menunjukkan pukul tujuh tiga puluh malam. Tampaknya agenda rapat yang dikatakan Key kemarin memakan waktu lebih lama.

Yoora tersenyum tipis mengingat betapa perhatiannya namja itu pada dirinya dan Yoogeun. Ia dapat mengerti jika Key lelah dengan pekerjaannya di kantor dan memutuskan untuk pulang ke rumahnya tanpa menjenguknya dan Yoogeun. Nyatanya, selelah apa pun namja itu, ia selalu datang setiap malam hanya sekedar menemani Yoogeun bermain atau menonton televisi, serta mendengarkan keluh-kesah Yoora ketika menceritakan ulah nakal Yoogeun hari itu. Key baru beranjak pulang ketika Yoogeun telah terlelap dan Yoora terlalu mengantuk untuk melanjutkan obrolan keduanya.

Tangan kanan Yoora menarik handle pintu. Seorang namja telah berdiri menanti di balik pintu. Bukan Key yang berdiri di hadapannya saat ini—karena ia perlu mengangkat kepalanya jauh lebih tinggi untuk melihat wajah seseorang di depannya. Namja itu lebih tinggi dari Key, dengan perawakan yang lebih besar dan dada yang tegap.

“Mau apa kau ke sini?” tanya Yoora sinis sambil menatap tajam ke arah Minho—seseorang yang sebelumnya ia pikir adalah Key, sehingga ia membukakan pintu masuk. Mungkin jika ia tahu namja itulah yang berdiri di balik pintu, Yoora takkan membuka pintu yang menjadi pembatas mereka.

“Yoora-ya,” panggil Minho dengan tatapan penuh kerinduan, ia bahkan tak peduli pada perkataan sinis wanita itu dan tatapan tajam yang dilayangkan ke arahnya.

Nafas Yoora tercekat mendengar Minho kembali menyebutkan namanya, begitu akrab, begitu intim seolah hubungan mereka masih sama seperti lima tahun lalu—sebelum Minho meninggalkannya yang tengah mengandung Yoogeun.

Jeongmal mianhae, Yoora-ya. Aku tahu kesalahan yang kulakukan mungkin tak termaafkan, tapi…”

“Cukup!” potong Yoora setengah berteriak, “Pergilah, jangan pernah menemuiku lagi. Bukankah itu yang dulu kau lakukan? Pergi meninggalkanku. Jadi kuharap kau jangan kembali lagi.”

Jaebal, dengarkan penjelasanku,” papar Minho, “Lima tahun lalu, aku menyesal atas apa yang kukatakan kepadamu, menyesal akan keegoisanku, menyesal karena telah menyakitimu.”

“Menyesal?” Yoora tersenyum pahit. “Baiklah, Tuan Choi, kuterima penyesalanmu, tapi jangan harap penyesalanmu dapat mengubah keadaan,” ucapnya dingin, tangannya bergetar di balik pintu. Seolah tidak ingin mendengar terlalu banyak hal yang menguak lukanya, Yoora berusaha menutup kembali pintu.

Cha… Chakkaman,” seru Minho ketika daun pintu mulai bergerak menutup, tangannya segera menahan pintu yang didorong dari dalam, “Ijinkan aku bertemu anakku.”

Emosi Yoora tiba-tiba saja meluap ketika Minho menyebutkan status Yoogeun sebagai anaknya. Ditatapnya mata Minho tajam—penuh kemarahan dan kebencian, “Jangan sebut dia anakmu!”

Eomma,” panggil sebuah suara dari balik punggung Yoora. Nampaknya film Doraemon yang ditonton Yoogeun sejak selesai makan malam telah habis dan ia terlalu tidak sabar menunggu Yoora kembali untuk membacakan cerita dongeng sebelum tidur untuknya.

Bahu Yoora bergidik ketika telinganya menangkap panggilan dari suara yang familiar. Ditolehkannya kepalanya ke arah bocah lima tahun yang kini berjalan mendekat ke arahnya.

“Yoogeun-ah,” panggil Minho dengan senyum merekah ketika melihat buah hatinya.

“Berhenti di situ, Yoogeun-ah. Masuk. Kembali ke dalam,” perintah Yoora sebelum Yoogeun benar-benar mendekat kepadanya—dan juga Minho.

Yoogeun menghentikan langkah kakinya. Ia adalah anak yang penurut, sehingga tanpa banyak protes ia hendak berbalik dan masuk ke dalam seperti yang diperintahkan ibunya andai saja kedua matanya tidak menangkap sosok Minho yang berdiri berhadapan dengan Yoora.

Euisa Ahjussi,” panggil Yoogeun sambil tersenyum.

“Yoogeun, masuk ke dalam!” perintah Yoora lebih tegas ketika bocah itu tak segera menuruti perintahnya.

“Kau tidak boleh membentaknya seperti itu, Yoora-ya. Ia masih kecil,” ujar Minho ketika melihat Yoora terus membentak Yoogeun dengan penuh emosi, walaupun ia tahu tujuan Yoora yang tak ingin ia bertemu dengan anaknya.

“Ia anakku dan aku berhak memberikan perintah apa pun padanya,” balas Yoora dengan mata melirik tajam pada Minho.

“Dan ia juga anakku sehingga kau harusnya tidak menghalangiku bertemu dengannya,” timpal Minho membuat Yoora hampir tak mempercayai telinganya. Bagaimana mungkin namja itu menuntut statusnya sebagai ayah Yoogeun setelah lima tahun lalu ia membuang dirinya yang tengah mengandung dan memilih pergi ke Amerika—lari dari tanggung jawab.

Dari balik punggung Yoora, Yoogeun terus memperhatikan pertengkaran dua orang dewasa di hadapannya. Pikirannya terlalu naif untuk mengerti arti perdebatan yang disaksikannya. Namun ketika Yoogeun mendengar Minho memanggilnya sebagai anaknya, Yoogeun tersentak hingga jantungnya berdebar cepat meskipun ia tidak sedang menonton film Power Rangers yang melawan monster jahat atau main ayunan di taman yang melempar tubuhnya tinggi ke udara.

“Aku Appanya, Yoora-ya. Sekali pun kau membenciku, kau tidak bisa menghalangiku untuk menyayanginya karena dia adalah anakku,” lanjut Minho sebelum sebuah tamparan mendarat di pipinya.

“Sudah terlambat, Minho-ya. Jangan katakan kau menyayanginya sedangkan lima tahun lalu kau bahkan tak menginginkannya,” ujar Yoora dingin dengan air mata yang mulai mendesak keluar ke pelupuk matanya.

Tamparan di pipi Minho mungkin cukup keras untuk membuat kulitnya terasa panas, namun bukan itu alasan yang membuatnya bergeming ketika Yoora akhirnya menutup pintu rumahnya dan membuatnya berdiri sendirian di luar. Kata-kata terakhir yang diucapkan Yoora terus terngiang ditelinganya.

‘…lima tahun lalu kau bahkan tak menginginkannya.’

Yoora tak sepenuhnya salah. Yoora memang tidak pernah tahu betapa ia menyesal dan begitu mencintai wanita itu—lima tahun lalu. Yoora tak pernah tahu bahwa ia selalu mendambakan sebuah keluarga bersama wanita itu, bahwa ia menginginkan wanita itu juga anak yang lahir dari hasil perbuatan cinta mereka.

Bahkan jika pada akhirnya ia memutuskan kembali ke Korea, itu semua ia lakukan karena separuh dirinya masih berharap agar takdir yang mempermainkannya lima tahun lalu akan mempertemukannya kembali dengan wanita yang dicintainya. Namun, ketika harapannya itu terwujud, mengapa rasanya begitu sulit baginya untuk mendapatkan kembali apa yang pernah terenggut darinya?

-TBC-

Author’s Note:

Yeay, kelar. *tarik nafas, elus dada, peluk Minho* #eh? Buat Lumie yang pemales ini, susah banget lho memotivasi diri untuk ngetik FF *digetok*, tapi ketika kemaren ngeliat komen2 yang masuk di Part 1, Lumie seneng deh, dan akhirnya berusaha ngetik Part 2 ini sampai kelar (walaupun sedikit lebih pendek) supaya gak ngecewain readers yang udah mau baca FF Lumie. Ok, di Part 2 ini, mumpung ada kesempatan, Lumie mau says thanks to DK Eonni yang berkontribusi besar dalam memberikan semangat ke Lumie untuk ngetik FF dan jadi author kaki lima lagi. Padahal Lumie berkali-kali sempet yakin untuk berhenti jadi author, lho. *peluk eonni, sodorin Taemin*

Setelah post FF ini, Lumie akan pergi ke luar kota, lebih tepatnya sih pulang ke rumah karena selama ini Lumie ngekost di kota lain demi menuntut ilmu di bangku kuliah. So, karena PC Lumie ada di kost, dan Laptop Lumie tombol . (titik)nya rusak jadi pasti susah ngetik, ditambah dede Lumie pelit banget klo mau pinjem PCnya, jadi kemungkinan besar Part 3 FF ini baru akan dibikin kalau Lumie udah balik ke kost. Eits, tapi karena bulan Januari ini Lumie bakal sibuk ngurusin proposal skripsi, mungkin akhir Januari baru bisa post lanjutan FF ini. Gak apa2 yah? Semoga masih ada yang mau nungguin lanjutan FF ini *ngarep, doa bareng Minho sama Key*

Udah, ah, Lumie ngomong kepanjangan, kelebaran, untung gak ketinggian *amin, jangan sampai jadi sombong karena orang sombong itu kalau jatoh pantatnya duluan* #eh? Ok, gak nyambung. See ya 😉

©2011 SF3SI, Freelance Author.

Officially written by ME, claimed with MY signature. Registered and protected.

This FF/Post legally claim to be owned by SF3SI, licensed under Creative Commons Attribution-NonCommercial-NoDerivs 3.0 Unported License. Permissions beyond the scope of this license may be available at SHINee World Fiction

Please keep support our blog, and please read the page on top to know more about this blog. JJANG!

76 thoughts on “The Blue in You – Part 2”

  1. kasihan yoora.. Kasihan key.. Kasihan yoogeun.. Kasihan hyosun.. Juga kasihan minho..
    Intinya ni FF memelas bgt..
    Haha.. Just kidding lumie-ssi..
    Aku suka kq.. Feel-nya dapet..
    Next ku tunggu ya..

  2. Ffnya jjang! Bikin penasaran hoho 😮 Jadi bingung mau mihak key atau minho 😮 *duaduanya aja wkwk
    keep writing author! Fighting! ^^

  3. Kirain nikah sm key, engga yaa ternyata..
    Kalo akhirny yg dplih minho, kasian key nyaaa…
    5taon lebih nunggu nyaa..

  4. Lumie-ssi, siapa itu Hyosun? ini part yg bikin galau.. Jadi Key sama Yoora gak nikah toh… Lumie-ssi, walaupun lama ditunnggu kok lanjutannya 🙂 Hwaiting…! 😉

    1. hyosun? errrr.. masih rahasia.. dia itu kakak sepupu cucu eyang kakung pamannya author.. *eh?*
      makasih kalau mau nunggu lanjutannya.. aku usahain gak lama2 yah.. 😉

  5. Whoaaa,trnya Key ama Yoora belum married.kesempatan trbuka lebar noh buat Menong,lanjut ASAP author ssi ^^

  6. Annyeooong, Lumie-ya…
    Hoaaaah, akhirnya bs komen juga!

    Eonni kejebak!, ternyata Key gak nikah sm yoora! baru ngeh kalo marganya Yoogeun itu ‘Jung’. Eonni rasa si Yoora sebenernya msh ada feeling sm Minong, tapi ngakunya benci, padahal kan bedanya cinta sm benci itu tipis ya?. ato mungkin si Yoora gak nerima Key gara2 trauma masa lalu? tp mungkin jg dia juga nantinya gak bakal nerima Minho lg. Aaah, semuanya serba mungkin! hanya Lumie yg tau endingnya begimana#iyalah, secara authornya gt
    kkk~

    and about Hyosun, yg dia maksud ketemu di RS itu kyknya si Key deh#nebak lagi

    Baca TBIY itu berasa Lumie ngajak main tebak2an deh, hhaha

    Tenang, Eonni gak bakal maksa kog part 3 cepet2 publish. paham lah ya gmn ribetnya Skripsi. apalagi kalo Dosbingnya jual mahal, beuuh, bikin kurus! haha

    lumie-ya, Hwaiting!

    1. DK eonni… hahaha.. kejebak? horeeee 😆
      wah wah, masa sih? aku gak main tebak2an kok eon 😉
      amin, semoga bisa cepet dibuat yah part 3nya.. dosbingku sih belom tau siapa.. soalnya masih dalam rangka bikin proposal.. hahaha..

  7. Ah… Ternyata eh ternyata Key gag married ma Yoora?
    Oh tidak #mendramtisir
    kenapa minho cpt banget balik? Hahhhh, pdahal aku pengen liat key asyik2an ma yoora dulu (?) #plakkk

    bagus banget eonnie, yah walopun emamng pendek nih.
    Hiks… Musti nunggu lama kelanjtanya T.T

    1. iya.. mereka gak merit.. hahahaa… huuhh, emang agak pendek.. part sebelumnya sampe 19 halaman, yg ini cuma 16 klo gak salah.. 🙂
      semoga bisa cepet lanjut yah.. doakan saja.. 😉

  8. oh.. aku hampir lupa klo aku bc ff ini.. hehehe

    … tapi Key Appa tetap adalah Appa Yoogeun…..
    itu kurang efektif 🙂
    jd pilih salah satu, mau “key appa adalah appa yoogeun” atau “key appa tetap appa yoogeun”

    …. kecuali kau yang menginginkanku pergi.” — aduuuh…. nyesek ya kalimat ini..

    oh.. yg “anda” … pake huruf kapital “Anda”

    hyosun… cinta pertamanya… key? ato minho? eh feelingku si key deh kyknya /sok yakin/

    baru ngeh aku klo hyosun itu guru TK yoogeun.. hahaha

    kirain udh nikah.. trnyata blm, pantes aj.. plg gak klo udh nikah, key n yoora punya ank lagi *aku mikir apa sih -.-*

    bnr jg tuh kata yoora, ngapain dtg2 mengharapkan apa itu si mino… tp 5 thun lalu gak kepengen gtu /kesel sendiri/

    klo gak sm yoora, hyosun sm key aj.. ato key sama aku… hahaha

    ditunggu lanjutannya
    klo tombol keyboard laptop rusak, ple ada on-screen keyboard.. hahaha

    1. wah, makasih koreksinya… iya gak efektif pke tetap dan adalah secara bersamaan, nanti coba aku pertimbangkan lagi mau pke yang mana.. mungkin enakan pke tetap aja supaya lebih dapet inti kalimatnya 🙂
      kemaren emang buru2 meriksa typonya.. soalnya waktuku cuma satu hari sebelom berangkat ke luar kota.. hehehe.. barusan ngecek lagi juga banyak typo gak pke spasi lah, kata asing gak di italic lah.. wah wah.. kayaknya aku harus periksa ulang tulisan di part ini nanti begitu ada waktu 😉
      hyosun sama siapa yaaaa?? errrr… lihat nanti yahh.. hehehe.. klo screen keyboard itu khan repot harus d klik gak bisa ngetik cepet deh.. -_-

  9. Ah ya, diterima dengan senang hati sodoran Taeminnya(?), walo masih up down gini mood Eonni kalo keinget dia, hiks, TaeStall moment di akhir 2012 kmrn bikin Eonni, errr, gmn ya? ya gitu deh pokoknya.

    peluk balik Lumie… {__}

  10. daebaaak~ as expected eon! aku udah nebak sih kalo dokternya itu pasti abang minong. dan key… omo~ dia sampai segitunya ya suka sama yoora, teteup ditungguin 5thn loh.-.

    ah aku msh penasaran sm alasan minho ke us nih, dia kan nyeselnya malah sblm brngkt ke sana, tapi kok malah tetep brngkt? knp gak dibatalin trs lgsg ngelamar yoora coba? atau dia gak mau kecewain ortunya? tapi kan bisa ngomong dulu ke yooraaaa *reader bnyk cincong._.v*

    hah! gondok jg nih disini sm abang minong… bener katanya yoora, 5thn yg lalu minho kesannya membuang mrk dan skrg datang ngomong ksh sayang lah, apalah. kemana aja bang selama 5thn ini? esmosssi aku eon 👿

    hyosun? dia ini guru TK yoogeun ya eon? pasti cinta pertama dia key nih *sok tau* tapi bisa jadi minho jg sih. ah tapi feelingku key!

    well, aku nungguin part 3 deh eon 😀

    1. uhmmm, nanti yah jawaban kenapa minho tetep ke US bakal dipaparin di part selanjutnya.. ditunggu aja 😉
      wah wah.. key apa bukan yah? nanti dijawab di part lanjutannya juga.. 🙂

    1. kenapa?? padahal dr readers yang nebak2 kadang aku dapet plot tambahan lho buat ceritanya.. hehehehe.. makasih udah baca dan komen.. ne, semangat~ 😉

  11. Hoaa jujur aku baca langsung part 2 nya ehh.. Suka juga trnyata XD /langsung ubek cari part 1 nya/

    Lumie sshi~ aku tunggu y FF nya howaaa~ ngarepppp udaahh yoora ama minho balik ajah,, biar saiah (?) Sama key, oy Hyoseun siapa/plakk

  12. What? skg minho maksa2 buat balik sama Yoora?? Heiiii se-enaknya aja *duh kebawa emosi ^^
    Wah asiiiknya punya appa kandung sma appa tiri kyk Minho Key hhe
    aku lebih setuju kalo Yoora memilih Key hehe

    suka sama karakter Key disini… miris deh liat Key dgn sabar n setianya menunggu selama 5 tahun demi cintanya dibalas sama Yoora. Wow so sweet 🙂 🙂
    dibutuhkan kerja keras bwt Key nih, apalagi Minho udh balik dan siap merebut Yoora kembali.
    Hyosun? siapa namja yg jadi cinta pertamanya ya? Key kah?

    part 3, secepatnya ya~ ^^
    keep on writing. Fighting!!

  13. Haduh, Lumie. Nyesek banget lah part ini, meskipun aku ga ngalamin kaya Yoora, tpi sedih ajh gtu yah hrus jatuh sndiri, berusaha keras nglupain Minho, trus tau2 Minho dateng lagi seolah ga terjadi apa2. Ah! Damn! malah pengen nonjok Minho *jduuugghhh*
    Apa pun yang terjdi lima tahun yg lalu, ga seharusnya Minho ninggalin Yoora, apa pun alesannya. titik! *emosi berat*
    Yoora-nya jgn goyah lagi dong, ksian Key. masa penantian lima tahun gugur lagi?
    terus, terus, namja yang disukain Hyosun itu Key yah?
    Ah! wktu scene Hyosun baca diary-nya dn inget masa2 dia jatuh cinta sma namja yang bahkan mungkin ga anggep dia penting, aku berasa “Ya Tuhan! gw banget!” .hha. *plaakkk* *ga penting*

    oKEY deh, komenku kepanjangan. Semoga pas part 3 muncul aku blm nikah sma Key deh yaaa.kekekek. ^^~ Keep on writing yaa, Fighting ^^9

    1. hehehe, makasih euncha udah baca dan komen.. aduh minho jangan ditonjok dong.. 😦 wah wah, berasa senasib yah sama hyosun? aku juga kok pernah bertepuk sebelah tangan gtu.. *malah curcol* 😆
      amin, semoga kamu belom nikah sama key, soalnya aku mau nikah duluan sama minho.. 😆

  14. oh ya ampun kukira key nikah ama yoora. ternyata enggak? aigoo uri kibum kasihan sekali #usap2 kepala key #lockets ngamuk
    key hebat bgt, dia cuma menjadi ayah… ayah apa namanya kl gini? ayah tiri jg bkn. ayah gadungan! 😀 #lockets makin ngamuk

    ah.. ternyata guru tk yoogeun suka ama key ya? nih tebak2 minho balik ama yoora, dan key ama tuh guru. kerenkan udh bisa tebak akhirnya aku, maklum anak dukun #plak

    what?! nunggu ampe akhir januari author? yah keburu karatan ntar kekeke. yah jgn lama2 author, aku nunggu2 nih ff tau. kasihanilah aku, kasihanilah para readers #kyk pengemis -.-”

    tp ttp aku tunggu deh. fighting!

    1. uhhmmmm, tebakannya bener gak yah.. hahahaha.. aku gak bisa ngomongnya deh.. 😆
      mau gak mau nunggu sampai akhir anuari yah.. semoga gak kelamaan.. makasih untuk komennya 😉

  15. aaaa…kirain si kibum ama yoora dah nikah dan hidup bersama selamanya *?*
    trnyataa~~
    aduuh, feel gregetnya dapet.. nyambi blajar nulis deh. haha..

    waah, banyak plot hole ya di sini..
    kudu lanjut ni maah..
    tpi smangat buat kita bedua ya kak..smoga cpat kelar proposal skripsinya (aamiiin!!!)

    1. hehehehee.. sengaja banyak yang belom d ungkap buat cadangan plot di part selanjutnya..
      makasih untuk supportnya, semangka buat kita bedua 😉

  16. huaaaah… akhirnya di part ini minhonya muncul lagi..
    aku udah yakin banget pas yoogeun nya di bawa ke RS dan yg jadi dokternya itu minho wkwk,, sempet kaget kalo ternyata si key itu ga married sama yoora nya. padahal pas di part 1 yg pas key nya bilang mau tanggung jawab itu tuh aku yakin bgt kalo dia mau nikahin si yoora nya, eeeeeeh… gak taunya malahan ga nikah sama key nya hahaha… tapi aku lbh setuju kalo yoora sama minho hahahaha..

    pokoknya ditunggu bgt lah kelanjutannya dari part yang ini, mudah2an di post dalam waktu dekat ini, amin.. author jjang (y)

    1. hehehehee, iyaa belom nikah.. nanti dijelasin yah di part selanjutnya apa yang terjadi setelahnya.. 🙂
      sippphhh, ditunggu yah.. begitu ada waktu aku akan langsung bikin lanjutannya 😉

  17. tuh kan bener kan!!! minho nya pasti ada sesuatu!
    lumie eonni (boleh kan panggil eonni?).. lanjut terus yaa!!! aku setia menunggu di sini sembari menahan kerinduan di hati #eaaaa (lumie onnie muncul : neo nuguya??) <— apa sih ini?
    semoga proposal & skripsi eonni lancar yaaa biar bisa sukses dan lanjut bikin ff hehehe
    pokoknya TOP deh (y)
    key sm yoora kan ga ada ikatan, padahal udah sebegitunya key ngejaga yoora, trs tiba2 minho muncul dan kemungkinan bakal sm yoora lg pasti ada, trs nanti key nya gimanaa???
    oppa sm aku aja eaa *lirikkey* *dibakarlockets*
    oke cukup sekian, maaf eon kepanjangan komennya ehehehe.. pokoknya, HWAITING!!!

  18. minho itu…sesuatu… :\
    jadi yoora sm key itu gk nikah? ok, saya sedikit lupa cerita sebelumnya -_-
    hyosun siapa ya?
    kasihan key~

    1. iya gak nikah, emang gak ada penjelasan mereka nikah d part sebelumnya.. key cuma jadi appa angkat yoogeun.. hyosun? d sni baru d ksi tau dia guru TK yoogeun, lebih jauh lagi nanti diksi tau di part selanjutnya.. 🙂

  19. minho jahat! yoora kasian! key baik banget! aaah ff ini bagus kaleeee, seru:D kalo yoora balik lagi sama minho, key gimana kabarnyaaa:( lanjutanya ku tunggu ya thor, fighting untuk lanjutannya!:)

  20. eonieeee… bukannya kalo kata suruh itu harus berakhir dengan tanda seru yah? (!)
    misalkan pas yora suruh yogeun masuk atau pas yora usir minho.
    trus kata yang memiliki tekanan juga, msalkan marah. yah pokoknya gitu.
    itu sih menurut apa yang aku baca di kamus bhs indo.

    oh iya…. maksudnya di part pertama key bilang masalah ‘tanggung jawab’ klo nggak nikah apa yang dimaksud? nggak ngerti deh!
    selebihnya kasiahan sama key…..author bikin miris hatiku nih!

    1. eh, gitu yah? tapi klo nadanya pelan/gak pke nada memerintah perlu tanda seru juga? aku ksi tanda titik supaya gak kliatan kayak membentak atau lantang, soalnya ngomongnya pelan2 kayak nahan emosi gtu.. nanti coba aku cari info yah.. aku gak pernah baca cara nulis secara resmi, selama ini belajar dari baca2 ff orang yg udah lebih pro.. mwahahaha.. 😆
      makasih yah untuk komen dan infonya.. jangan miris dong, nanti yang kamu gak ngerti itu bakal dijelasin kok di part lanjutannya.. 😉

      1. maaf eonnie nggak ada nama aku di atas.

        ralat eon.. itu bukan nada memerintah… tapi kata perintah. jadi selama itu kata-kata yang digunakan untuk memerintah, mau itu bernada lembut atau pun kasar tetep harus pake selama itu untuk menyuruh gitu. yah, pekein aja eonn di belakangnya kalimat penjelasan emosi, misal ‘dengan emosi tertahan dan sbg’. kayaknya itu malah lebih mudah dipahami deh…#pendapat aku sendiri loh!

        1. oh.. arra.. arra.. sippphhh… nanti aku coba praktekin cara nulisnya.. jadi tetep harus pke tanda seru tapi dikasih penjelasan lagi yah.. gomawo buat infonya… 😉

  21. Hwaaaa….baca kebut nih dari part 1 s/d 2, ceritanya menarik sangat, dapat feel nya eon…

    seruuuuuuuuuuuuuuuuuu…banget deh ceritanya, seriusan, gk boong loh ^^

    ditunggu next partnya ya eon?? yah, walaupun masih lama, tapi gk apa deh aku pasti setia nunggu ff ini..

    semangat Eon buat skripsinya..!!! *SKSD* hehehe… ^^v

    1. hehehe, thanks udah mau baca kebut dan ninggalin komen.. 🙂
      wah, makasih deh kalau suka sama ceritanya dan mau nungguin.. makasih juga buat dukungan buat skripsiku, dear.. 😉

  22. Unnie kereeeeen!!!! x3 aku suka banget beneran!!! Aku udah nunggu FF ini sejak lama wkwkwk.
    Unnie, tapi aku pengennya Yoora tetep sama Key. Sama key ya? Sama key ya? Plisss… #plak #maksa
    Keep writing unn!!!^^

    1. aku emang keren!!! #eh? tp bener kan, kamu muji aku yang keren.. :p
      sama key gak yaaaaa… baca aja lanjutannya ya nanti.. part 3 udah ada.. 😉

  23. waw.. Aku suka bgt ma yang namanya MinKey rival

    Mereka tu cocok bgt kalau dijadiin saingan kya gini. Bukan maksud ngedoain biar mereka musuhan, cuma mereka emang sama-sama sempurna*ceileehh * Jadi akunya suka..hheee

    Q dah baca part 1 and that’s mean aku mo ngebut di part 3.. Hwaiting semoga ga mengecewakan

  24. alurnya cepet” bgt. . . .
    Tau tau udh ketemu minho..
    Mana yoogeun pake acara nguping u,u kan jd ketauan

  25. Lumie…, sepanjang Minho nyebut Yoogeu anaknya,
    dan memaksa Yoora untuk ketemu Yoogeun dan memaafkannya
    dada eon sesek banget…!!! Jengkel akut!!!!!

    Biarin!!!! walaupun ada flashback yg jelasin bhwa Minho sbnernya
    mau balik lg dan menikahi Yoora 5th lalu, tp toh, tetep aja dia
    gak ngelakuin itu…. Emang, sih, flashbacknya eon yakin lom kelarrr…
    Tapi eon udah keburu dongkol ma Minho….

    Yoora, usir aja, Minho… Jangan buat hal ini mudah buat dia!!!!
    Enak aja!!! Udah ninggalin 5th, amu maen balik aja n minta diakui…
    Tendang ke Segitiga bermuda… #semangat revenge ala film “Kill Bill”

    Kalo aku simpulin, Key-Yoora emg gk pernah nikah, ya…
    Tuh, Key pulang k rumahnya sendiri… Kesian Key….
    Tuh Hyosun siapa, yah? Aku tau dia guru TKnya Yoogeun
    Tapi aku gak ngeh…. Dia suka ma Minho atau Key?

    Mudah2an Minho, trus bedua aja, tuh mereka…
    Yoora sama Key… Key jauh lbh baik dr MInho….

    Lumie feelnya dapet loh, disini…
    Eon bener2 gregetan ma Minho…. bikin emosi…

    Lanjut, yah….

    1. waduuuhh 😯 sabar, kak.. 😆 minho emang gemesin banget ya? tp jangan ditendang ke segitiga bermuda dong.. tendang ke rumahku aja sini.. 😆
      makasih ya udah baca kak.. silahkan dilanjutkan, enjoy 😉

  26. Aku berharap akhr cerita inio berbeda. Jgn sprti kbnyaklan crta, slalu aja akhirnya ke namja awal, ga ke hero nya..*harapansih..p:
    key! Key!

Leave a reply to Lumina Cancel reply