The Silent Touch of Marriage – Part 8
Author: Chanchan a.k.a Chandra Shinoda (chandrashinoda)
Main Cast:
- Kim Hyora (covered by Jessica (SNSD))
- Kim Jonghyun
- Kim Kibum (Key)
- Kim Yong Sang
Beta reader: Tulasi Krisna Maharani
Support cast:
- Other SHINee members
- Kim Hyunri
Length: Sequel
Genre: Family, friendship, romance, sad
Rating: NC-17 (warning!)
Disclaimer: I don’t own all SHINee members, they are God’s. They belong to themselves and SM Entertainment. I’m just the owner of the story.
***
Happy reading, maaf kalau banyak typo :p
***
Jika kali ini aku masih punya daya untuk berbicara
Maka kali inilah puncaknya
Pertaruhan kata menyerah, bertahan, dan mengambil keputusan
Membiarkan semuanya mengalir apa adanya
Yang hancur kembalilah pada pertiwi
Dan yang membangun dukunglah dengan sigap menuju langit
Semua sayatan luka ini ibarat gelas kaca yang telah pecah
Kuat hati ingin menyatukan, namun selamanyanya akan tetap cacat…
-Kim Jonghyun-
***
Jonghyun melepaskan ponsel yang menempel di telinganya. Ia meletakkan benda itu pada sudut meja di samping sofa. Sudut matanya bergerak, menatap puncak kepala Yong Sang. Gadis kecil itu tertunduk, menunggu sang ayah selesai menelepon dengan tenang. Menyadari Jonghyun telah selesai dengan pekerjaannya, Yong Sang mengangkat kepalanya, menatap Jonghyun penuh tanda tanya.
“Ada apa, Appa?”
Jonghyun menghela nafas panjang. Ia mungkin saja pergi ke pusat kota Seoul dan menjadi saksi ahli sesuai perintah atasannya, namun bagaimana dengan Yong Sang? Ia tak mungkin membawa gadis kecil itu bersamanya. Di sisi lain Ia bisa saja mengajaknya menginap di hotel di dekat pengadilan, namun ia tak mungkin meninggalkan anak sekecil itu sendirian di kamar hotel saat persidangan berlangsung.
“Appa harus pergi, Yong Sang-ah,” jawab Jonghyun singkat.
“Ne?” kedua mata Yong Sang membulat, air mata kembali menggenang di kelopak matanya. Dalam pikirannya terlintas, jika Jonghyun pergi maka ia akan sendirian.
“Appa harus menghadiri sebuah persidangan, jadi appa harus pergi selama beberapa hari ke depan.” Jonghyun berpikir sejenak hingga bayangan seseorang yang ia percaya muncul di benaknya. “Kau akan appa titipkan di rumah Taeyeon selama beberapa hari.” Jelas Jonghyun dengan perasaan tak karuan. Sangat berat baginya meninggalkan Yong Sang, namun sebagai pribadi yang professional ia harus mendahuluhkan kepentingan umum di atas segalanya.
“Beberapa hari itu berapa lama? Jadi aku akan sendirian?” Tanya Yong Sang lagi, mulai terisak. Sakit kepala akibat panas tubuhnya sudah tak bisa ia rasakan lagi. Membayangkan kedua orangtuanya meninggalkannya membuatnya jauh lebih tertekan.
“Tiga hari.” Ucap Jonghyun sambil mengusap puncak kepala Yong Sang. “Kau tidak sendirian. Taeyeon akan menjagamu. Dia baik, kan?”
Sejujurnya Yong Sang tak sepenuhnya mengetahui apa yang dikatakan Jonghyun. Ia sama sekali tak membantah tentang apa yang dikatakan Jonghyun mengenai Taeyeon. Benar, Taeyeon adalah wanita yang yang baik, lembut, penyayang, dan cantik. Kemudian persidangan? Apa itu? kata itu sama sekali tak ada dalam kamus di otaknya.
Yong Sang belum memberi jawaban. Ia menatap Jonghyun penuh arti. Ia tak tahu pasti apa yang ada di pikiran Jonghyun, namun ia bisa merasakan bahwa laki-laki itu menopang beban yang sangat berat di pundaknya. Penuh luka, kesedihan, dan kekecewaan. Mendadak nama Kim Kibum terlintas di memorinya. Nama orang itu beberapa kali disebutkan Jonghyun dan Hyora ketika mereka bertengkar, dan jika tidak salah ingat ia pernah melihat laki-laki itu ketika menjemput ibunya. Entah apa yang mendorongnya ia ingin menemui laki-laki itu. Jika selama tiga hari ini ia dititipkan pada Taeyeon, maka ia punya kesempatan untuk pergi ke tempat Kibum. Masalah merayu Taeyeon urusan belakangan.
“Baiklah, Appa.” lirih Yong Sang. Ia berusaha tersenyum, meyakinkan Jonghyun bawa ia akan baik-baik saja.
Jonghyun tersenyum tipis. Syukurlah putrinya bisa mengerti. Segera ia meraih ponselnya. Mencari kontak Taeyeon sambil berharap sahabatnya itu tak akan marah dibangunkan pukul 3 pagi.
Hanya menunggu beberapa detik ia berhasil menghubungi Taeyeon. Yeoja itu mengangkat telepon lebih cepat dari perkiraannya.
“Yeoboseyo,” terdengar suara malas di ujung sana.
“Yeoboseyo, Taeyeon-ah. Maaf mengganggu pagi-pagi,”
“Ada apa, Jonghyun-ah?” suara Taeyeon terdengar malas. Sepertinya ia berusaha menyeret badannya untuk duduk agar bisa fokus mendengarkan suara Jonghyun.
“Boleh aku ke apartementmu sekarang?”
“Ke apartementku? Untuk apa?” Suara serak Taeyeon berubah tegas. Jelas sekali ia terkejut.
“Aku mau menitipkan Yong Sang,” ucap Jonghyun sepelan mungkin. Ia sudah menebak Taeyeon pasti akan terkejut.
“Ne?!”
“Ceritanya panjang. Kujelaskan nanti. Kau tak keberatan, kan?”
“Tidak, baiklah kutunggu kalian.”
“Terima kasih.” Jonghyun menutup ponselnya. Menatap Yong Sang dan berkata, “Ayo kita siap-siap,”
Yongsang mengangguk kecil. Bukannya berlari ke kamarnya, ia malah berlari menuju kamar ayah dan ibunya. Jika ingin pergi ke tempat Kibum, pertama-tama ia harus tahu dimana alamat laki-laki itu. Hyora biasa mencatat alamat dan nomor telepon teman-teman sekantornya dibuku catatan kecil yang ia letakkan di loker meja hias. Yong Sang pernah melihat ibunya mencatat alamat seorang pegawai baru minggu lalu di buku kecil itu. Sesegera mungkin Yong Sang mengobrak-abrik loker itu sebelum Jonghyun masuk ke kamar dan mencurigai apa yang dilakukannya.
Jonghyun sempat terkejut ketika Yong Sang berlari, namun ia harus segera menyiapkan barang-barang yang mesti dibawa. Jonghyun memilih pergi ke kamar mandi terlebih dahulu. Mencuci muka, dan mengambil semua peralatan MCK. Sementara di dalam kamar Yong Sang tampak sibuk mengobrak-abrik loker meja hias, berharap buku catatan kecil itu tidak di bawa Hyora dan masih tersimpan di sana.
Syukurlah Dewi Fortuna berpihak padanya. Yong Sang berhasil menemukan buku catatan kecil berwarna pink milik Hyora di bawah tumpukan kertas di sudut loker. Ia segera bersimpuh di lantai dan membolak-balikan setiap halaman kertas di benda itu. Menyadari dirinya belum benar-benar lancar dalam membaca dan tak punya banyak waktu sebelum Jonghyun memergokinya, ia hanya membaca nama yang tertera di setiap halaman.
“Kim Hyunri, Tuan Shi, Nyonya Han.. aduh, kenapa tidak ada?” Yong Sang berharap-harap cemas.
“Ah ini dia, Kim Kibum!” Senyum Yong Sang mengembang. Akhirnya ia menemukan nama Kibum di halaman ke-9. Ia segera berdiri, mengamankan buku itu di sakunya kemudian berlari ke kamarnya.
“Yong Sang-ah, pakai jaketmu. Ayo bergegas, sudah appa siapkan pakaianmu.” terdengar suara Jonghyun dari ruang tamu.
“Ne, Appa.” Yong Sang menuruti perkataan Jonghyun dan segera memakai jaketnya. Ia mengambil tas sekolah dan menyusul Jonghyun keluar.
Sesaat Jonghyun merasa ada yang tak beres dengan Yong Sang ketika ia melihat putrinya berdiri tegak di depan pintu. Gadis kecil itu tampak lebih tegar dan bersemangat. Tak bisa ia pungkiri wajah Yong Sang menunjukkan suatu senyum yang tersembunyi, seingatnya beberapa menit lalu anak itu menangis dan terkulai lemas. Jonghyun mengendikkan bahu. Ia segera mengunci pintu dan berjalan menuju mobil diikuti Yong Sang.
Mungkin anak kecil memang cepat melupakan kesedihannya, pikir Jonghyun.
***
Pantulan cahaya lampu jalanan menyilaukan pandangan Jonghyun. Sekitar seratus meter lagi ia dan Yong Sang sampai di apartement Taeyeon. Sayangnya tak semudah itu, keduanya terjebak macet. Keadaan yang tak lazim dijumpai pada pukul tiga dini hari.
Jonghyun menghela nafas panjang. Rasa kantuk mulai menguasai dirinya. Di sampingnya Yong Sang tampak tertidur lelap, sama sekali tak terusik oleh klakson yang dibunyikan oleh mobil di samping atau di belakang mereka. Di luar gerimis mulai turun. Sebagian membasahi mobil para penikmat malam dan sebagian lagi jatuh ditempat antah-berantah. Kembali terserap ke aspal jalanan atau mengalir ke selokan.
Samar-samar di luar jendela Jonghyun melihat kendaraan berwarna putih, memaksa masuk di tengah lautan mobil.
“Ambulance,” bisik Jonghyun. Melihat besi bercat putih itu melaju ia bisa memperkirakan bahwa di depan sana terjadi kecelakaan. Jika seperti ini, ia tak tahu kapan akan sampai. Matanya mulai terasa berat. Ia perlu tidur, satu jam pun tak apa. Setidaknya ia bisa mengistirahatkan pikirannya untuk sejenak.
100 meter, itu bukanlah jarak yang terlalu jauh. Jika tetap diam di jalanan macet ini ia tak tahu kapan akan bisa melanjutkan perjalanannya. Berbelok arah pun tak mungkin. Di belakangnya telah banyak mobil yang mengantre. Ia harus mengambil alternatif. Dengan sigap ia melihat ke bangku belakang, memeriksa perlengkapan yang ia bawa. Ransel kedap air, dan beruntungnya beberapa hari lalu ada rekan kerjanya yang menitipkan jas hujan di mobilnya. Tak ada pilihan lain, ia harus berjalan. Menerobos gerimis agar sampai ke tempat tujuan.
Jonghyun bergegas memarkir mobilnya di supermarket yang kebetulan sudah tutup dan tampak lengang. Ia menggendong ransel dan memakaikan jas hujan di tubuh Yong Sang. Setelah yakin semua barang telah ia bawa dan pintu mobil telah terkunci rapat, Jonghyun segera melangkahkan kakinya.
Jonghyun mendekap Yong Sang erat. Gadis kecil itu tetap bergeming. Ia tetap terlelap dalam mimpinya, seolah tak menyadari bahwa ia tengah berada di udara terbuka dalam balutan jas hujan. Di tengah perjalanan dugaan Jonghyun terjawab. Benar-benar telah terjadi kecelakaan. Sebuah mobil dan sepeda motor tampak diamankan di pinggir jalan. Ia tak melihat bagaimana keadaan pengemudinya, hanya terdapat ceceran darah bercampur debu yang menyiratkan kecelakaan yang terjadi cukup parah.
Jonghyun melanjutkan langkahnya. Bahunya mulai terasa pegal. Lengan bawahnya kesemutan. Air hujan telah berhasil menembus pakaiannya, menciptakan sensasi dingin luar biasa, ditambah suhu berkisar belasan derajat, keadaan sempurna yang mungkin bisa menyebabkannya hipotermia sebentar lagi.
Suasana dalam kedaan tanpa pilihan seperti ini entah mengapa membangkitkan bayang-banyangnya tentang Hyora. Wanita itu benar-benar membuatnya kecewa. Jika memang seperti ini ujungnya, harusnya ia tak menerima perjodohan dengan Hyora sejak awal. Ia tahu, sejak awal cintanya hanya bertepuk sebelah tangan. Cinta Hyora hanya untuk Kibum, tak ada tempat sama sekali untuknya di sana. Dirinya hanya ibarat batu sandungan. Ditambah dengan Yong Sang. batu sandungan itu kini dilengkapi oleh lumut yang mampu membuat orang tergelincir dan celaka.
“Hai, mengapa melamun?” Suara merdu menyapa Jonghyun.
Jonghyun tertegun sesaat. Ia menatap wanita berambut lurus yang berdiri di bawah payung tanpa sempat memikirkan kata-kata untuk membalasnya. Wanita itu tampak lelah, dan juga iba dengan keadaannya.
“Taeyeon-ah,” Sebuah senyum tipis tersungging di bibir Jonghyun. Akhirnya ia sampai juga di apartement sahabat baiknya.
“Astaga, mengapa kau bisa berjalan kaki ke sini? Kau sadar badanmu basah kuyup? Bagaimana jika Yong Sang sakit?” tanya Taeyeon khawatir. Sejak pandangannya menangkap sosok Jonghyun, ia dapat merasakan laki-laki itu benar-benar rapuh dan tanpa tujuan. Dan Putrinya yang ada dalam dekapannya menjadi satu-satunya sinar harapan yang membuatnya tetap bertahan.
“Dia memang sudah sakit.” Jawab Jonghyun lemah. “Maaf tadi di jalan macet, jadi aku menitipkan mobilku di supermarket dan memutuskan berjalan ke sini.”
“Aish, ayo cepat masuk. Di belakang ada handuk, kau pakai saja. Bergegas ke kamar mandi dan ganti pakaianmu. Aku akan membawa Yong Sang ke kamar. Jika sudah selesai, istirahatlah di ruang tamu, nanti kubuatkan kau teh hangat.” Taeyeon meraih tubuh mungil Yong Sang, menggendongnya dengan hati-hati agar bocah itu dan terbangun dan mempersilakan Jonghyun masuk.
“Ne.” Dengan patuh Jonghyun menuruti perkataan Taeyeon dan bergegas ke belakang.
***
Dengan hati-hati Taeyeon membaringkan Yong Sang di tempat tidurnya. Tepat seperti yang dikatakan Jonghyun, gadis cilik itu sakit, demamnya cukup tinggi ketika diraba oleh punggung tangannya. Setelah membalut tubuh Yong Sang dengan selimut, Taeyeon menempelkan gel penurun panas kemudian bergegas keluar, menepati janjinya menyuguhkan teh kepada Jonghyun.
Di ruang tamu, Jonghyun duduk bersandar dengan mata setengah terpejam. Wajahnya pucat akibat kenekatannya menerobos hujan. Sekitar lima menit berdiam dalam posisi seperti itu Taeyeon datang sambil menyuguhkan secangkir teh.
“Ada masalah apa kali ini?” pertanyaan itu lansung meluncur dari bibir Taeyeon setelah ia menghenyakkan tubuhnya di samping Jonghyun.
Jonghyun berusaha membuka matanya, menatap Taeyeon dengan senyum getir. “Masalah apalagi kalau bukan antara Hyora dan Kibum?”
Taeyeon menghela nafas, menunjukkan empati dan bersiap menerima jawaban lebih jauh dari Jonghyun. “Mengapa sampai menitipkan Yong Sang? Seberat itukah kali ini?”
Posisi duduk Jonghyun berubah tegak guratan pembuluh darah di pelipisnya tampak lebih jelas dari sebelumnya. Ia menautkan kedua tangannya sambil sesekali meremasnya. “Entahlah, aku tak bisa merasakan apa pun kali ini. Aku tak habis pikir Hyora akan melakukan hal yang sejauh itu dengan Kibum.”
“Hal sejauh itu? Ohh.., aku mengerti.” Taeyeon menggelengkan kepala. Ia mengenal Jonghyun dan Hyora sejak SMU. Ia juga tahu Hyora menyukai Kibum. Bahkan dari cerita yang kerap dilontarkan Jonghyun padanya, ia rasa Hyora masih memendam rasa pada Kibum hingga sekarang. Jika itu memang benar, maka tak menuntup kemungkinan keduanya menjalin hubungan di belakang Jonghyun bahkan sampai melakukan hal-hal terlarang.
“Aku malu menjadi suami wanita tak punya pendirian macam itu.” Lanjut Jonghyun. Tatapannya memerah. Suara gemerutuk giginya terdengar jelas. Emosi laki-laki itu sudah sampai di ubun-ubun.
Taeyeon menepuk pundak Jonghyun. Ia tak tahu harus memberikan saran macam apa. Dan jika ia mengeluarkan kata-kata, belum tentu akan membuat Jonghyun merasa lebih baik.
Jonghyun menghela nafas panjang. Ia kembali bersandar untuk meregangkan otot-otot punggungnya. “Tak usah bahas masalah itu lagi. Kali ini aku punya tugas yang lebih berat.”
“Tugas?” Kedua alis Taeyeon mengernyit.
“Setelah Hyora pergi, Direktur Lee meneleponku. Kau tahu ibu hamil yang meninggal di meja operasi akibat perdarahan kemarin?”
“Ne,”
“Keluarganya menuntut dr. Lee Hyukjae –yang melakukan operasi− karena diduga melakukan malpraktek. Padahal, operasi yang dilakukannya sudah sesuai dengan prosedur.” Jelas Jonghyun dengan sedikit nada kesal. Bagi kaum medis sepertinya, kadang-kadang memang menjengkelkan mengurus masalah yang bukan murni kesalahan dokter ataupun suster. Siapa yang bisa menduga pasien akan mengalami perdarahan hebat dan sulit dihentikan? Dengan keadaan seperti itu kemungkinan pasien meninggal di atas 80%, dan jika akhirnya pasien memang harus meninggal dan tim medis telah berusaha semampunya menjalankan operasi sesuai prosedur dan kode etik kedokteran, siapakah yang patut disalahkan? Jawabannya tidak ada!
“Yah, tak banyak keluarga pasien yang mengerti. Apalagi anak yang dilahirkan wanita itu adalah anak pertamanya, jelas keluarga pasien sangat bersedih apalagi suaminya. Lalu apa hubungannya masalah itu denganmu?”
“Aku diminta untuk menjadi saksi ahli. Itulah alasanku mengapa membawa Yong Sang kemari. Tolong jaga dia selama beberapa hari ke depan.”
“Kau yakin bisa menjalankan sidang dalam keadaan seperti ini?” Kedua alis Taeyeon mengernyit, ia merasa Jonghyun agak terburu-buru dalam menentukan keputusan.
“Tentu. Aku ingin melampiaskan masalah yang kualami ke hal yang positif. Ini lebih baik dibanding aku tetap bekerja di rumah sakit dengan perasaan tak karuan lalu melakukan malpraktek. Tenang saja, aku bisa mengontrol diriku.” Jonghyun tersenyum tipis. Taeyeon mengangguk sebagai ungkapan setuju. Memang ada sisi positif jika Jonghyun ingin melampiaskan kekesalannya dalam sidang itu.
“Baiklah jika kau sudah bilang begitu. Kalau tidak salah kau bilang akan pergi selama tiga hari. Lebih baik jujur padaku, kau akan pergi kemana setelah itu. Persidangan hanya berlangsung 1 hari.” ujar Taeyeon. Benar-benar janggal jika Jonghyun ingin pergi selama 3 hari jika hanya untuk menghadiri sebuah persidangan.
“Entahlah, mungkin ke suatu tempat. Tempat dimana aku bisa sendiri dan menenangkan pikianku.”
Taeyeon mengendikkan bahu. Yah, Jonghyun sangat perlu itu. Ia perlu waktu sendiri untuk merenungkan masalahnya. “Baiklah kalau begitu. Sudah hampir pukul 4 pagi. Kau tidur saja di kamarku. Aku harus membaca beberapa laporan dari co-ass didikanku. Nanti kusiapkan sarapan untukmu dan Yong Sang.
“Aku berangkat pukul 06.30. Terima kasih untuk semua bantuanmu.”
“Sama-sama.”
***
Taeyeon meletakkan semangkok besar bubur di tengah meja makan. Di sekeliling mangkok besar itu ia meletakkan beberapa potong roti, mentega dan selai. Jonghyun dan Yongsang keluar ketika Taeyeon selesai meletakkan 3 cangkir teh untuk minuman mereka.
Yong Sang keluar dengan seragam taman kanak-kanak rapi. Ia menampakkan sederet gigi susunya melihat hidangan yang disiapkan Taeyeon. Wanita itu benar-benar telah ia anggap seperti bibinya, dan tak jarang Yong Sang berharap agar Jinki cepat-cepat melamar Taeyeon. Sementara di sisi lain Jonghyun tampak siap dengan kemeja rapi dan ransel kecil di pundaknya. Di kedua matanya samar-samar tampak lingkar hitam. Tampak jelas energinya belum pulih benar, namun ia berusaha menutupinya dengan tetap tersenyum.
“Yong Sang-ah, demammu sudah turun?” Tanya Taeyeon membalas senyuman Yong Sang.
“Sudah,” Yong Sang berlari kecil kemudian duduk di kursi yang paling dekat dengan potongan roti.
“Kau tidak mau istirahat dulu hari ini?” Taeyeon sedikit khawatir. Jika pun demamnya sudah turun, kondisi tubuhnya pasti belum sembuh benar.
Yong Sang menggeleng. Jujur, kakinya masih terasa lemas. Kepalanya juga masih terasa pening jika ia menoleh ke arah lain dengan tiba-tiba. Tapi, ia harus menjalankan rencananya. Kesempatan ini merupakan kesempatan yang baik. Begitu Jonghyun berangkat, ia akan segera menjalankan rencananya. Dan masalah merayu Taeyeon, ia bisa meminta bantuan Minho, anak laki-laki ajaib itu pasti bisa dengan mudah membujuknya.
“Dia tidak suka membolos. Begitu kondisinya membaik saja, dia pasti merengek minta di antar ke sekolah,” tambah Jonghyun, menanggapi bahasa non verbal Yong Sang. Jonghyun melahap semangkuk penuh bubur. Sejujurnya ia tak sepenuhnya bernafsu untuk makan. Rasanya cukup kenyang setelah bertengkar dengan Hyora, dan rasa kenyang itu masih stabil hingga sekarang. Meski begitu ia tak mau mengabaikan kesehatannya, ia tetap memaksa kerongkongannya untuk menelan bubur itu untuk mencukupi kebutuhan energinya.
“Bisa kulihat. dia anak yang penuh semangat,” Taeyeon setuju dengan pendapat Jonghyun.
“Baik, aku sudah selesai,” Jonghyun mengelap bibirnya dengan tissu. “Terima kasih sarapannya, masakanmu enak,” pujinya sambil tersenyum pada Taeyeon.
“Jangan sungkan, anggap saja rumah sendiri.” ujar Taeyeon turut tersenyum. “Ngomong-ngomong mobilmu jauh dari sini, bukan? Mau kuantar ke sana?”
“Tidak usah, kau jaga Yong Sang saja. Kupikir tidak buruk berjalan sedikit, lagipula di luar cuaca cerah.” tegas Jonghyun meyakinkan. Ia menghampiri Yong Sang, mengecup kening anak itu kemudian melambaikan tangan pada taeyeon dan melangkah keluar dengan tegap.
Taeyeon memandangi punggung namja itu. Semakin lama semakin menjauh. ia benar-benar tampak rapuh. Seolah tubuh sigap itu tak lagi memiliki seseorang yang bisa ia jadikan sandaran untuk berkeluh kesah. Baginya saat ini Jonghyun terlihat seperti kura-kura. Di luar tampak begitu keras dan kukuh, namun begitu lunak di dalam dan akan hancur dalam sekali injakan.
“Berusahalah, Jonghyun-ah. Kau pasti bisa melalui ini,” bisik Taeyeon bersamaan dengan lenyapnya Jonghyun dari pandangannya.
“Ahjumma, boleh aku minta bantuanmu?”
“Ne?” Sebelah alis Taeyeon terangkat. Entah berapa lama ia melamun, tiba-tiba saja Yong Sang telah berdiri di sampingnya sambil menatapnya lekat-lekat.
“Aku tak mau pergi ke sekolah hari ini,” ucap Yong sang lirih.
“Maksudmu?” Taeyeon tak mengerti dengan maksud ucapan Yong Sang.
“Ini,” Yong Sang menyerahkan buku catatan Hyora yang berisi alamat rekan kerjanya, tepat pada halaman ke-9. “Aku ingin pergi ke alamat itu.”
“Kim Kibum?” Taeyeon terperanjat.
***
“Sudah bangun?” Suara lembut samar-samar terdengar di telinga Hyora. Perlahan ia membuka matanya, mencari-cari si pemilik suara. Di sudut ruangan ia mendapati sesosok tubuh tegap berdiri memunggunginya sambil menghadap ke jendela.
“Ne, Key,” ucap Hyora serak. Ia menyeret tubuhnya ke tepi tempat tidur dan duduk disana. Beberapa kali ia mengerjap, berusaha mengumpulkan nyawanya yang masih terpencar. Dengan tidur semalam ia berharap akan segera terbangun dari mimpi buruk. Namun pagi ini ia malah menemui mimpi lain yang jauh lebih menakutkan.
Kibum berjalan mendekat. Senyum hangat tersungging dibibirnya. Ia duduk di samping Hyora lalu meraih segelas susu hangat yang ia letakkan pada meja kecil di samping tempat tidurnya.
“Ini untukmu,” Kibum menyerahkan susu itu pada Hyora. Yeoja itu menyambutnya dengan baik dan segera menyeruputnya.
“Terima kasih,” ujarnya lemah sambil tersenyum tipis.
Hening. Baik Kibum atau pun Hyora tak ada yang mengeluarkan sepatah kata pun. Keduanya terdiam dan tenggelam dalam perasaan masing-masing. beberapa kali Hyora menyibakkan rambut kebelakang dan mengucek matanya. Ia merasa gugup tampil dalam keadaan baru bangun di hadapan Kibum. Ia menegak susunya dengan cepat untuk menutupi rasa gugupnya. Namun hal itu tak lama bertahan. Segera setelah susunya habis ia kembali canngung dan bingung harus berbuat apa.
“Ma… maaf untuk kejadian semalam,” Kibum berbisik, setengah terbata. Ia merasa bersalah atas tindakan itu, namun entah mengapa ia merasa ada suatu jalan yang terbuka karenanya.
Hyora menghela nafas panjang. Rasa sesak menyeruak ke dalam dadanya jika mengungkit masalah semalam. “Sudahlah jangan dibahas lagi. Semua sudah terjadi, lagipula saat itu kau di bawah pengaruh alkohol.”
Kibum menelan ludah. Jika memang hal itu membuka jalan, maka ini adalah kesempatannya untuk memulai kembai. “Seandainya semua bisa kembali ke masa 9 tahun yang lalu, dan perusahaan kita tak mengalami masalah, mungkin ceritanya akan lain lagi.” ucapnya ragu.
Hyora terdiam. Hatinya mencelos. “Apa maksudmu?” ia menatap Kibum dengan beribu pertanyaan mengapa dan pernyataan seandainya.
Kibum menghela nafas. Perlahan tangannya meraih jemari Hyora lembut. Ia menatap kedua mata yeoja itu dalam-dalam, berharap apa yang akan ia katakan sampi ke hatinya. “Jujur, aku masih mencintaimu. Rasa itu sama sekali tak bisa hilang.”
Deg. Benar, penyataan itu ada di antara beribu dugaan di dalam pikirannya. Sentuhan Kibum terasa hangat, benar-benar genggaman yang sudah lama tak dirasakannya. “Lalu, apa yang kau harapkan?”
Kibum tak menjawab. Sama halnya dengan Hyora ia juga bergelut dalam berbagai emosi. Menyesal karena tak sempat menyatakan perasaannya pada Hyora, marah karena keterlambatannya mendapatkan yeoja itu, tertekan karena rasa cintanya sama sekali tak berubah, dan yang utama untuk saat ini, ia ingin mendapatkan Hyora kembali. Dengan cara apapun!
Kibum memberanikan diri menyentuh rambut Hyora, mengusapnya lembut sambil perlahan mendekatkan tubuhnya. Hyora bergeming sama sekali. Ia tak menolak, tepatnya ia bingung dan tak siap dengan tindakan apa yang akan dilakukan Kibum. Semakin lama wajah namja itu semakin mendekat. Terahkir yang diingat Hyora adalah deru nafas lembut Kibum menyapu wajahnya hingga ia bisa merasakan bibir namja itu menekan bibirnya pelan.
Sejenak Hyora sempat terhanyut, namun akal sehatnya segera kembali. Ia mendorong tubuh Kibum menjauh darinya. “Tidak, Key, kita tidak boleh begini!”
Kedua alis Kibum mengernyit. Ia tak mengerti mengapa Hyora menolaknya. “Wae, adakah yang salah? Bukankah kau masih mencintaiku?” Dadanya mulai naik turun dengan cepat.
Hyora menggeleng. Setetes airmata luruh di pipinya. “Tidak, Key, aku tak bisa melakukan ini. Aku sudah menikah.” Hyora menggeser tubuhnya menjauh, siaga menghindari kalau-kalau Kibum berbuat nekat.
“Ya, benar, kau sudah menikah, dan sekarang suamimu sudah mengusirmu!” Nada bicara Kibum sedikit meninggi. Sedikit memaksa memang, namun Hyora benar-benar tampak bodoh, ibarat anjing yang meminta tulang pada majikan yang telah memukulinya.
Mengusir? Ya, ada benarnya perkataan Kibum. Ia merasa telah diusir oleh Jonghyun, namun akal sehatnya tetap berkata bahwa ia tak sepantasnya melakukan hubungan dengan laki-laki lain jika Jonghyun masih menyandang status sebagai suaminya.
Kibum mendekat ke arah Hyora. Ia memengang kedua pundak yeoja itu erat, mungkin lebih seperti mencengkram karena Hyora sedikit meringis dibuatnya. “Kumohon, jangan bohongi perasaanmu, jangan siksa dirimu. kembalilah kepadaku!” Pinta Kibum sambil menatap Hyora lekat-lekat.
Hyora tak menjawab. Ia lebih memilih menangis dibanding mengeluarkan kata-kata yang hanya akan membuat Kibum semakin memperbesar niatnya.
Kesal karena tak mendapat jawaban dari Hyora, Kibum mendorong tubuh yeoja itu, memaksanya agar berbaring di tempat tidur. Hyora sempat melawan, namun tangan Kibum mengunci kedua lengannya. Hyora tak bisa berteriak karena Kibum dengan sigap mendaratkan bibirnya di bibir Hyora. Lidahnya mengetuk-ngetuk bibir Hyora, namun yeoja itu mengatupkannya rapat hingga lidah Kibum tak memililiki celah untuk masuk. Tak kehabisan akal Kibum meletakkan jempol kanannya di pipi kiri Hyora dan telunjuk serta jari tengah di pipi kanan. Ia menekan tulang pipi Hyora, hingga refleks bibirnya terbuka.
Tak melewatkan kesempatan Kibum menyusupkan lidahnya ke dalam mulut Hyora. Keduanya saling membelit dengan didominasi oleh permainan Kibum. Kibum bisa merasakan darahnya memanas dan mengalir lebih cepat ke bagian bawah perutnya. Bibirnya beralih ke leher jenjang Hyora. Belum sempat Kibum menikmati kulit mulus di leher yeoja itu Hyora menghentikankannya dengan mencengkram kedua pundak Kibum.
“Key, tolong hentikan! Jangan seperti ini!” pinta Hyora serak. Seluruh wajahnya basah oleh airmata. Di mata Kibum wajah itu tampak lebih cantik. Mata sembab dan Hidung memerah membuat Hyora tampak lebih menggoda di hadapannya. Tanpa menghiraukan rengekan Hyora Kibum melanjutkan aktivitasnya. Kali ini lebih liar. Lidahnya mengecap leher Hyora, membuat yeoja itu menggelinjang tak karuan. Perlahan Kibum menyusupkan tangannya ke balik pakaian Hyora, dan bersamaan dengan itu perlawanan Hyora sampai pada puncaknya.
“Anniyo, Key! Andwae!!!” Hyora menjerit. Ia tak tahan lagi dilecehkan seperti itu. Dengan sekuat tenaga ia mendorong tubuh Kibum kemudian menarik tubuhnya meringkuk di sudut tempat tidur.
Kibum mendecakkan lidahnya kesal. Tak peduli seberapa Hyora menolaknya ia kembali mendekati yeoja itu dan menahan paksa kedua tangannya.
“Yaa, Key apa yang kau lakukan padanya?!” Sebuah suara melengking dari arah pintu. Nadanya begitu marah, mampu membuat Kibum berhenti dan mengalihkan pandangannya.
“Yaa, Kim Hyunri, kenapa masuk sembarangan?!” Kibum tercengang dan langsung menghardik Hyunri yang dianggapnya tidak sopan.
“Orang bodoh mana yang tidak mengunci pintu apartement dan membiarkan orang lain berteriak minta tolong di dalamnya. Harusnya aku yang bertanya, mengapa kau menelanjangi istri orang sembarangan?!” Hyunri balas berteriak. Ia berjalan ke arah Kibum sambil menghentak-hentakkan kakinya kasar.
PLAKK!! sebuah tamparan mendarat di pipi Kibum. Pandangan murka dari Hyunri membuatnya jengah. Ia mematung di tempatnya sambil memegangi pipi kirinya yang mulai terasa kebas.
Hyunri bergegas menghampiri Hyora. Ia menarik lengan yeoja itu, membawanya pergi dari sana. Melihat keadaan Hyora yang terguncang Hyunri merasa iba. Ia harus segera menenangkan psikis yeoja itu. Ya, dia harus melakukan hal itu sebagai sesama wanita.
TBC
This FF/Post legally claim to be owned by SF3SI, licensed under Creative Commons Attribution-NonCommercial-NoDerivs 3.0 Unported License. Permissions beyond the scope of this license may be available at SHINee World Fiction
Please keep support our blog, and please read the page on top to know more about this blog. JJANG!
seru cerita.a.. aq baru baca bagian part ini nih.. harus baca part sebelum.a nih.. daebak..
Huaa, jinjja FF ini yg bnr2 aku tnggu buat publish.. Crita’y bnar2.. Feel’y dapet bnget… Next.. 😉 jngan lma2 ne,hehehe
Waahhj kapan cerita selanjutnya akan di post eonnie….
Daebakk
akhirnyaa ad juga klanjutannya…
kesal bagett ak sama keyy… mksa bngt sih dia jd orng heddeehh
Kyaaaaaa~ finally this fic was published >_< i waited till die xD
Poor Jonghyun T..T sini sini sama aku aja ntar aku pukpuk. Hyora-nya plin plan -_- kesian noh anaknya sakit2an.. Sebenarnya kalo Hyora bisa tegas, semua ga perlu menderita kek gini at least yg menderita cuma Kibum doang sih xD /Peace Kibumie i hate U in this fic/ ^^V
G tau kenapa tapi di part ini gregetnya kurang ^^V/peace just an opinion/ But still love this fic.. i'm waiting fo the next part.. hwaiting fo author ^^
Ayoo d’lnjuuutttt
ff ini q yg paling q tunggu lanjutannya di bnding ff yg q bca selama ini, q smpet sdih cz q kira ga bkl di lanjutin tp puji Tuhan ada lanjutannya,
thanks ya thor,,,,
q tunggu next chapter.a…
thanks….
^^
Hyora ssi. Anda sudah berusaha keras. Smoga qm gak plin plan lagi ne.
AAAAAA Key plis ><
Ini makin runyem yah, aduh semoga Yongsang bisa menyadarkan kekeras kepalaan(?) Key. Ceritanya oke, alurnya bagus, tapi masih ada typo but noprob cuz typo is seni HAHA
Lanjutkan chandra-ssi. Keep writing, hwaiting!
aigo… akhirny ff ini d publish juga..
udah lama nunggu d blog authorny tnyta malah d publish d sini yah..
makin rumit dan runyam aj.. kasihan jonghyun yg cinta ny bertepuk sebelah tangan.
ckckck..
annyeong, chingu.
wiwid imnida.
reader lama tapi baru pertama kali setelah sekian lama nda buka skrg buka lagi ngubek2 ff. 🙂
Gak ada next part nya? 😦
udah hampir setaun kah iniiih??? ga ada lanjutannya kah?? ouhh ayolah author tolong di lanjut-kasih senyum palng muanis-
Kapan dilanjutttt???????? Kangen jongsica T,T
Saya merindukan JjongSica.. 😥
Saya menunggu kelanjutan ff ini dengan penuh kesetiaan.. :’) tolong segera di publish yah.. ^^
mau nanya ,ini ff ada lanjutannya apa ga ya,apa berenti sampe di part 8 aja
penasaran banget thor!!
nyari nyari lanjutannya ga ada lagi
udah setahun gini
Ya! Aishh masa ampe 1 tahun??? Jiijja!unnii kapan lanjutannya? Jangan buat kami kecewa… Hiks ;(
Thorr kapan ada lanjutan chapternya udah 1 tahun nee aku menunggu…
kapan ?? kapaannn ????? di publish lg 😥
yah min mana endingnya, kapan mau di post? ayo ayo aku menanti endingnya
Udh 2 thun nunggu,ko gk ada lnjutan nya juga?
Lanjutin dong…
Ditunggu banget ff ini, ga enak gantung gini ayolah di tamatin..hehe,