Heart Attack

Heart Attack

Heart Attack

Title                       : Heart Attack

Author                  : CL

Main Cast            : Kim Kibum aka Key (SHINee), Lee Hyosung (OC)

Support Cast      : Lee Hyori (OC)

Length                  : Oneshoot

Genre                   : Romance

Rating                   : General

Author’s Note :

Terima kasih untuk kalian yang sudah menyempatkan waktu membaca FF amburadul ini~ Dilihat dari covernya saja mungkin sudah tidak menarik (?) Author bikin sendiri cover yang aneh ini, hehe~ Maklum, masih amatir dengan yang namanya Photoshop. Jujur, Author juga bingung kemana awal dan akhirnya FF ini akan dibawa (?), tapi Author harap teman-teman semua menyukai karya yang tidak luput dari typo ini. ^_^ Kritik dan saran akan sangat Author perlukan dalam penulisan FF yang berikutnya. And please no plagiarism, okay? This isn’t a hard effort, but I would be pleased if you respect on me. Sekali lagi Author ucapkan terima kasih >_< I.LOVE.YOU~

Ketika langit senja mulai datang menyebar warna jingganya, seluruh alam semesta merangkak perlahan menuju kegelapan. Satu persatu kerlip pelita mulai menyala dari kejauhan. Mereka tak ubahnya seperti kunang-kunang kecil yang beterbangan kala malam tiba, menebarkan suasana hangat ke segala penjuru arah. Semua terlihat begitu jelas dari atas bukit kecil ini.

Bukit dengan sebuah pohon berukuran sedang di tengah-tengahnya. Tak ada yang spesial. Hanya dilapisi dengan deretan rerumputan kecil yang menggelitik kaki setiap kali melangkah. Tak ada bangku kayu untuk duduk. Hanya sebuah bukit kecil biasa.

Namun Lee Hyosung senang sekali duduk disana dan memandangi kota hingga larut malam. Tak peduli betapa banyaknya serangga yang menggigit kulit putihnya. Yang ia inginkan adalah ketenangan yang menelusup dalam relung hatinya tiap kali melihat pemandangan kota dan lautan warna jingga di atas sana. Dengan begitu semuanya akan terasa sempurna.

Kehidupan adalah hal pertama yang membuat Hyosung merasa pusing tiap kali memikirkannya. DI urutan kedua dan ketiga adalah cinta dan uang. Jika Hyosung punya kesempatan, ia akan memilih untuk dilahirkan sebagai seorang pengusaha kaya raya, dengan suami yang tampan dan bla bla bla… Hyosung menepuk kedua pipinya bergantian. Astaga, kenapa ia mulai mengkhayal yang tidak-tidak untuk kesekian kalinya hari ini? Mungkin angin sepoi-sepoi ini member pengaruh buruk baginya.

Hyosung berdiri dari duduknya yang nyaman dan meregangkan punggungnya. Bibirnya melukis sebuah senyum cantik. Dadanya bergerak naik turun berusaha mengisi paru-parunya dengan oksigen murni, dan itu membuat senyumnya melebar. Hyosung merapikan rambut panjang sepunggungnya yang tertiup angin sedari tadi, lalu mengemasi buku-buku diktat kuliahnya yang berserakan di bawah pohon. Kakinya melangkah maju, hendak menuju rumah tempat peraduan dan meninggalkan dunia fantasinya yang selalu mengembara kemana-mana. Namun…

You make me glow, but I cover up won’t let it show~

Lagu Heart Attack dari Miley Cirus tiba-tiba terdengar nyaring dari saku celana jeans-nya, memekik-mekik memaksa untuk segera dijawab. Hyosung merogoh sakunya dan mengeluarkan sebuah ponsel layar sentuh. Tertulis di layarnya sebuah nama : My Almighty.

“Yeoboseyo?” sapa Hyosung.

“Yeoboseyo, Hyo-ya.”

Mendadak jantung Hyosung berhenti berdetak. Dulu, ia sering menertawakan teman-teman sesama mahasiswa di kelasnya, karena respon mereka yang berlebihan saat menerima telepon dari kekasihnya. Tapi kini Hyosung mengaku ia salah, karena memang segala sesuatu berubah menjadi begitu dramatis hanya karena dua kata dari pria ini.

“Ada apa?” Tanya Hyosung gugup. Ayolah, ini bukan pertama kalinya aku mengobrol dengan dia, keluh Hyosung dalam hati.

“Bukan sesuatu yang penting, hanya sedang merindukanmu saja.”

“Jangan bercanda.” Hyosung terkikik geli mendengar jawaban konyol yang keluar dari mulut seorang pria yang sama sekali bukan tipe romantis.

“Berbaliklah, agar aku bisa melihatmu.” Perintahnya.

Hyosung menoleh dan terkejut melihat Kim Kibum berdiri dibelakangnya. Hanya berjarak beberapa langkah. Pria itu menunjukkan deretan gigi putihnya yang rapi. Kedua tangannya terbuka lebar, mengisyaratkan agar Hyosung berlari dalam pelukannya.

“Sedang apa disini?” Tanya Hyosung.

“Sudah kubilang, aku sedang merindukanmu. Sepertinya gadisku akhir-akhir ini jadi pelupa. Apa kau sudah berubah jadi halmeoni?” ejek Kibum sambil menjulurkan lidahnya. Hyosung buru-buru memukul pundak Kibum yang disambut dengan gelak tawa mereka berdua.

“Kenapa masih disini?” Kibum membuka-buka lembar demi lembar buku catatan milik Hyosung. Terpampang disana beberapa sketsa rancangan busana terbarunya. Diam-diam Kibum menyelipkan sebuah senyum dibibirnya. Karya gadisnya terlalu cantik untuk diungkapkan dengan kata-kata.

“Aku bosan terus di rumah.” Keluh Hyosung. Ia menyandarkan punggungnya pada batang pohon itu, sembari membayangkan flat apartemen mungil yang sudah dihuninya setahun belakangan. Sepi dan sendirian, dua kata yang amat dibencinya.

“Sebaiknya kuantar kau pulang sekarang. Sepertinya bukit ini membuat otakmu mengalami sebuah kemunduran, Hyo-ya.” Ejek Kibum lagi. Hyosung hanya bisa tertawa. Mendengar kata-kata lelucon kekasihnya membuat tawanya tak bisa berhenti.

***

“Aku harus pergi, Bum. Ini bukan duniaku lagi.bisik suara halus dari ruang hampa yang gelap.  Kim Kibum mencari darimana datangnya asal suara yang amat ia rindukan itu.

“Jangan tinggalkan aku sendiri, Hyo-ya.” Teriak Kibum frustasi. Tiba-tiba muncul sebuah cahaya yang amat menyilaukan, menjelma menjadi sosok wanita.

“Hyosung akan menjagamu. Aku tahu dia bisa, Bum.” Ucap cahaya itu. Tangan Kibum bergerak untuk menyentuhnya, namun tangannya menembus kedalamnya.

“Aku tidak mau! Aku tidak mencintainya, Hyo-ya. Bagaimana aku bisa hidup tanpamu?” rengek Kibum. Cahaya itu berputar-putar mengelilingi Kibum, membumbung tinggi mengeluarkan asap.

“Maafkan aku, Bum. Aku juga mencintaimu, namun aku tidak bisa berada disini lagi. Selamat tinggal…”

Cahaya itu mendadak lenyap, meninggalkan sebuah lubang hitam yang besar di bawah kaki Kibum, menyeret pria itu untuk masuk kedalamnya dan jatuh terhempas.

Kim Kibum bangkit dari kasurnya. Bulir-bulir keringat bercucuran dari pelipisnya, jatuh menetes membasahi kaus tidurnya. Apa yang barusan ia lihat? Mimpikah itu? Namun… Kenapa rasanya seperti kenyataan? Kibum menggeleng cepat-cepat, meyakinkan jika mimpi itu hanya sebuah mimpi biasa, bukan sesuatu yang berarti.

Kibum melompat dari kasurnya. Ia ingat hari ini ia harus menemani Lee Hyosung seharian untuk membantunya mengerjakan tugas kuliah. Jarum-jarum jam dinding di kamarnya menunjukkan pukul 10.00 KST. Itu artinya ia hanya punya waktu tiga puluh menit untuk bersiap-siap.

Kibum menyambar handuk berwarna merah jambu kesukaannya. Sandal kamar bermotif strawberry menjadi alas kakinya. Ia meraih kenop pintu kamar mandi, namun sesuatu membuatnya menoleh dan terdiam.

Foto yang ia ambil dua tahun yang lalu bersama Lee Hyori. Raut muka gadis itu terlihat bahagia, tak tersirat sedikitpun luka yang mampu merenggut nyawanya. Lalu, kenapa ia harus pergi?

***

“Hyo-ya, tuangkan ramyeon-nya ke dalam mangkuk. Pelan-pelan saja, jangan sampai tumpah.” Kata Kim Kibum memberikan instruksi. Lee Hyosung mengangguk siap dan mengambil kain lap untuk mencegah panas dari panci berpindah ke tangannya. Kibum sibuk menata meja makan kecil di kamar Hyosung. Meja itu penuh dengan buku-buku mata pelajaran design.

“Letakkan disini.” Kata Kibum sambil menunjuk meja yang bersinar bersih. Dengan hati-hati Hyosung menurunkan satu persatu mangkuk berisi ramyeon panas ke atas meja.

Kibum tersenyum puas melihat hasil masakannya dengan Hyosung. Hanya dua mangkuk ramyeon yang ia ambil diam-diam dari dapur rumahnya, karena Kibum tidak sempat membeli bahan-bahan lain untuk dimasak. Hyosung pun sama. Tidak ada sesuatu yang bisa diolah menjadi masakan di lemari pendinginnya, kecuali sebotol air mineral dan beberapa butir apel.

“Pedas sekali!” pekik Hyosung setelah meneguk kuah ramyeon yang berwarna kemerahan itu. Kibum terkikik geli melihat gadisnya lari terbirit-birit menuju lemari pendingin untuk mengambil air.

“Pedas itu enak.” Balas Kibum. Hyosung mengelap sudut bibirnya yang basah karena air.

“Aku kira kau tahu aku tidak suka pedas.” Hyosung mendorong mangkuk berisi ramyeon, nafsu makannya hilang sama sekali.

“Kau harus suka. Bukannya Hyori juga suka pedas?” sindir Kibum.

Keduanya terkesiap. Beberapa detik penuh keheningan mengisi kamar Hyosung. Gadis itu kaget dengan ucapan Kibum. Mereka berdua sudah berjanji untuk tidak mengungkit-ungkit apapun mengenai Lee Hyori. Dan sekarang ia mengatakan hal yang menurut Hyosung tabu untuk diungkapkan. Kibum menelan ludahnya sendiri, merasa bersalah atas kata-kata yang diucapkannya tanpa pikir dulu.

“Eh, maaf, aku…” ucap Kibum.

“Tidak apa-apa. Oh iya, kau mau apel?” Tanya Hyosung mengalihkan pembicaraan. Ketika gadis itu hendak bangkit dari lantai, sebelah tangan Kibum menariknya untuk duduk kembali.

“Tidak usah, biar aku saja yang mengambilnya.” Kata Kibum,”Lebih baik kau kerjakan lagi tugas kuliahmu.”

Kibum mengangkat kedua mangkuk ramyeon yang masih penuh dan meletakkannya dalam wastafel. Ia mengeluarkan sekeranjang apel dan mengupasnya dengan terampil. Jari jemarinya yang ramping mampu membentuk sebuah apel kelinci yang cantik. Melihatnya membuat Hyosung tersenyum. Ia seolah-olah mendapat inspirasi untuk mengerjakan rancangan busana yang berikutnya.

“Apa menurutmu ini bagus?” Tanya Hyosung setelah menerima sepotong apel dari Kibum.

“Hm.” Kibum mengangguk antusias melihat coretan sketsa Hyosung.

“Benarkah?”

“Lebih bagus lagi jika kau mengganti rok itu dengan hotpants jeans.”

“Kau gila? Itu tidak akan cocok dengan motif renda dari kausnya.” Sahut Hyosung jengkel. Entah kenapa akhir-akhir ini Kibum senang sekali dengan hotpants.

“Terserah kau saja.” Desah Kibum,”Kau juga akan terlihat lebih cantik jika memakai jeans.”

“Apa? Tidak, jangan menyuruhku memakainya lagi. Benda aneh itu membuatku sesak.” Jawab Hyosung sambil memasang ekspresi wajah tersiksa.

“Bagiku Hyori sangat cantik walaupun ia bergaya seperti laki-laki, jauh berbeda denganmu yang sok anggun dan lembut.”

Hyosung menjatuhkan pensil di tangannya. Ia merasa seperti jantungnya tiba-tiba berhenti berdetak. Apa maksudnya mengatakan hal seperti itu? Hyosung menelan ludahnya. Sesuatu seperti mengganjal di kerongkongannya, dan itu terasa menyakitkan.

“Hyo-ya, ada apa?” Tanya Kibum panik.

“Bukan sesuatu yang penting.” Jawab Hyosung cepat. Tidak tahukah Kibum jika hatinya sakit mendengar ucapannya itu?

***

“Eonni, aku tidak bisa melakukan itu.” Isak Lee Hyosung, Air matanya mengalir deras membasahi sebagian blazernya.

“Kumohon. Lakukanlah demi aku.” Pinta Lee Hyori.

“Tapi ia membenciku, Eonni. Dia tidak akan mau melakukannya.”

“Hyosung-ah, hanya kau satu-satunya harapanku. Kau tahu aku tidak bisa bertahan lebih lama lagi.” Bisik Hyori lemah. Kedua tangannya meraba pelan luka di kakinya,”Luka ini yang memaksaku untuk pergi.”

“Apa yang harus kulakukan, Eonni?” Hyosung terisak lebih keras. Hyori mengusap penuh sayang kepala adiknya.

“Jagalah Kibum seperti aku menjaganya. CIntailah ia seperti aku mencintainya. Jadilah Hyori yang baru untuknya.”

“Aku tidak bisa, kau tahu ‘kan kita berbeda?” erang Hyosung putus asa.

“Jika aku bisa, aku tidak akan pergi meninggalkannya, Hyosung-ah. Ini permintaan terakhirku.” Pinta Hyori sungguh-sungguh.

Setelah terdiam cukup lama, Hyori menghembuskan napas lelah. Perlahan-lahan kelopak matanya menutup, menolak untuk menghadapi dunia lagi. Sementara isak tangis mengiringi kepergiannya yang terlalu tragis.

Lee Hyosung terpekur memandang album foto ditangannya. Sekilas terbersit sebuah pemikiran tentang kehidupan yang harus dijalani semenjak Lee Hyori pergi. Ini tidak adil. Kenapa harus ia yang menggantikan posisi Lee Hyori untuk mencintai Kim Kibum?

Hyosung mengusap wajah Hyori dalam foto terakhir mereka berdua. Wajah mereka berdua sama, gaya rambut mereka sama, namun keduanya benar-benar berbeda. Seperti kata Kibum, Hyori bergaya seperti laki-laki, sedangkan Hyosung anggun dan lembut. Hyori suka bermain rugby dan game, sementara Hyosung suka melukis dan bermain piano.

Jika saja Hyori tidak mengalami patah tulang ketika pertandingan rugby terakhirnya, tentu saat ini mereka masih bisa tertawa-tawa bersama, mengingat kekonyolan masa kecil yang sering mereka lakukan. Penyesalan datang terlambat. Hyosung tak bisa berbuat apa-apa lagi.

Apalagi semenjak beberapa hari yang lalu Kibum sering sekali menyuruhnya untuk bertingkah seperti Hyori. Kibum mengajaknya pergi ke game center, memainkan permainan-permainan yang belum pernah Hyosung lakukan. Ia juga memberi Hyosung beberapa jeans baru, dan berharap (mungkin lebih tepatnya memaksa) Hyosung untuk memakainya. Hyosung mendengus kesal. Apa yang harus kulakukan sekarang, Eonni, bisiknya dalam hati.

“Apa kau yakin kita harus melakukan ini?” Tanya Hyosung.

Dedaunan di pohon bergerak-gerak mengikuti hembusan angin. Langit senja mulai jatuh membayangi warna-warna biru yang perlahan menghilang. Kibum mendesah kecil, ia sendiri juga tidak paham dengan jalan pikir Hyori. Jemarinya bergerak untuk merapikan rambutnya yang berantakan karena angin.

“Ikuti saja apa yang ia katakan.”

“Apa kau sudah gila?” bentak Hyosung kesal. Seharian ini, setelah pemakaman Hyori, perasaannya menjadi tak karuan.

“Aku tahu Hyori bermaksud baik kepada kita.”

“Dia hanya bersikap baik padamu, tidak padaku.” Balas Hyosung sengit,”Jika ia memang bermaksud baik, tak harusnya ia melakukan ini padaku. Kenapa ia tega merelakan kebahagiaan adiknya sendiri?”

Kibum terdiam mendengar penuturan Hyosung. Benar juga apa yang ia katakan. Hyori tak harusnya melakukan ini pada Hyosung. Gadis itu tak tahu apa-apa. Hyori bahkan tidak berhak untuk menentukan masa depannya.

“Sudahlah. Kita tidak bisa berbuat apapun selain mengikuti petunjuknya.”

“Aku tidak mau!” protes Hyosung.

 

Hyosung sering tertawa-tawa sendiri tiap mengingat insiden itu. Sekalipun ia bersikeras untuk menolak kehadiran Kibum, namun akhirnya keteguhan pria itu membuatnya luluh dan menyadari jika mungkin ini memang yang terbaik untuk mereka berdua. Hyosung terlambat menyadari jika ia mencintai Kibum.

“Tapi aku sudah lelah dengan tuntutannya, Eonni. Dia memaksaku untuk menjadi seperti kau.” Keluh Hyosung.

Ia meraih ponselnya yang tergeletak begitu saja di atas meja. Sedari tadi benda itu terus menerus berisik. Ketika Hyosung membukanya, muncul puluhan pesan singkat dari Kibum. Isinya macam-macam, mulai dari permintaan maaf hingga ajakan makan malam. Namun, Hyosung tidak tahu lagi harus berbuat apa. Jari-jarinya mengetik pesan singkat balasan untuk Kibum.

Temui aku sekarang di bukit.

***

Kim Kibum berteriak kegirangan saat mengetahui gadisnya mengajaknya untuk bertemu. Kibum benar-benar menyesal telah melukai hati gadisnya dengan kata-kata seperti itu. Ia tahu tak seharusnya ia mengungkit-ungkit segala sesuatu tentang Hyori lagi.

Semalam, Hyori menghampiri mimpinya lagi. Gadis itu mengatakan sesuatu yang buruk akan menimpanya. Kibum merenungkan mimpi itu seharian, entah apa yang Hyori maksud.

Kibum mengatur napasnya. Bajunya sedikit acak-acakan ketika berlari tadi. Ia bisa melihat gadisnya sedang berdiri menghadap matahari terbenam, dua pemandangan yang amat indah. Dengan hati-hati sekali Kibum melangkah untuk mensejajari Hyosung. Namun gadis itu menoleh dan terkejut saat mengetahui Kibum sudah berdiri di sampingnya.

“Maaf, aku mengagetkanmu, ya?” kata Kibum tulus.

“Tidak.” Jawab Hyosung kelu. Matanya menatap sayu pada Kibum.

“Maafkan aku.” Kibum mengalihkan pandangannya pada arah yang lain. Ia tidak tega melihat mata sayu Hyosung.

“Aku juga minta maaf.”

Kibum terkejut mendengar penuturan Hyosung. Jantungnya berdebar keras, sampai-sampai Kibum sendiri ketakutan mendengarnya.

“Aku kira dengan menuruti permintaan Hyori Eonni, hidup kita berdua akan bahagia. Tapi aku terlambat menyadari jika itu hanyalah sebuah omong kosong.” Kata Hyosung tegas. Ia menggigit bibir bawahnya, menahan tangis yang bisa meledak kapan saja.

“Aku tidak bisa mempertahankan hubungan ini lagi. Maaf.”

Dan tangis Hyosung pun pecah seiring menghilangnya matahari di balik khatulistiwa. Kibum tak tahu harus berbuat apa. Dulu Hyori tak pernah menangis. Gadis itu selalu kuat, membuat Kibum seakan-akan menjadi seorang wanita dalam hubungan mereka. Namun, sekarang semua sudah berbeda. Akankah ia kehilangan seorang Hyori lagi?

“Kumohon, jangan menangis.” Pinta Kibum. Tangannya hendak menyentuh pundak Hyosung yang terisak-isak dalam kesedihannya, namun sesuatu menahan Kibum untuk tidak melakukannya.

“Bum…” panggil seseorang.

Kibum menoleh dan mendapati sesosok ruh terbang dihadapannya. Itu Hyori, pekik Kibum dalam hati. Ruh itu berupa cahaya putih yang amat terang. Kibum sendiri bingung, apakah ini nyata atau hanya ilusinya saja.

“Peluk dia, katakan padanya bahwa kau sangat mencintainya. Lakukanlah, demi Hyosung, bukan demi Hyori.” Bisik cahaya itu. Beberapa detik kemudian sebuah angin yang amat kencang meniup cahaya itu untuk pergi, menghilang tinggi di langit. Kibum menutupi matanya yang silau karena cahaya ruh Hyori.

Kibum bergegas menarik tangan Hyosung, dan dalam sedetik gadisnya sudah terisak-isak dalam dada Kibum yang nyaman.

“Maaf, tapi aku tidak bisa berpisah darimu, Hyosung.” Bisik Kibum. Hyosung semakin terisak mendengar tiap kata-kata yang Kibum katakan. Terdengar lembut dan bersahaja dalam waktu yang bersamaan.

“Aku benar-benar tulus mencintaimu.” Kata Kibum lagi. Mendengar itu Hyosung mendongak untuk menatap wajah tampan Kibum.

“Kau yakin?”

“Masih tidak percaya? Coba kau dengar detak jantungku sekarang! Ia berdebar abnormal, Hyo-ya.” Canda Kibum. Sebuah senyum terukir di bibir Hyosung. Kibum selalu tahu bagaimana cara membuatnya untuk ceria.

“Bagaimana dengan Hyori?” Tanya Hyosung cemas.

“Hyori hanyalah bagian dari masa laluku. Namun kau adalah seluruh hari-hariku dan masa depanku nanti.” Kibum menggenggam erat jari-jemari Hyosung. Gadis itu tersenyum disela-sela tangisnya yang mereda.

“Kita harus pulang sekarang. Apa kau lupa besok hari apa?” goda Hyosung.

“Hari pernikahan kita?” balas Kibum dengan seringainya yang khas.

“Bukan!” pekik Hyosung kesal,”Besok hari ulang tahun Hyori, jadi kita harus pergi untuk menjenguknya.”

“Aku tahu itu, Hyo-ya. Aku kira kau menyiapkan kejutan lain untukku, seperti tiba-tiba kau memakai hotpants jeans dan tanktop bermotif strawberry.” Goda Kibum sambil mengedipkan sebelah matanya, memandang nakal pada wajah Hyosung yang memerah menahan malu.

“Berhenti menggodaku!”

***

True love doesn’t have happy ending. True love has no ending. It never dies. It only gets stronger with time.

©2011 SF3SI, Freelance Author.

Officially written by ME, claimed with MY signature. Registered and protected.

This FF/Post legally claim to be owned by SF3SI, licensed under Creative Commons Attribution-NonCommercial-NoDerivs 3.0 Unported License. Permissions beyond the scope of this license may be available at SHINee World Fiction

Please keep support our blog, and please read the page on top to know more about this blog. JJANG!

Advertisement

9 thoughts on “Heart Attack”

  1. berdasarkan judulnya, saya kira ada sesuatu yang mengejutkan di cerita ini CL..

    jalan ceritanya bagus.
    Kibum masih teringat sama Hyori, jadi kadang2 kesel juga si Hyosung dibanding-bandingin terus..

    syukurlah ya gak jadi putus, happy ending.. 🙂

  2. xixixixixi, unyuu, manis,, dan Key banget,

    lah, di deskripsi awal, Hyori sm Hyosung berwajah sama, aku kirain kembar.. kog di akhir cerita si Hyosung nyebut besok hr ultah Hyori?bukan nyebut hari ultah mereka.

    hohoho, apa aku yg salah tangkep.. Mian, author-ssi

    bikin lagi yg beginian ya author-sii

  3. keynya manis banget di cerita ini…

    entah aku bingung haru bilang apa.. susah buat deskripsiin cerita ini pokoknya keren.. sweet banget ><

  4. Aku mau koreksi sedikit, itu lagunya Demi Lovato, bukan Miley Cyrus. Entah kenapa aku lebih suka perannya Lee Hyori dibandingkan Lee Hyosung.
    Nice story!

Give Me Oxygen

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s