Title : SHINee Café
Main Cast : Lee Taemin, Choi Minho, and Kim Jonghyun
Genre : Romance, Shounen-ai, friendship and life
Length : Sequel
Rating : Adult
Summary : Seketika mulut Taemin dibekap oleh seseorang yang bahkan tak bisa ia lihat wajahnya. Buku-bukunya tumpah dan jangtungnya berdentam-dentam saking takutnya. Ia memukul-mukul dan menarik tangan itu dari mulut tapi orang tiba-tiba berbisik dengan nada penuh penekanan, “Tenanglah! Mereka di sini.” Maka saat itu juga Taemin berhenti melawan dan menegang.
//////
Sepasang mata terbuka. Mata hitam yang pekat memandang ke atas, menatap atap putih penuh bercak cokelat, lalu menoleh ke samping, di mana jam tergantung tenang. Matahari di kejauhan, yang tampil dalam sebuah segi empat yang menawan, diselimuti hordeng tua tipis yang memasukkan cahaya matahari ketika disibakkan.
Awal yang menyenangkan untuk sebuah hari. Tak butuh waktu lama Taemin meninggalkan apartemen tua dan bobroknya. Sambil mengunyah roti di mulut ia meraih tas selempang yang ia letakkan di meja dan pergi setelah mengunci pintu. Di depan pintu ia sudah disuguhkan pemandangan kompleks perumahan di pagi hari. Rumah-rumah, jalan dan beberapa pohon di beberapa sudut yang ditimpa sinar matahari yang cerah.
Anak itu berlari menuruni puluhan anak tangga sebelum akhirnya menginjakkan kaki ke tanah dan memulai perjalanan ke kampus. Di tangan kiri ada setumpuk buku, sedangkan tangan kanan mendorong roti menghilang di dalam mulut.
Perjalanan dari apartemen sampai ke halte bus butuh beberapa menit. Jalanan juga cukup lengang saat itu, tapi entah bagaimana—Taemin sendiri bisa merasa sangat heran—ia bertabrakkan dengan seseorang hingga semua buku di pelukannya jatuh semua, berserakan tepat di bawah kakinya.
Tanpa memerhatikan orang yang menabraknya Taemin langsung berjongkok dan memungut buku-buku dengan terburu-buru, sedangkan orang yang menabrak berkata, “Maafkan aku,” dan dengan gesit segera ikut membantu.
Tangan-tangan mereka terlihat begitu sibuk hingga ketika tangan yang lebih besar menangkup tangan Taemin yang lebih kecil di bawahnya sulit untuk menebak apakah itu hanya kecelakaan atau kesengajaan. Namun hal itu cukup untuk mendapatkan perhatian Taemin agar mau memandang lelaki itu. Bibir yang tipis, hidung bangir, pipi tirus, alis tebal dan tegas, dan matanya …. Mata itu berbeda. Seperti menyihirmu agar segera jatuh cinta. Dan mengedip. Salah satu mata itu mengedip pada Taemin dengan genit hingga ia berhenti terpaku dan segera menarik tangannya dengan ngeri. Setelah itu bahkan mengumpulkan bukunya lebih cepat dan berdiri.
“Maafkan aku,” ucap lelaki itu dengan ramah sekali lagi. “Kau tidak apa-apa?”
Taemin menggeleng takut lalu segera pergi tanpa mengatakan apa-apa. Meski begitu, bahkan ketika langkahnya sudah cukup jauh ia masih bisa mendengar, “Hati-hati di jalan!”
Taemin menoleh. Ia melihat lelaki itu tersenyum padanya sambil melambai-lambai, membuat Taemin berlari secepat-cepatnya.
–SHINee Café—
Orang aneh. Kenapa dia berkedip seperti itu padaku? Apa dia tahu …? Tidak mungkin. Tapi kenapa …? Taemin berpikir tentang sentuhan tangan, kedipan, senyuman dan lambaian, terus-menerus, sepanjang perjalanan, hingga akhirnya langkahnya terhenti tepat bersamaan dengan otaknya. Tatapannya terpaku pada dua orang berbadan besar yang memakai pakaian norak dengan kemeja berwarna-warni juga ikat pinggang besar. Salah seorang dari mereka berambut keriting dan yang lainnya botak.
“Mereka bahkan mengejar sampai ke sini?” gumam Taemin yang masih berdiri sekitar tiga puluh meter dari mereka. Wajahnya tampak lelah secara tiba-tiba, namun matanya melotot ketika menyadari kedua orang nyentrik itu menunjuk-nunjuknya. Maka seperti insting seekor hewan yang dikejar pemangsa, Taemin berlari begitu saja dengan secepat yang ia bisa.
Lolos dari kedua orang tua yang hampir menghabiskan setengah umurnya untuk “berburu manusia” adalah tidak mudah. Meski mereka tak bisa dikatakan muda lagi, tapi kaki-kaki tua itu sudah terlatih untuk mengejar dan tangan-tangan itu sama hebatnya untuk memiting atau meninju. Jadi, bagaimanapun juga Taemin harus lolos dan ini lebih sulit lagi ketika membawa setumpuk buku dalam dekapannya.
Berlari-lari lurus, berbelok ke kiri, ke kanan, lurus kembali dan terus begitu, melewati jalan-jalan sepi dan gang-gang sempit, jalan di antara dua bangunan hingga akhirnya ketika Taemin begitu lelah dan hampir ingin menyerah ada seseorang yang menarik lengannya ketika ia melewati sebuah gang sempit yang hanya cukup untuk seseorang lewat dan cukup gelap. Seketika mulut Taemin dibekap oleh seseorang yang bahkan tak bisa ia lihat wajahnya. Buku-bukunya tumpah dan jangtungnya berdentam-dentam saking takutnya. Ia memukul-mukul dan menarik tangan itu dari mulut tapi orang itu tiba-tiba berbisik dengan nada yang penuh penekanan, “Tenanglah! Mereka di sini.” Maka saat itu juga Taemin berhenti melawan dan menegang.
“Di mana dia? Tadi aku melihat dia di sini.”
“Larinya cepat sekali. Apa dia menghilang lagi?”
“Sudahlah! Mungkin dia ke sana. Ayo, kita cari lagi!”
Maka, setelah suara berat kedua orang itu hilang terganti dengan langkah kaki yang cepat hingga sunyi menghampiri, maka dengan sendirinya orang misterius itu menjauhkan diri dan membebaskan Taemin.
“Kau sudah aman,” ucapnya dengan suara rendah.
Taemin tidak bisa benar-benar melihat penyelamatnya. Hanya sekadar mata, yang besar, yang melihatnya dengan sorot tenang. Mulutnya dibalut masker dan kepalanya ditutupi topi hitam. Oh ya, satu lagi, dia adalah laki-laki yang tinggi. Dan dalam masa memerhatikan—Taemin benar-benar terdiam, dan ketika orang itu sudah keluar dari gang kecil itu dan mulai berjalan pergi Taemin justru berteriak, “Tunggu!”
Orang itu berhenti, berbalik menatap Taemin.
“Terima kasih,” ucap Taemin seraya keluar dari tempat itu juga.
Tapi orang itu hanya mengangguk sedikit lalu berjalan setengah berlari.
Taemin terdiam sambil memerhatikannya menghilang lalu teringat sesuatu, segera berbalik ke belakang sambil terpana. Buku-bukuku!
Buku-buku itu masih berserakan di mana-mana. Maka Taemin segera masuk ke dalam gang remang-remang itu dan berjongkok, memunguti bukunya untuk yang kedua kali di hari yang sama. “Kenapa ini terjadi dua kali? Oh, Wanita Penjaga Perpustakaan sekolah pasti marah jika tahu ini terjadi.”
–SHINee Café—
“Apa ini? Apa yang kau lakukan pada buku-buku ini?” sembur wanita tua berkacamata tebal yang gemuk di balik meja tinggi.
Sambil merunduk takut Taemin menjelaskan dengan gugup, “I-itu karena … karena aku bertabrakan dengan seseorang dan buku-buku itu sedang aku peluk lalu ….”
“Jatuh? Kukira aku akan percaya? Aku sudah mendengar alasan itu ribuan kali sampai aku mau muntah. Sekarang, sesuai peraturan, kau harus bayar denda.” Maka tangan dengan jemari gemuk itu terangkat dan memukul-mukul meja dengan pelan seperti kebiasaannya. Dia lebih menyukai itu daripada menengadahkan tangan seperti pengemis.
“Tapi aku tidak punya—“
“Kau harus punya jika melakukan ini!” omel Wanita Penjaga Perpustakaan sambil melotot. Meski marah ia mengerti bagaimana harus mengomel dengan suara yang pelan, sesuai peraturan, tidak boleh berisik di perpustakaan.
“Tapi aku benar-benar tidak memiliki uang lagi,” rengek Taemin. “Kumohon maafkan aku kali ini saja.”
Wanita itu menggeleng tegas. “Sekali peraturan tetap peraturan. Dan sebaiknya kau bayar sekarang sebelum aku menggeledah seluruh isi tas dan pakaianmu, atau mungkin menelanjangimu?”
Taemin benar-benar takut sekarang. Maka, dengan uang yang tersisa—yang sebenarnya digunakannya untuk makan siang dan malam—harus ia berikan juga pada Wanita Penjaga Perpustakaan dengan enggan. Wanita gemuk itu menyerobotnya dan dengan cepat uang itu raib dari tangannya. Hingga Taemin hanya bisa bermuram durja membayangkan hari tanpa makanan.
Taemin segera berjalan pergi meninggalkan kantin dan kembali ke kelasnya yang mungkin beberapa menit lagi dimulai. Di tempat itu ia melihat sekelompok anak perempuan tengah berkumpul dan mengucapkan berulang kali beberapa kata yang sama, yakni: Choi Minho, Lovely Girl, Drama dan Tampan. Namun Taemin tidak mau ambil pusing dan tidak mau mendengarkan. Ia masih merasa kehilangan uang dan sedih di kursinya sendirian.
–SHINee Café—
Sepertinya ini hari yang benar-benar sial untuk Lee Taemin. Bukan hanya bertemu lelaki aneh, dikejar rentenir, diomeli penjaga perpustakaan, bahkan uang pun diambil hingga membuatnya memegang perut selama perjalanan ke sanggar tari, dan sekarang ia baru saja keluar dari sebuah ruangan milik seorang lelaki paruh baya setengah botak yang selalu berwajah masam dan entah mengapa bertemu lelaki semacam itu pun dapat mengubah ekspresinya menjadi lebih muram lagi.
Dengan perasaan putus asa dan sedih Taemin berjalan lunglai di dalam lorong yang sepi. Kalimat lelaki tadi yang tidak lain adalah pemilik sanggar tari terus terngiang di kepalanya, Aku merasa rugi jika kau pergi dari sini, tapi aku juga tidak bisa membiarkan orang sepertimu tetap berada di sini. Jadi, saya putuskan dengan tidak hormat Anda saya pecat sebagai guru di ini.
“Bukankah tari diperuntukkan untuk siapa pun? Jadi, siapa atau apa aku menjadi penting? Bukankah mereka sendiri yang mengatakan, ‘tidak penting siapa dirimu, tapi apa yang bisa kau lakukan’. Sepertinya itu cuma omong kosong,” gerutu Taemin dalam perjalanannya menuju pintu keluar, namun langkahnya terhenti ketika melihat sepatu ballerina berwarna putih menghalangi jalannya. Taemin mendongak untuk memastikan siapa wanita itu, namun tidak disangka, itu adalah Kim Chaerin, wanita yang dibuatnya menangis kemarin.
Chaerin berdiri dengan lengan terlipat di depan perut. Wajahnya menyunggingkan ekspresi murka yang mirip dengan yang terakhir kali Taemin lihat, namun kali ini sedikit berbeda karena ada kesenangan pula di sana. Wajah itu tampak begitu sinis.
“Seharusnya ini tak perlu terjadi padamu jika kau tak pernah datang ke sini dan bertemu denganku,” seru gadis kurus itu tiba-tiba.
Sejanak Taemin tak terlalu paham apa yang dimaksudkan tapi ketika Chaerin menyunggingkan senyum kemenangan yang lebih jelas, maka Lee Taemin benar-benar paham seketika. Matanya membulat dan jantungnya berdegup cepat karena marah.
“Kau…”
“Binggo! Tentu saja. Kau memang cerdas,” puji Chaerin.
“Kau tahu aku sedang kesulitan keuangan tapi kau malah—“
“Apa yang aku lakukan belum seberapa dibandingkan apa yang sudah kau lakukan selama ini, setidaknya padaku selama dua tahun kita mengenal. Kau yang begitu aku puja, cinta… ya, ampun, aku bahkan jijik ketika mengingat hal itu.”
Taemin tahu ia salah, tapi ia tetap merasa marah. Jadi, tanpa berniat melanjutkan perbincangan penuh emosi ini, anak lelaki itu memilih untuk berjalan melalui Chaerin begitu saja dan melanjutkan perjalanannya yang sempat tertunda.
“Dan jangan sampai aku melihatmu lagi penipu!” teriak Chaerin dari belakang punggung Taemin membuat gigi-gigi Taemin bergemeletuk.
Dalam waktu kurang dari sepuluh menit Taemin sudah menemukan pintu keluar yang berupa sebuah kaca, begitu pula dengan temboknya yang lebih mirip etalase toko. Dan dalam waktu lima menit ia sudah melewati halamannya. Namun, tepat ketika ia melewati gerbang seseorang membekap mulutnya dari belakang dan hanya butuh waktu kurang dari semenit Lee Taemin kehilangan kesadaran penuh.
To Be Continued …
©2013 SF3SI, Lee Hana
Officially written by Lee Hana, claimed with her signature. Registered and protected.
This FF/Post legally claim to be owned by SF3SI, licensed under Creative Commons Attribution-NonCommercial-NoDerivs 3.0 Unported License. Permissions beyond the scope of this license may be available at SHINee World Fiction
Please keep support our blog, and please read the page on top to know more about this blog. JJANG!
lanjut thor,..
Lanjut, tapi lanjutannya dibaca, ya?
Lanjut….. kayaknya taemin cewekya???
Yah, jangan buka-buka rahasia, dong. Hahaha!
author-nim, lanjutin yaa. saya penasaran sama orang yg culik(?) taemin di gang kecil. aku rasa sih si choi minho :3
Kalo yang di gang kecil dia nggak diculik. Pengen diculik tapi justru ditolong. Di akhir dia baru bener-bener diculik.
aah~ baru ngeh saya haha. thankseu author-nim ^^