Hello Bihyul – Part 4

TITLE : Hello Bihyul Part 4

AUTHOR : Yuyu

MAIN CAST :

Lee Jinki (SHINee)

Han Yoomin (Ocs)

SUPPORT CAST :

The rest of SHINee’s Member

Haeji (Ocs)

Jihye (Ocs)

GENRE : Romance

TYPE/LENGTH : Oneshoot

RATING : PG-13

KET : Daftar jadi author tetap

ONEW POV

Aku mengambil handuk kecil dari dalam tasku dan menyeka keringat disekitar leher. Kulirik hp ku, ada satu panggilan tidak terjawab dari Yoomin? Belum sempat aku menelpon balik, sudah ada panggilan masuk lagi dari Yoomin. Ada apa nih?
“yeoboseyo?” sapaku.

“yaaa, Lee Jinki! Apa maksudnya ini?” teriak Yoomin tanpa berbasa-basi.

“uh? Apa yang kau maksudkan?” tanyaku bingung karena tiba-tiba saja Yoomin menelponku dan marah-marah. Salah apa lagi aku?

“lihatlah koran hari ini, dan kau akan mengerti apa yang kumaksudkan!” omel Yoomin sebelum memutuskan sambungan telpon, membuatku bengong.

Aku mencari-cari koran yang biasanya selalu diletakkan oleh manager hyung diatas meja. Setelah memastikan bahwa koran itu adalah koran hari ini, aku melihat halaman depannya, disana terpampang beberapa fotoku yang entah kapan dan oleh siapa terpotret. Tertera dalam tulisan yang besar, ‘Kehidupan Onew dan Istrinya terungkap’ sebagai headlinenya.

Disana ada fotoku dan Yoomin yang sedang tidur, ada foto saat aku, Yoomin dan Bihyul duduk disofa bersama-sama, dan foto terakhir juga foto aku dan Yoomin yang sedang tidur, tapi dalam posisi dan tempat yang berbeda dengan foto pertama.

Tunggu dulu! Bukankah foto pertama ini diambil di apartemen? Dan foto selanjutnya saat kami berada di villa? Aku mulai memaksa otakku untuk melakukan observasi dan mengambil kesimpulan. Ini pasti kerjaan member SHINee.

“ada apa hyung?” Taemin menghampiri Onew dengan bingung, disusul member lainnya.

“Ini, kerjaan siapa?” tanya Onew sambil mengangkat majalah tersebut. Keempat member SHINee berebutan untuk melihat foto tersebut. Reaksi mereka sama terkejutnya dengan Onew, kecuali satu orang.

“ah, igeo, mianhae hyung. Kau ingatkan kemarin aku bilang hpku hilang? Pasti orang yang menemukan hp ku yang menyebarkan foto-foto itu.” Sahut Key sambil mengaruk-garuk kepalanya.

“kau iseng sekali sih. Untuk apa kau potret-potret Onew hyung?” tanya Jonghyun dengan tatapan tidak percaya.

“aku hanya merasa mereka terlihat serasi, itu saja. Mana kutau kalau hp ku akan hilang dan fotonya jadi tersebar seperti ini?” elak Key, tidak ingin disalahkan lebih lanjut.

“tapi, bagus juga sih foto ini keluar. Jadi pemberitaan tentang hubungan hyung dengan Yoomin noona yang tidak baik, juga tentang skandal perselingkuhan hyung dengan Jessica noona secara tidak langsung sudah terselesaikan, kan?” tambah Taemin, mencoba untuk menengahi. Aku menghela nafas pelan. Wajar saja kalau Yoomin sampai meledak-ledak seperti itu. Kulirik Minho yang menarik koran tersebut dari tangan Taemin, raut wajahnya terlihat sangat serius.

“argh, Key! Kau justru membuat skandal baru!” omel Minho sambil mengacak-acak rambutnya sendiri.

“apa? Apa? Ada apa?” tanya kami serentak dan membaca artikel kecil yang terselip dibagian pemberitaanku. Bagus skandal baru, batinku.

“omo! Aku lupa kalau aku juga memotret saat Jihye noona dan Minho melakukan tantangan dari Jonghyun hyung.”

AUTHOR POV

Yoomin kembali menatap foto-foto dalam koran tersebut. Perasaan malu bercampur marah menguasainya. Sekarang fotonya terpampang di koran dan masyarakat luas melihat wajahnya dengan jelas, dalam keadaan yang memalukan.

“eomma~ appa bogoshipoyo…” lagi-lagi Bihyul merengek untuk yang kesekian kalinya untuk hari ini. Hari sudah sore, langit mulai gelap. Tapi Yoomin juga tidak tega terus-terusan melihat Bihyul merengek ingin menemui Onew. Yoomin tersenyum sekilas pada Bihyul dan meraih tasnya.

Ia memutuskan untuk pergi ke tempat latihan Onew, membiarkan Bihyul untuk melihat Onew sebentar.

Awalnya Yoomin merasa agak canggung, ia tidak pernah pergi ke tempat latihan Onew sebelumnya, tapi ia harus melakukannya demi Bihyul.

“Noona? Sedang apa noona di sini?” tanya Key tidak percaya, sama tidak percayanya dengan Yoomin sendiri.

“hmm, Bihyul terus merengek ingin menemui Jinki. Dia ada di mana?” tanya Yoomin.

“Onew hyung? Sepertinya dia masih diruang latihan. Diruangan ujung itu, noona. Oh iya, tentang foto itu, jeongmal mianhae noona. Itu karena hp ku hilang, mianhae.” Kata Key sambil mengatupkan keduatangannya sebagai permintaan maaf.

“ah, gweanchanayo.”

“geure, aku mau menyusul Jonhyun hyung dan yang lainnya. Noona annyeong, Bihyullie annyeong~~” sebelum pergi, Key menyempatkan diri untuk menciumi pipi tembem Bihyul.

Yoomin berjalan lambat-lambat menuju ruangan yang ditunjuk oleh Key tadi. Entah kenapa dia jadi gugup. Pintu ruangan tidak tertutup rapat, ada sedikit celah di sana. baru saja Yoomin akan mengetuk pintu, didengarnya ada suara percakapan dari dalam ruangan. Yoomin mengintip dan melihat Onew sedang berbicara dengan seorang wanita, mungkin Jessica, pikir Yoomin. Yoomin mematung diluar ruangan, tidak tau apakah ia harus masuk sekarang atau tidak. Percakapan dari dalam ruangan kembali terjadi. Bukannya bermaksud untuk menguping, hanya saja Yoomin merasa tidak enak jika harus masuk sekarang, maka ia putuskan untuk menunggu sampai percakapan mereka selesai.

“jadi apa yang kau rasakan?” tanya Jessica.

“sudah jelaskan? Dia itu yeoja hyungku. Mana berani aku memiliki perasaan apapun padanya.” jawab Onew, suaranya agak pelan.

“ada atau tidak?” tanya Jessica bersikukuh.

“sudahlah, hentikan pertanyaan-pertanyaan seperti itu Jessica.” Geram Onew.

“Onew, kau tau aku masih menyukaimu kan?” jeda sesaat setelah Jessica bertanya, Onew tidak terlihat berniat untuk menjawab, maka Jessica melanjutkan, “kumohon, bisakah kita kembali seperti dulu lagi?”
”Jessica, kau membuatku sulit. Pernikahan ini, sudah cukup menyiksaku. Dan kumohon jangan tambah penderitaanku lagi dengan memintaku untuk berselingkuh. Aku tidak ingin merusak harapan para shawols, aku juga tidak ingin merusak harapan dari orangtuaku.”

“tapi kau sama sekali tidak menyukainya, istrimu. Apalagi kau harus ikut menjaga anaknya. Aku tau kau tidak suka dengan anak kecil, aku tau kau pasti tersiksa kan?” tanya Jessica lagi.

“yah, memang… aku…”
”kalau begitu, berpisah saja. Dan kembalilah padaku.” Isak Jessica setengah memotong kata-kata Onew.

Pembicaraan selanjutnya terasa tidak begitu penting bagi Yoomin.

Kata-kata Onew barusan menyadarkannya, betapa sejak awal pernikahan ini adalah sesuatu yang salah. Bagaimana mungkin ia bisa melupakannya? Sikap baik Onew padanya akhir-akhir ini, tidak berarti apa-apa. Perhatiannya pun tidak berarti apa-apa.

Jessica keluar dari ruang latihan, sedikit terkejut melihat Yoomin tengah berdiri disamping pintu. Diliriknya Onew yang masih berada diruang latihan, tidak menyadari kehadiaran istrinya.

“Yoomin-ssi, bisakah kita berbicara sebentar? Bagaimana kalau di café diujung jalan?”

Yoomin menangguk lemah.

***

Bihyul duduk disamping Yoomin sambil mencomot cheesecake yang ada dihadapannya. Sementara Yoomin sendiri meremas kedua tangannya, entah apa yang dicemaskannya.

“Yoomin-ssi, aku akan berkata langsung padamu. Kuharap kau tidak keberatan.” Ungkap Jessica, “aku harap kau bisa bercerai dengan Onew.” Lanjutnya setelah Yoomin mempersilahkannya untuk bicara. Yoomin terkesiap, pernyataan itu tidak diduga akan diluncurkan oleh Jessica, orang yang sama sekali asing baginya.

“Jessica-ssi, kurasa kau tidak ada hubungannya dengan ini semua. Memang pernikahan kami tidak bisa dibilang pernikahan yang normal ataupun pernikahan yang bahagia. Tapi bagaimanapun, ini adalah rumah tangga kami.” Jawab Yoomin setenang mungkin.

“kau salah, tentu saja ada hubungannya denganku. Aku dan Onew sudah berpacaran hampir setahun. Karena jadwal kami yang sama-sama padat, beberapa bulan belakangan ini kami sudah tidak saling kontak ataupun bertemu. Tapi, statusku tetaplah kekasihnya. Dan tiba-tiba saja aku melihat berita dia telah menikah dengan orang lain. Han Yoomin-ssi, mungkin ini terdengar kasar bagimu, tapi kau adalah pihak ketiga dalam hubungan kami.” Tegas Jessica. Yoomin terlalu tidak percaya dengan apa yang didengarnya, membuat ia tidak bisa bereaksi sebagaimana harusnya.

“apa tadi kau juga mendengar perkataan Onew? Dia bilang dia tersiksa dengan pernikahan kalian. Dan lagi, kalian berdua kan tidak saling menyukai, kenapa kau tidak lepaskan saja Onew? Biarkan dia bersama dengan orang dicintainya, dan kau bisa memulai hidup baru, dengan orang yang kau sukai.”

Tiba-tiba saja, Yoomin merasa kepalanya seperti ditancapi berjuta-juta belati. Tidak hanya itu, seluruh tubuhnya terasa sakit mendengar kata demi kata yang dilontarkan oleh Jessica.

Benar, mengapa aku tidak memikirkan perceraian sejak awal? Batin Yoomin seolah baru menyadari ada kata perceraian di dunia ini.

“Yoomin-ssi, kumohon. Biarkan Onew bebas dan kembali padaku.”

“a—aku…”

“Yoomin-ssi, kenapa kau harus menyiksa dirimu sendiri? Kumohon, tolonglah aku, bercerailah dengan Onew.”

“geure—“ jawab Yoomin setengah sadar. Pikirannya terasa kacau, banyak hal yang mengganggu dibenaknya saat ini. Apapun itu, ia mencoba mengusirnya, tapi sia-sia. Otaknya terasa penuh dan bagai benang kusut, membuat ia tidak bisa berpikir apa-apa lagi.

“jinjja? Kau bersedia bercerai dengan Onew?” tanya Jessica tidak percaya. Yoomin menangguk pelan, sangat amat pelan.

“gomawo, gomawo Yoomin-ssi. Jeongmal gomawoyo.”

Jessica harus meninggalkan café lebih dulu setelah percakapannya dengan Yoomin membuahkan hasil yang sangat menyenangkannya.

Yoomin memilih untuk berada di sana sedikit lebih lama, memikirkan kembali apa saja yang baru terjadi beberapa menit terakhir. Ia akan bercerai dengan Onew, orang paling menyebalkan yang pernah ia kenal. Ia tidak perlu lagi terlonjak kaget setiap kali mendengar suara teriakannya, ia tidak perlu lagi melihat wajah menyebalkan tapi sangat polos saat tertidur itu, ia tidak perlu lagi menghadapi keusilan Onew yang sengaja menggodanya hingga kesal, ia tidak perlu lagi berhadapan dengan orang itu. Ia harusnya senang, tapi kenapa bukan sebuah senyuman yang terukir diwajah? Kenapa justru derai airmata yang membasahi pipinya? Sebuah tangan hangat menyentuh pipinya, mengusap airmatanya yang tidak berhenti mengalir.

“eomma, uljima~” isak Bihyul yang juga ikut menangis karena melihat Yoomin menangis.

“mianhae, mianhae Bihyul-ah. Nappeun eomma.”

ONEW POV

Lagi-lagi aku pulang larut malam, sudah pukul 1 dini hari. Aku membuka pintu dengan perlahan, takut akan membangunkan Bihyul dan Yoomin. Begitu kunyalakan lampu, Yoomin tengah duduk disofa dengan pandangan kosong. Ia tersentak begitu lampu menyala dan tatapan kami bertemu. Matany memerah, ada apa? Apakah ia habis menangis?

“Yoomin-ah, waegeure?” tanyak panik.

“Jinki-ah, igeo…” katanya sambil menyodorkan sebuah amplop cokelat padaku.

“kau menungguku hanya untuk memberikan ini padaku?” tanyaku bingung. Yoomin mengangguk lemah. Kedua alisku saling bertautan, perlahan-lahan kubuka amplop itu dan mengeluarkan kertas yang ada didalamnya.

“surat perceraian?” tanyaku tidak percaya. Lagi-lagi Yoomin menangguk.

“Jinki-ah, aku sudah menandatangani surat itu, setelah kau menandatanganinya juga kita hanya perlu mengurus beberapa berkas lain dan setelahnya kita akan resmi bercerai.” Yoomin tidak menatapku, tapi teus menatap kertas-kertas itu.

“jamkanman! Apa maksudmu bercerai?” tanyaku lagi, masih tidak percaya dan tidak mengerti. Apa yang terjadi?
”tentu saja, kau tidak bermaksud untuk hidup selamanya denganku dan Bihyul kan? Tandatangani sajalah, setelahnya aku dan Bihyul akan keluar dari kehidupanmu, dan semuanya akan kembali ke titik awal sebelum pernikahan ini terjadi.” Jelas Yoomin. Apa maksudnya? Kenapa ia tidak membicarakan hal ini lebih dulu padaku? Kenapa dia seenaknya saja membuat keputusan seperti ini?

“apakah sejak awal kau telah memutuskan untuk bercerai setelah pernikahan kita?” tanyaku lagi. Yoomin terdiam, ia menundukkan kepalanya, terus memelototi ujung slippernya.

“kau anggap aku orang tolol, Han Yoomin!? Setelah kau memanfaatkan pernikahan ini, seenaknya saja kau meminta cerai? Jangan kau pikir aku tidak tau apa tujuanmu sejak awal dari pernikahan ini!!” bentakku, emosiku meledak-ledak dan tidak dapat kucegah lagi. Aku merasa sangat marah padanya, aku marah karena ia terpikirkan tentang perceraian ini setelah ia mendapat keuntungan.

“kenapa? Setelah mendapatkan bantuan dari perusaahan appa, dan perusahaan appamu menjadi stabil, kau langsung meminta cerai padaku? Apa kau tidak merasa seperti rendah, Han Yoomin? Kau bahkan rela menjual dirimu sendiri demi perusahaan.” Cibirku, masih dikuasasi oleh emosi. Yoomin tidak menjawab, ia menggigiti bibir bawahnya lebih kuat sekarang.

“jawab aku Han Yoomin!!!” bentakku, kucengkram kedua lengannya, memaksa dia untuk meresponku. Kulihat bulir-bulir airmata menuruni pipi putihnya.

“terserah apa yang kau pikirkan, Lee Jinki-ssi. Suka atau tidak suka, kita tetap akan bercerai.” Yoomin bersikeras, membuatku emosiku lebih memuncak. Kenapa dia sangat ingin bercerai?

“geure, kalau kau memang ingin bercerai. Dan lagi, kulihat kau bahkan sudah menyiapkan kopermu,” aku melirik sebuah koper yang berdiri tegak disamping sofa, “akan kutandatangani segera. Dan kau, silahkan pulang ke rumah orangtuamu saat ini juga.” Ini gila, Lee Jinki! Aku memaki diriku sendiri, sekarang sudah dini hari, kenapa aku justru menyuruh dia untuk pergi sekarang?
”araseo, aku akan membangunkan Bihyul dulu.” Katanya sambil berbalik, bersiap-siap berjalan ke kamar Bihyul, kutarik tangannya dengan kuat, memaksa dia kembali menghadapku.

“apa yang kau pikirkan Han Yoomin? Membawa Bihyul pergi bersamamu? Kalau kau memang ingin bercerai denganku, tinggalkan Bihyul di sini.” Kataku dingin, “kau pikir karena apa orangtuaku terus mendesakku untuk menikah denganmu kalau bukan karena Bihyul? Kau mendapatkan apa yang kau—kestabilan perusahaan appamu—jadi wajarkan kalau kami juga mendapatkan apa yang kami mau?”

“tapi… Bihyul adalah segalanya bagiku, aku tidak ingin berpisah darinya.” Elak Yoomin.

“hidup itu adalah sebuah pilihan. Kau tidak boleh tamak dengan menginginkan segala hal yang kau inginkan. Kalau tau sejak awal hanya uang yang kau inginkan, kenapa tidak kau jual saja Bihyul pada kami? Dengan begitu tidak perlu ada pernikahan bodoh ini.” Cibirku.

PLAAK!

Sesuatu yang panas mendarat dipipi kiriku, meninggalkan rasa perih. Tapi tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan rasa sakit dihatiku saat ini. Setiap kata-kata kasar yang kulontarkan padanya justru berbalik dan menyerangku, membuatku jauh lebih menderita.

“apa kau tidak merasa dirimu seperti wanita murahan? Bercinta dengan kakakku, dan sekarang menjadi istri dariku—adiknya.” Hentikan, Lee Jinki. Hentikan. Aku tidak bermaksud mengatakan hal seperti ini! “wanita sepertimu membuatku sangat muak, pergi dari sini sekarang juga dan jangan pernah berharap untuk bisa mendapatkan Bihyul lagi!!” teriakku sekuat mungkin. Yoomin menatapku, pandangan yang sangat terluka, tapi ia tidak protes. Ditariknya koper yang telah ia siapkan entah sejak kapan dan menyeret koper itu keluar dari pintu apartemen. Terdengar suara pintu yang tertutup, aku menoleh ke belakang, memastikan Yoomin sudah keluar dari apartemen. Tubuhku merosot ke lantai, tenaga dalam diriku seperti sudah menguap begitu saja. Kuatur nafasku yang masih tersengal-sengal karena luapan emosi yang tidak biasanya.

Kenapa jadi seperti ini? Kenapa aku justru mengatakan hal-hal yang menyakitinya? Aku tau aku tidak sungguh-sungguh bermaksud mengucapkan hal-hal itu, tapi… aku…

Kata-kataku dan kata-kata Yoomin kembali mengulang dalam memoriku secara acak, seperti potongan-potongan kaset kusut. Kenapa tiba-tiba keadaannya jadi seperti ini?

YOOMIN POV

“omo, Yoomin-ah, sedang apa kau jam segini?” tanya eomma dengan panik. Aku sampai didepan rumah kediaman keluarga Han tepat pukul 2 dini hari, wajar saja kalau eomma heran melihatnya. bukannya menjawab pertanyaan eomma, aku justru menghambur kedalam pelukannya dan menangis meraung-raung. Eomma mengelus-elus puncak kepalaku, mencoba menenangkanku. Eomma membawaku masuk ke kamarnya.

“appa eodigayo?” tanyaku sambil meneguk segelas susu atas paksaan eomma.

“appamu sedang diluar kota, besok dia baru akan pulang. Ada apa denganmu? Ceritakan pada eomma. Apa kau bertengkar dengan Jinki?” eomma duduk disampingku, mengambil alih gelas yang sekarang kosong dan meletakkannya dimeja rias.

“aniya. Aku… aku menyerahkan surat perceraian padanya.” kataku sedikit takut, takut kalau eomma akan memarahiku.

“surat perceraian? Waeyo?”

“eomma, kumohon jangan paksa aku untuk kembali. Kumohon jangan usir aku, jebal.” Ketakutan tiba-tiba saja merayapiku. Aku tidak memikirkannya sebelum ini, tidak memikirkan mungkin saja eomma dan appa akan sangat marah dengan tindakanku. Satu-satunya yang kupikirkan dari tadi hanyalah kata-kata Jessica yang masih terus terngiang.

“tidak akan, eomma tidak akan mengusirmu, uljima, Yoomin-ah. Katakan pada eomma, kenapa kau tiba-tiba saja memutuskan untuk bercerai?” dengan sabar eomma kembali memelukku, aku hampir saja melupakan betapa hangatnya pelukan eomma.

“tadi siang, seorang yeoja menemuiku dan memohon padaku untuk bercerai dengan Jinki. Yeoja itu adalah pacarnya.” Isakku.

“dan kau menyetujuinya begitu saja?” tanya eomma tidak percaya, tapi ia tetap mencoba untuk tenang.

“karena mereka saling mencintai eomma, aku tidak ingin merusak hubungan mereka. Lagipula, pernikahan kami sama sekali tidak berarti apa-apa.”

“lalu kenapa kau menangis? Bukankah kau sedih karena harus bercerai dengannya?” hujam eomma tepat sasaran.

“geundae… aku tidak tau apa yang kurasakan padanya. aku tidak mengerti perasaan apa ini, eomma” Eomma tidak berkata apa-apa, terus memelukku lebih erat.

“pabo, sudah jelaskan kalau kau menyukai Jinki, suamimu itu? Kenapa kau tidak katakan padanya saja dan hidup bahagia.”
”eomma tidak mengerti. Baginya, aku hanyalah penderitaan yang harus ditanggungnya karena pernikahan konyol itu. Aku tidak ingin menjadi beban baginya eomma, aku tidak ingin. dan lagi, dia sudah mengatakan padaku pendapatnya tentang aku, dia membenciku eomma. Perceraian memang adalah yang terbaik.” Aku kembali mengingat seluruh kata-kata yang diucapkannya padaku, seluruhnya. Akhirnya aku sadar betapa sesungguhnya ia sangat membenciku.

“lalu, Bihyul ottokhae?”

“Bihyul… Jinki bilang kalau kami bercerai, Bihyul harus ikut dengan mereka karena Nyonya dan Tuan Lee sangat menginginkan Bihyul.” Jawabku, melepaskan pelukan eomma dan menatapnya dengan nanar.

“kau bisa hidup tanpanya?” kulihat mata eomma mulai berair. Membayangkan hidup tanpa Bihyul benar-benar mengerikan, tapi aku juga tidak bisa merangkak kembali ke tempat Lee Jinki dan memohon agar perceraian dibatalkan atau kalau dia mau berbaik hati, memberikan Bihyul padaku.

“ingatkah kau, apa saja yang sudah kau korbankan demi Bihyul?” tanya eomma lagi. Oh, tentu saja. Segala harga yang harus kubayar selama empat tahun, bagaimana aku bisa lupa.

“eomma tau, akan sangat menyiksamu jika harus kembali hidup bersama Jinki. Eomma tau kau akan merasa sedih dan membuat Jinki tidak bisa bersama dengan orang yang dicintainya, tapi bagaimana dengan Bihyul?” eomma menatapku cukup lama hingga aku sadar, eomma menangis, kali pertama aku melihat eomma menangis setelah empat tahun lalu, saat kejadian dirumah sakit itu.

“mianhae Yoomin-ah. Eomma berpikir ini—menikahkanmu pada Jinki—adalah yang terbaik untuk kau dan Bihyul. Tapi lagi-lagi eomma berbuat salah. Sama seperti empat tahun lalu, ketika eomma bersikeras untuk menitipkan Bihyul dipanti asuhan, dan bagaimana kau terus menyakinkan eomma bahwa kau bisa merawatnya. Eomma tidak akan lupa hari itu, Yoomin. Hari dimana kau kehilangan segalanya, berpisah dengan kekasihmu padahal tanggal pertunangan kalian telah ditetapkan, kehilangan impianmu untuk menjadi seorang pengacara handal.”

“eomma …” kali ini aku yang memeluk eomma. Melihat eomma menangis seperti ini menambah setiap sayatan dihatiku.

“kali ini, eomma tidak akan memaksamu lagi. Hiduplah sesuai dengan keinginanmu. Jika kau memang memutuskan untuk bercerai dan berpisah dengan Bihyul, bagaimana kalau kau mulai memikirkan masa depanmu sekali lagi? Kau masih sangat muda, Yoomin. Kalau kau mau, kau bisa kembali seperti 4 tahun lalu, anggap saja tidak pernah ada Bihyul, tidak pernah ada pernikahan. Hanya ada Yoomin 4 tahun yang lalu, Yoomin yang sedang mempersiapkan dirinya untuk kuliah di Harvard. Eotthe?” eomma membujukku, mengharapkan kebahagian untukku, aku tau itu.

Benar, jika memang aku sudah bertekad untuk melepaskan Bihyul, bukankah itu berarti aku harus pergi sejauh mungkin?  Harvard, tempat yang pernah menjadi mimpiku.

“ne, eomma.”

***

Aku terbangun dari tidurku, sedikit tersentak karena mendengar suara tangisan Bihyul. Sedetik kemudian, aku sadar itu hanya halusinasiku saja. Detik selanjutnya yang kudengar hanyalah suara nafasku yang semakin berat. Setelah memfokuskan diri, samar-samar terdengar suara eomma dan appa yang sedang berbicara. Aku berjalan menuruni tangga perlahan-lahan, sengaja agar mereka tidak menyadariku.

“kenapa bisa jadi seperti ini?” suara appa terdengar parau.

“jangan tanyakan apapun padanya, aku tidak ingin dia kembali mengingat kejadian semalam. Melihat dia menangis seperti itu, mengingatkanku pada hari kelahiran Bihyul.” Aku mengintip dan melihat appa merangkul eomma yang lagi-lagi tidak kuasa menahan airmatanya.

Hari kelahiran Bihyul…

Younji unnie …

“mianhae unnie, aku tidak bisa memegang janjiku padamu.” Bisikku pada diriku sendiri.

ONEW POV

“appa, irona~” Bihyul membangunkanku, kubuka mataku perlahan, menyadari aku tertidur diruang tamu sejak semalam. Aku menunggu diruang tamu hingga tertidur, menunggu kalau-kalau Yoomin akan kembali dan mengatakan padaku bahwa perceraian itu hanyalah leluconnya saja. Tpi dia sama sekali tidak kembali. Dari sudut mataku, bisa kulihat Bihyul mondar-mandir hampir diseluruh ruangan, mencari Yoomin.

“eomma! Eomma!” kulihat Bihyul berteriak-teriak sambil menyeret boneka beruangnya dilantai. “appa, eomma eodiseoyo?” Bihyul menghampiriku. Kerongkonganku terasa tercekat, jika kukatakan bahwa Yoomin telah pergi, dan ia tidak akan bertemu lagi dengan Yoomin, apakah dia akan mengerti dan menangis? Belum sempat aku menjawab, Bihyul sudah menangis karena tidak menemukan Yoomin di mana-mana. Bihyul berdiri ditengah ruangan sambil terus menangis dan melihat sekeliling.

“Bihyul-ah, jangan mencari lagi, eomma tidak akan muncul.” Kataku pelan. Aku mendekati Bihyul, ia terlihat kacau setelah menangis dengan sangat kecang. Belum pernah aku melihat Bihyul menangis sekencang ini.

“Bihyul-ah…” aku kehilangan kata-kata, tidak tau bagaimana agar Bihyul berhenti menangis. Kuangkat tangan kananku, mencoba untuk menepuk punggung Bihyul pelan. Rasa takutku menguap begitu saja, tidak ada lagi perasaan ragu, bingung ataupun takut saat aku menyentuh Bihyul, tidak seperti biasanya.

Bihyul masih tetap menangis. Aku memutar otak, mencari berbagai cara agar Bihyul berhenti menangis. Kuingat kembali bagaimana Minho menenangkan Yoogeun setiap kali dia mulai menangis. Aku ingat Minho selalu menggendong Yoogeun dan membawanya berkeliling.

Oke, kau bisa melakukannya, Jinki, kau pasti bisa. Aku memberikan sugesti pada diriku sendiri, mulai mengulurkan kedua tanganku dan mendekap Bihyul. Awalnya terasa aneh dan canggung, namun lama kelamaan terasa sangat nyaman, tangisan Bihyul pun sudah mulai mereda. Aku melangkah perlahan-lahan dari satu tempat ke tempat lain, sambil terus mencoba menenangkan Bihyul.

Ding! Dong! Ding! Dong! Bel apartemen berbunyi, aku berjalan menuju pintu hampir seperti berlari. Pintu terbuka, dan raut wajahku berubah kecewa ketika melihat eomma yang berdiri di depan pintu apartemen.

“eomma, waeyo? Pagi-pagi sudah datang ke sini.” Aku membuka pintu rumah lebar-lebar, mempersilahkan eomma masuk. Eomma memberi isyarat padaku untuk duduk, kubiarkan Bihyul duduk disampingku.

“eomma sudah mendengar dari keluarga Han tentang perceraian kalian.” Jelas eomma dengan singkat.

“jangan salahkan aku eomma, bukan aku yang mengungkitnya, tapi Yoomin yang ingin bercerai.” Sahutku cepat sebelum eomma mulai mengomeliku.

“karena Jessica?” tanya eomma yang berhasil membuatku tersentak. Bagaimana bisa Jessica dibawa-bawa dalam masalah ini? “Nyonya Han menceritakan apa yang Yoomin ceritakan padanya, dia bilang kalau kau dan Jessica masih saling menyukai. Benarkah itu?” selidik eomma, sebelah alisnya terangkat, menunggu jawaban dariku.

“eomma, kurasa ini tidak ada hubungannya dengan Jessica.”

“baiklah, kalau kau menganggap ini tidak ada hubungannya dengan Jessica, lalu kenapa kau tidak bisa menerima Yoomin? Dia gadis baik-baik, dia sangat pantas untukmu, Jinki.” Tegur eomma, jujur saja, kata-kata eomma sedikit membuatku merasa jengah.

“jangan berbicara seolah-olah eomma benar menginginkan Yoomin sebagai menantu eomma. Yah, mungkin saja eomma benar-benar menginginkannya, tapi sebagai istri hyung, bukan aku.”

“apa maksudmu?” kedua alis eomma saling bertautan, membuatku ikut bingung.

“tentu saja karena dia adalah yeojanya hyung kan?”

“Yoomin tidak memberitaukanmu sesuatu?” eomma balik bertanya, sedikit was-was.

“tentang apa?”

“tentang Bihyul dan eommanya.” Kerutan di keningku semakin bertambah. Apa maksud eomma sebenarnya? “Bihyul, adalah anak hyungmu dengan unnienya Yoomin. Unnie nya meninggal setelah melahirkan Bihyul, dan sejak itu Yoominlah yang merawat Bihyul seperti anaknya sendiri.

“mwo?? Jadi… Yoomin bukan…” aku tidak sanggup melanjutkan kata-kataku. Ya Tuhan, setelah aku mengucapkan kata-kata yang sangat keterlaluan padanya, kenapa aku harus tau kenyataan ini?

***

“hyung? Waeyo?” Key berdiri diruang latihan dengan bingung.

“hyung, kau menggendong Bihyul?” tanya Taemin tidak percaya.

“astaga, sepertinya akan ada sesuatu yang menarik.” Goda Minho.

“bantu aku jaga Bihyul sebentar. Aku harus mencari Jessica.” Kuserahkan Bihyul pada Minho tanpa banyak bicara lagi. Beberapa ruangan dari tempat latihan kami, Jessica sedang bersama-sama dengan teman segroupnya.

“Onew? Ada apa kau mencariku?” Jessica menghampiriku, dengan sedikit terburu-buru.

“bisa kita bicara diluar?” tanyaku, Jessica mengangguk dan mengikutiku ke tempat yang sepi.

“Jessica, apa saja yang kau bicarakan dengan Yoomin kemarin?” tanyaku tanpa basa-basi. Jessica terlihat terkejut, tapi berusaha menutupinya.

“apa maksudmu? Aku tidak mengerti.”
”gotjimal. Aku tau pasti ada sesuatu yang kau katakan padanya.” Aku bersikeras, yakin dengan pendirianku.

“aku… aku hanya mengatakan yang sebenarnya. Aku meminta dia untuk bercerai denganmu, karena kita masih saling mencintai.”

“saling mencintai? Jessica-ssi, jangan lupa apa yang kau katakan padaku terakhir kali kita bertemu beberapa waktu lalu.” Kataku dengan nada dingin, “kau yang bilang padaku bahwa kita tidak mungkin bersama, kau yang secara sepihak meminta putus dariku, memutuskan semua jalur komunikasi kita. Dan sekarang saat aku sudah memiliki keluargaku sendiri, kau malah bilang bahwa kita masih mencintai? Kau boleh terus berbuat sesukamu, kau boleh meneruskan keegoisanmu, tapi tidak untuk menyakiti Yoomin.” Lanjutku tanpa jeda.

“Onew, aku tau waktu itu aku salah. Aku menyesalinya. Tapi aku tau, kau masih menyukaiku kan?” tanya Jessica dengan percaya diri.

“berhentilah berpikir bahwa kau selalu benar. Setidaknya, tidak kali ini. Apa yang membuatmu berpikir bahwa aku masih akan menyukaimu setelah kau meninggalkanku?”
”a—aku..”

“jweongsohamnida Jessica-ssi, tapi kau salah. Saat ini, bagiku tidak ada yang lebih penting selain istri dan anakku. Kumohon kelak jangan sok tau dan mencampuri urusan rumah tanggaku lagi.” Aku meninggalkan Jessica begitu saja. Aku sendiri bingung, tidak tau dari mana kekuatan yang kumiliki hingga bisa meninggalkan Jessica begitu saja.

Kukeluarkan hpku, mencoba menghubungi Yoomin untuk meminta maaf, aku tidak berharap ia memaafkanku—aku sendiri tidak tau apakah aku pantas dimaafkan atau tidak—setidaknya dia harus mendengarkan penjelasanku dulu, kan?

Berkali-kali kutelpon, tapi nomornya tidak bisa dihubungi. Ottokhae? Haruskah aku ke rumahnya sekarang?

“hyung!” keempat member SHINee muncul dihadapanku, plus Bihyul. Aku menjelaskan situasinya secara singkat pada mereka, dan memutuskan untuk ke rumah Yoomin sekarang juga. Keempat member SHINee mengikutiku. Selama perjalanan, tidak henti-hentinya aku terus mencoba menelpon Yoomin, masih saja belum aktif, apa yang sedang dilakukannya?

Rumah Yoomin sudah terlihat di depan mata, aku turun dan mengetuk pintu, agak lama baru dibuka, seorang pelayan berusia paruh baya berdiri dihadapanku.

“ah, apakah Han Yoomin ada?” tanyaku sambil sedikit mengintip ke dalam.

“nona Han hari ini akan berangkat, katanya sih ia akan melanjutkan study yang sempat tertunda di Harvard…” kata-kata selanjutnya tidak ada satupun yang masuk ke dalam telingaku. Harvard? Kenapa ia harus kuliah di kampus luar negeri? Di benua lain? Aku kembali masuk ke mobil, meminta supir untuk segera menuju bandara incheon.

“hyung, kita harus menghentikan noona sebelum dia berangkat.” Sembur Key.

“benar, memangnya hyung mau kehilangan dia begitu saja?” lanjut Jonghyun.

“ugh, tutup mulut kalian, jangan membuatku tambah pusing.” Omelku sambil menutup telingaku rapat-rapat.

Sebelum mobil benar-benar berhenti di depan incheon, aku segera membuka pintu mobil dan melompat turun. Terdengar suara gaduh dari dalam mobil, memperingatiku untuk berhati-hati. Keempat member SHINee berlari dengan tergesa-gesa beberapa meter dibelakangku. Banyak orang yang menjerit-jerit, menyadari SHINee sedang berlari-lari bebas di bandara, beberapa kerumunan fans menghalangi jalanku untuk mencari Yoomin. Tsk, tidak bisakah mereka menyingkir sebentar saja? Ini keadaan darurat!

“hyung, aku melihat dijadwal penerbangan. Pesawatnya sudah lepas landas.” Sahut Minho pelan. Ia masih menggendong erat Bihyul.

Dia sudah berangkat. Yoomin sudah berangkat.

Dia tidak ada lagi di sini. Yoomin tidak ada lagi di sini.

Kata-kata itu terus berputar-putar dalam benakku, untuk pertama kalinya, aku merasa seolah gravitasi bumi tak bisa lagi menopangku. Kuulurkan tanganku, mengendong Bihyul dalam pelukanku, tidak ada lagi rasa takut, satu-satunya rasa takut yang kurasakan saat ini adalah, takut kehilangan Bihyul seperti aku kehilangan Yoomin. Minho terlihat ragu, tapi menyerahkan Bihyul padaku. Aku berjalan tertatih-tatih, tidak lagi memperhatikan sekitarku. Para dongsaengku bersikap ramah dengan melambai-lambai dan tersenyum pada para fans, tapi aku tidak bisa melakukannya. Ingin sekali rasanya aku membenamkan diriku dalam kubangan yang sangat besar, kalau saja ada.

“eomma~!!!” suara Bihyul yang berteriak menarikku kembali ke alam nyata. Bihyul meronta dan memaksa turun dari gendonganku, kubiarkan Bihyul turun, berlari dan menghambur ke dalam pelukan seorang yeoja yang duduk manis dikursi tunggu. Aku mengikuti Bihyul, berjalan menuju yeoja itu, yeoja yang tidak kalah terkejutnya dariku.

“Yoomin-ah … “ bisikku parau.

“kenapa kau bisa ada disini?” tanpa mempedulikan pertanyaannya, aku merangsek maju dan langsung memeluknya seerat mungkin, juga Bihyul yang ada dalam dekapannya. Perasaanku sangat lega, seperti baru saja melepaskan beban ribuan ton dari pundakku.

“gajima, jebal …” kataku lagi, masih dengan suara berbisik, karena memang hanya itulah yang bisa kukeluarkan sekarang.sss

“Ji—Jinki-ah.” Yoomin mencoba melepaskan pelukanku, tapi aku menolak dan ia menyerah. Kubenamkan wajahku dipundak mungilnya, mencoba mencari ketenangan sebanyak mungkin.

“bukankah pesawatmu sudah lepas landas?” tanyaku parau.

“aku tidak jadi pergi …” jawab Yoomin singkat.

“waeyo?”

Yoomin menunduk, entah menatap Bihyul atau lantai yang sama sekali tidak menarik.

“Yoomin-ah…” kuraih dagunya, mengangkat wajahnya agar menatapku. Bodohkah jika kubilang, aku membaca sesuatu dari sorot matanya? “saranghae…” kali ini suaraku lebih kuat dari sebelumnya, belum sempat Yoomin merespon kata-kataku, aku sudah mendaratkan sebuah ciuman dibibirnya. Kami membeku ditempat. Suara teriakan-teriakan histeris sekitar kami—yang sekarang telah membentuk lingkaran mengelilingi kami—terdengar sangat heboh, tapi tidak menggangguku. Blitz-blitz kamerapun tidak kalah hebohnya, tapi aku tidak peduli.

Apakah perasaanku tersampaikan? Sesuatu yang basah menetes dan membasahi pipiku, bukan airmataku. Kuakhiri ciuman kami, melihat Yoomin tengah menangis.

“bukankah, kau dan Jessica …” Yoomin terlihat tidak bisa melanjutkan kata-katanya lagi.

“aniya, pabo. Istriku kan kau? Jangan tinggalkan aku lagi, kumohon. Kau tidak tau kan betapa gilanya aku semalam? Mianhae, karena telah mengatakan kata-kata yang menyakitimu. Aku tau dulu aku sangat menyebalkan, selalu membuatmu kesal dan menggodamu, tapi kumohon jangan tinggalkan aku lagi. Aku bersedia melakukan apapun agar kau tidak pergi lagi. Jangan tinggalkan suamimu dan anak kita, Lee Yoomin.” Yoomin jelas terlihat kaget saat aku mengucapkan kata ‘anak kita’.

“asal kau tidak meninggalkanku, aku berjanji tidak akan membuatmu kesal lagi. Aku berjanji akan ikut membantumu menjaga Bihyul, aku berjanji apapun agar kau kembali padaku.”

“noona, maafkanlah hyung kami yang pabo ini.” Aku hampir saja melupakan keberadaan para dongsaengku. Key maju, berdiri disampingku.

“benar noona, kau tidak lihat dia tadi menggendong Bihyul?” sembur Taemin.

“kalau dia masih saja berbuat salah pada noona, biar kami yang menghajarnya.” Jonghyun terkekeh pelan mendengar kata-katanya sendiri.

Yoomin kembali menatapku dengan ragu, lalu sebuah senyum mengembang diwajahnya.

“nado saranghae, Lee Jinki.” Kata-katanya mampu membuatku merasa seperti sedang terbang dilangit.

“gomawo, aku janji tidak akan mengecewakanmu kali ini.” Aku kembali memeluk Yoomin dengan erat, tapi kali ini berbeda arti dengan pelukan sebelumnya.

“errr, hyung. Bisakah kalian lanjutkan ini di apartemen saja? Disini terlalu banyak penonton. Dan lagi kita harus segera pergi dari sini sebelum para wartawan mengepung kita.” Omel Minho sambil mengajak yang lainnya untuk segera keluar dari bandara.

Aku dan Yoomin tertawa bersamaan. Kami bertiga—aku, Yoomin & Bihyul—berjalan bersamaan dibelakang member SHINee. Kedua tangan mungil Bihyul masing-masing menggenggam tanganku dan Yoomin, membagikan kehangatannya pada kami. Setelah mencapai pintu mobil, benar saja. Beberapa mobil lainnya mulai datang dan mengerumuni kami. Para reporter menghujani kami dengan berbagai pertanyaan yang menggebu-gebu, dan pastinya tidak bisa kudengar satu persatu.

“Mianhae, aku sedang menjemput istriku dan sepertinya aku sudah membuat keributan.” Jelasku singkat sambil mendorong Yoomin untuk masuk ke dalam mobil, ia terlihat tidak nyaman dengan sorot kamera, anehnya Bihyul justru menikmatinya.

***

AUTHOR POV

“Lee Jinki! Kenapa kau tidur terus? Bantu aku jaga Bihyul!” teriak Yoomin dari dapur, sebelah tangannya sibuk mengaduk-aduk soup yang dimasaknya.

“aduh, kau kan tidak perlu marah-marah begitu. Semalam aku pulang larut, kau tidak bisa memberiku waktu istirahat sebentar saja?” Onew bergumam tidak jelas dan memeluk Yoomin dari belakang.

“yaaaaa! Jangan pegang-pegang!” sentak Yoomin dengan kasar.

“kau ini kenapa sih? Aku salah apa lagi? Kenapa kau selalu marah akhir-akhir ini?” tanya Onew yang sudah kelewat jengah dengan perlakuan Yoomin beberapa hari belakangan. Onew berlalu dan menghampiri Yoomin yang sedang menatap sarapannya di meja makan. Onew tersenyum kecil pada Bihyul dan menyuapinya sesendok demi sesendok.

Yoomin mendesah pelam. Benar kata Jinki, batinnya. Sudah hampir 4 bulan sejak kejadian dibandara, Onew tidak lagi menyebalkan seperti dulu, dan sekarang pun ia sudah tidak takut lagi untuk mendekati ataupun menyentuh Bihyul, tapi kenapa Yoomin terus-terusan merasa jengkel pada Onew?
cairan dalam perutnya bergolak, membuat perut dan kerongkongannya menjadi tidak nyaman. Dimatikan kompor yang sedang memasak soup, dengan sebuah tangan menutupi mulutnya, Yoomin berlari kecil ke toilet, memuntahkan sarapannya pagi ini. Seberapa banyak sarapan yang dimakannya pagi ini? Ia sudah bolak-bolak ke toilet lebih dari 5 kali dalam kurun waktu 1 jam.

“Yoomin-ah, waeyo?” Jinki menghambur masuk ke dalam toilet, menepuk-nepuk punggung Yoomin agar bisa memuntahkan semua yang ingin ia muntahkan. Onew menyodorinya sehelai handuk putih untuk membersihkan sekitar mulutnya.

“Yoomin-ah, gweanchana?” tanya Onew lagi. Yoomin berpikir-pikir, apa yang membuatnya seperti ini. Tanpa menjawab Onew, Yoomin berlari masuk ke kamarnya, melihat kalender kecil di atas meja yang penuh dengan coret-coret. Dibukanya halaman bulan lalu, melihat sebuah tanda yang sengaja ditandainya.

“Yoomin-ah, jangan membuatku takut.” Onew kembali mengikuti Yoomin masuk ke kamar, diikuti Bihyul dari belakang.

“Jinki-ah, aku telat…” kata Yoomin pelan.

“huh? Telat apa? Kau tidak ada janji hari ini kan?” tanya Onew bingung.

“bukan itu pabo, maksudku.. menstruasiku.”

Onew masih tampak tidak mengerti. Beberapa detik kemudian, mulutnya menganga lebar tanpa suara.

“maksudmu… kau…” Onew bahkan tidak bisa melanjutkan kata-katanya lagi saking senangnya. Yoomin mengangguk bersemangat.

“ne, Bihyul akan punya adik.”

“jadi itu sebabnya akhir-akhir ini kau sering marah-marah tidak jelas? Tidak apa-apalah, demi anak kita.” Bisik Onew sambil mendaratkan ciuman kilat pada Yoomin.

The End …

©2010 SF3SI, Freelance Author.

This post/FF has written by SF3SI Author, and has claim by our signature

This FF/post has claim to be ours. Please keep read our blog, comment, vote and support us ^.^

Don’t forget to :

  • Open FAQ page for ask something.
  • Open GUESTBOOK for new reader
  • Open Join Us page to know how to send your FF
  • Vote us please, our rating going down on SHINee toplist, so please vote us ^.^
  • For new reader, please join page Talk Talk Talk
  • Open page LIBRARY if you miss some FF


91 thoughts on “Hello Bihyul – Part 4”

  1. kyaa~
    daebak!
    mian untk yg nulis.q sbnernya udh bca smua.tp bru di ending.nya bisa kash coment.mian.

  2. ohohoho..pertanyaan ku dipart satu terjawab sudah.mianhae..tadinya kukira statusnya yoomin itu typo.daebak!

  3. mian, mau nanya, waktu dulu aku sempet baca ff ini, tapi gk bisa komennya -__-” hehehe.. ff ini daebak banget.. ini ff yang pertama kali aku baca, terus aku mau nanya, waktu itu aku sempet baca kelanjutan kisahnya minho sama haeji kalo gk salah deh,itu judulnya apa yaa, aku lupa, soalnya sempet vakum baca gara” UN .. gomawo ^^

  4. Oh jadi bihyul anak unninya yoomin aigo aku kira anaknya yoomin. Wk
    Endingnya keren mamen. Akhirnya jinki ngakuin perasaannya sma yoomin, happy ending.
    Great fic. Awesome.

  5. cuma bisa bilang “ihiyyyyyyy”
    wkwkwkwk
    jadi yg mantannya hyungnya jinki itu bukan yoomin toh, oalahhh

Leave a reply to ella Cancel reply