Nothing Happened

Nothing happened

Title                 : Nothing Happened

 Main Cast        :

  • Annabeth Shim (OCs)
  • Lee Jin Ki ‘Onew’ (SHINee)

 Support Cast    :

  • The others

 Length             : One Shot

 Genre              : AU, Romance, Angst

 Rating             : PG

 Summary         : Meski aku sudah berusaha untuk melakukannya, namun tentunya kesalahan tak dapat berubah ukiran. Dan pada akhirnya, hanya ada kata “dan” juga “kemudian” yang akan menggambarakan dirinya. Karena sesungguhnya, tak akan terjadi apa-apa diantara kami.

~.~.~.~.~.~.~.~.~.~.~.~.~.~.~.~.~.~.~.~.~.~.~.~.~.~

I found a person, a person that I shouldn’t love. I shook her off several times. I made that person cry because of my mistakes before. If the tears steal the heart and disappear, it seemed like she’ll come to me

Seorang yang tak cantik, tak juga kukenal––sebenarnya bukan aku yang tak mengenalnya, tapi ia yang tak mengenalku. Tapi bagaimana ia pandai dalam berbahasa dan bertutur kata, bagaimana senyumnya yang mampu membuat teduh, bagaimana kebijaksanaan bak putri raja yang jarang lagi dimiliki oleh manusia. Demi apapun, ia sungguh dewi yang turun dari surga dengan segala kerendahan fisik namun tinggi akan hatinya.

Penjaga kasir tua itu memanggilnya Annie. Namun aku lebih senang memanggil nama aslinya. Menurutku lebih indah saja. Sekitar enam bulan lalu? Ya, seperti itulah bagaimana aku menemukan mata indahnya––lagi, sedang menatapku di sebuah toko buku kecil di pinggiran kota New York yang menjual buku-buku fiksi tua tahun 1800 atau 1900-an mungkin? Kemudian ia tersenyum dengan indahnya memberi sedikit rekaman khusus yang istimewa dalam otakku. Dan seketika itu juga, seperti ada musik yang terngiang di telingaku dan semua cahaya alam seolah menuju padanya. Dan secara begitu saja… Aku mencintainya––lagi, untuk alasan yang sama.

Toko buku tersebut sedang sepi. Dan sebuah musik klasik sedang berputar dengan lamban disana. Aku mungkin terkutuk karena melihat dirinya kali ini. Ia sisipkan rambut ikalnya di telinga sebelah kanan dan terlihat headset dengan sempurna menutup telinganya dari bisingnya dunia luar. Apa dia sengaja agar aku dapat melihat wajah lembutnya dengan jelas? Ya, kurasa ia hendak mempermainkanku karena sekarang ia tersenyum pada buku yang ia baca. Sial! Dia terlihat bak dewi sungguhan!

“Onew, Kau sedang memperhatikan apa?” Seseorang bertanya––yang kutahu ia adalah kawanku. Ah, dia sungguh menggangguku. Aku berharap ia pulang saja kali ini. apa ia tak melihat aku sedang melakukan rekreasi, ha?

Tak suatu kata kubalas untuk lelaki yang kebingungan itu. Hanya kulewati seolah memang hanya berpapasan. Si lelaki mengutuk, namun apa peduliku. Yang kuingat hanyalah lambaian helaian rambut ikal Annabeth yang tertiup angin lalu. Pasti sangat cantik untuknya.

Membaca memang membosankan dan buku tua memang begitu membosankan. Dan lagipula aku tak begitu menyukai tanda-tanda baca dan tulisan-tulisan tua dengan garis miring dan sampul tebal. Aku lebih suka cerita fiksi horror atau thriller. Namun bukan buku yang kubaca, namun hendaknya aku membaca raut wajah yang sedang tersenyum itu––alasan sebenarnya kenapa aku tahan berjam-jam berdiri disini.

Pernah sekali, ia bertanya padaku apakah buku yang kupegang kala itu kubaca atau tidak. Aku hanya menggeleng karena memang aku tak berniat untuk membacanya. Bahkan buku itu belum kubuka sama sekali. Ia kemudian bertanya, “Kau tahu cerita ini?” Dan begitulah cerita bagaimana untuk pertama kalinya––setelah bertemu dirinya kembali, aku berbicara panjang dan santai. Namun yang terjadi ia sepertinya tak mengenaliku lagi. Buktinya ia masih bertanya namaku dan mengucapkan siapa namanya.

Aku sering memperhatikannya berkeliling menjelajah rak Mark Twain. Ia sering membelinya tanpa harus membacanya. Apa ia adalah salah satu fans dari penulis yang dinyatakan gila tersebut? Namun terkadang ia hanya melihat-lihat isi rak tersebut kemudian memasang headset­ dan mulai membaca buku Mark Twain yang ia beli sehari sebelumnya. Dan si penjaga kasir kelihatannya tak keberatan akan hal itu. Mungkin karena Annabeth adalah pelanggan setia toko antik ini?

Memang benar adanya, saat sekolah dulu ia sering membawa buku The Adventure of Huckleberry Finn kemana-mana. Dan juga buku The Adventure of Tom Sawyer atau mungkin buku Prince and the Pauper dan juga… Ah, untuk apa aku menghapalnya?

Kuingat ia tak pernah berada di kantin atau bermain dengan kawannya. Ia lebih baik menjelajah dunia Mark Twain tersebut. Terkadang ia juga mencatat beberapa kata atau kutipan-kutipan dari buku-buku tersebut.

Ia memang agak sulit untuk bersosialisasi dengan orang di sekitarnya. Kudengar ia begitu karena sebuah masalah keluarga yang dirahasiakan. Well, itu pribadinya. Ia hanya mempunyai seorang sahabat bernama… Tunggu, biar kuingat. Ah, Zelo! Begitulah yang kutahu.

Aku juga pernah dekat dengannya sebelum masalah keluarga itu terjadi. Aku masih mengingatnya––kami, sebenarnya. Aku, Annabeth, Key, Amber dan Zico. Kami sering melakukan trik––yang setelah kuingat lagi itu adalah sebuah kejahilan, terhadap guru-guru yang hendak mengajar di kelas tambahan kami. Seperti mematahkan kursi guru, membanjiri tinta spidol, sengaja membuang kapur agar kami tak belajar, dan hal lainnya yang menurut kami itu menyenangkan.

Toko buku itu kemudian menyetel sebuah musik sederhana yang membuatku berhenti kembali ke masa lalu, Moonlight Sonata. Annabeth pastinya segera melepas headset yang menyumpal telinganya dan meminta wanita tua tersebut untuk membesarkan sedikit volumenya. Ini adalah salah satu musik klasik favoritnya.

Aku pernah menemukannya di ruang musik sedang memainkan nada tersebut. Jemarinya tak begitu mahir jika dibandingkan denganku. Tapi penjiwaannya, lebih ketimbang yang kupunya.

Selain itu aku juga sering melihatnya membawa sebuah buku berisi not-not ke tempat manapun ia akan pergi. Dan suatu hari, ia menjatuhkannya dan aku berhasil menyimpannya. Judulnya Moon Autumn Waltz. Kucoba, dan hasilnya luar biasa. Waltz terindah yang pernah kumainkan.

Ia berjalan mendekati wanita tua penjaga kasir dan berbisik padanya. Si wanita tua mengangguk dan tersenyum. Aku tak mengerti maksud mereka apa, tapi Annabeth juga tersenyum dan berjalan kembali pada rak Mark Twain dan membaca bukunya kembali

han sarami saenggyeotjyo sarang
hamyeon andoeneun geu saram
andoe neunde andoe neunde myeot
beoneul ppuri chyeo boatjyo

 

Apa yang kudengar ini? Lagu dari negara kami? Sungguh ia mengenalnya? Kemudian kudengar alunan dendangnya yang merdu. Baiklah, hari ini mungkin ia akan menambah persenan cintaku yang sudah tumbuh ini.

Memang, dari ia duduk di sekolah menengah pertama ia selalu mengikuti ekskul paduan suara. Ia lebih sering ditunjuk sebagai solo karena suaranya yang khas. Jika kuingat lagi, suaranya nyaris sama dengan Ailee. Dan suara seperti itu adalah suara yang jarang lagi ditemukan di industri musik sekarang.

Ia pernah menyanyikan sebuah lagu negara kami, kalau tak salah judulnya Swamp. Dan begitu saja ia membuat juri terpukau akan suaranya hingga semua juri bertepuk meriah. Sementara aku hanya bisa tersenyum bangga dan bergumam, “Ia yang dulu mencintaiku.”

Memang pelupa aku ini. Dia adalah kamus berjalan kami. Maksudnya, kamus bahasa dunia kami. Ia mampu menguasai seluruh bahasa negara-negara di Asia, termasuklah dengan Cina, Indonesia, dan Korea. Pokoknya, ia terlalu hebat untuk bahasa Asia. Ia juga mengetahui bahasa Perancis, walau tak lancar.

Ia sering menjadi perwakilan sekolah jika undangan lomba bidang bahasa sudah sampai di alamat sekolah kami. Kulihat ia tak pernah latihan untuk lomba yang hendak ia ikuti. Namun jika ia kembali dari negara orang, tangannya tak pernah kosong.

Dan hal-hal seperti itu yang membuatku mencintainya. Bukan karena fisiknya yang tidak menarik sama sekali––karena kebanyakan orang akan melihat bawah dahulu, baru atasnya, jika kalian mengerti apa maksudku.

Aku jadi teringat masa lalu lagi ‘kan. Dulu aku sering mengantarnya pulang––karena rumahku dan rumahnya mempunyai arah yang sama dan beda rumah kami hanya beberapa blok saja. Kami bercerita banyak  soal diri masing-masing.

Dan aku masih mengingat bagaimana aku bertekad membaca buku Prince and the Pauper itu demi pembicaraan kami yang pastinya ia akan suka.

Aku juga mencoba untuk menyukai banyak hal demi dirinya. Seperti aku akhirnya belajar bahasa demi keterkaitan pembicaraan kami berdua. Dan juga tentang film Supernatural yang pada akhirnya kutonton dan kusukai karena aku tak ingin memutuskan pembicaraan disitu saja.

Banyak hal yang kulakukan dan kubuat demi mencapai persamaanku dengannya. Ia bilang ia berkehendak menjadi seorang notaris, sedangkan aku dengan bangganya berkata dokter. Ia menertawakanku karena nilai ilmu IPA yang kudapat semuanya dibawah rata-rata. Namun kemudian ia berkata di dalam tawanya yang kemudian kian melamban dan berubah menjadi serius, “Ketika kita dewasa nanti, kenangan masa lalu lama-kelamaan akan memudar. Namun bagaimana kita mengingat wajah, itu akan tertempel selamanya. Dan demi langit di hari ini, aku tantang kau untuk memakai jas putih sepuluh tahun kemudian.”

Kata yang ia sebutkan itu seperti mantra untukku. Seketika aku menjadi tertarik dan bahkan menggemari ilmu IPA yang dulu, sama sekali tak kugemari dan malah kubenci. Nila-nilai ilmu tersebut naik dan terus naik. Acungan jempol kemudian berada di depan mataku dan senyumnya membuatku kembali bertekad hendak terus meneruskan tantangannya.

Ia dulu pernah menghampiriku dengan sebuah gitar dan memohon untuk mengajarkannya memainakn gitar dengan sebuah lagu dari BoA yang berjudul Atlantis Girl. Ia mengaku bahwa lagu tersebut untuk lomba menyanyi solonya di Seoul kala itu. Aku tertawa karena kulihat jari kecilnya hanya mampu menyentuh tuts-tuts piano. Namun ia bertekad untuk mempelajarinya dan begitulah… Ia akhirnya bisa dan mentraktirku makan eskrim di sebuah kedai eskrim di dekat sekolah.

Dan masalah eskrim itu… Aku yang alergi akan vanila menjadi orang dengan keterpaksaan menyukai vanila karena ia menyukai rasa tersebut. Aku sempat sesak nafas dan sakit karena memakan eskrim tersebut. Namun sekarang––akibat dirinya, eskrim yang kupesan pertama kali pasti vanila.

Kala itu kami baru saja berniat untuk melakukan pelajaran dan aku sengaja tidur di kelas. Ia kemudian memukul lenganku dan berkata, “Pilih mana, bantal dan selimut atau pena dan buku?”

Aku mengerti dan bangun dengan malasnya. Lalu ia kembali berkata, “Ini bahan modal pengajaran fakultas kedokteran nanti. Kau tak ingat taruhan kita?” Dan ia berhasil membuatku tak pernah lagi tertidur di jam sekolah semenjak kata-kata tersebut keluar.

Ia juga memarahiku di kelas X karena pingsan ketika jam pelajaran olahraga. Fisikku memang terkenal lemah dan aku tak kuat sebelum mendapatkan pasokan makanan dari luar. Kebetulan aku belum sarapan pagi dan aku langsung melakukan olahraga berat.

Ia sempat marah dan tak ingin berbicara denganku. Aku sakit, tapi ia yang marah? Bisa-bisa aku tambah sakit karena dia marah.

Dan semenjak itu juga bagaimana aku makan dengan teratur dan tak pernah absen untuk sarapan tiap pagi demi berbaikannya aku dengan Annabeth.

Kegemaranku, keahlianku, kebiasaanku berubah baik karenanya. Terimakasihku ini mungkin tak akan cukup untuk mengganti semua hal yang telah ia rubah dalam hidupku. Pembangkang seperti akupun bisa menurut akan perkataannya.

Aku menjadi seorang dokter bedah di salah satu rumah sakit di tengah kota New York yang padat. Aku menjadi orang yang rajin membaca karena dirinya. Aku berhasil menjadi si penyuka vanila karenanya. Aku menjadi fans setia film Supernatural sampai sekarang karenanya. Aku tak lagi tertidur di jam kerjaku karena nasihatnya. Aku berhasil mengajarkan anak-anak di rumah sakit untuk sarapan pagi dengan menu yang sehat.

Semua hal baik yang ada dalam diriku, berasal dari dalam hatinya. Ini mungkin akan membosankan ketika kalian memperhatikanku berbicara hal yang tak jelas seperti ini tentang Annabeth. Itu memang hal-hal kecil. Namun dari hal kecil itulah, sesuatu menjadi besar terhadapku. Perubahan besar terjadi dan begitulah aku mengakhiri cerita tentang si inspiratif Annabeth Shim.

Oh, tunggu. Aku belum selesai. Beberapa hari setelah bertemu dengan wajahnya disini, rekaman film lama yang telah usang mulai terputar. Dan semuanya begitu mengejutkanku karena pada kenyataannya, ia yang dua tahun lalu sempat mengenalku dan… Huh, begini. Kuceritakan semuanya.

Kala itu aku adalah anak pindahan baru yang sangat populer. Ya, kuakui memang aku tampan.  Anggap saja setahun sudah berlalu dan sesuatu mengejutkanku. Ia memberikanku sebuah kertas bertuliskan tanda cintanya padaku. Demi dewi Amor, hari itu adalah hari valentine yang kubuat sendiri. Namun ada yang aneh pada diriku. Keterkejutan itu membuatku menolaknya mentah-mentah. Ia sama sekali tak merasa sakit––kelihatannya. Ia malah tersenyum dan berkata, “Terimakasih. Setidaknya kau mampu menjawabnya di hadapanku.” Dan begitu saja ia meninggalkanku dan berprilaku biasa padaku.

Dan dengan berakhirnya andai-andaiku akan masa lalu ini, begitulah ia akhirnya berjalan keluar dari toko buku ini ketika sebuah sepeda tua menghampirinya. Ia mencium bibir lelaki yang menjemputnya itu dengan mesra sebelum akhirnya ia menemukan dua anak lelaki––yang kutahu adalah anaknya, memeluk kakinya.

Tidak ada yang terjadi. Hanya aku, seorang lelaki malang yang terus memutar kaset masa lalu yang harusnya sudah memudar ketika aku melihat wajahnya. Hanya seorang lelaki yang belum menemukan pengganti hati.

Tidak ada yang terjadi, kecuali aku yang melihatnya mencium seorang lelaki yang tak kukenal di hadapanku dan mempunyai anak dari lelaki yang tak kukenal tersebut. Dan aku tak mampu melakukan apapun untuk memperjuangkan harga diriku––karena melihatnya begitu bahagia sementara aku yang sakit.

Tidak ada yang terjadi, kecuali aku yang terpatung dan menahan tangis penyesalan. Tak mampu berkutik melihat gadis tercinta dicium oleh orang lain. Bahkan memiliki anak yang begitu menggemaskan––yang seharusnya itu adalah anakku.

Tidak ada yang terjadi, dan memang tak akan ada perubahan dari diriku untuk memberitahu betapa menyesalnya aku saat ini. Dan lagi, hari ini adalah hari yang kesekian kalinya aku berkhayal tentang masa lalu yang sama selama beberapa jam. Dan dengan setiap harinya itu juga, aku membawa penyesalan, amarah, sakit, putus asa, dan perasaan buruk lainnya ke rumah.

Jika harapan itu tak kubuang, jika cinta itu tak dicampakkan, mungkin aku yang sudah menjemputnya dengan mobilku––bukan sepeda tua butut itu. Dan lagi, aku yang begitu percaya suatu saat cinta yang ditunggu akan datang, kembali jatuh menapak bumi setelah sebelumnya melayang ke angkasa.

 

How am I supposed to erase you alone and live. In those moments where we once walked together. Like that, the things we made beside each other. Even the memories, even those regrets.

~.~.~.~.~.~.~.~.~.~.~.~.~.~.~.~.~.~.~.~.~.~.~.~.~.~

THE END

Note: FF ini merupakan karya yang tidak lolos seleksi pada event FFP 2013 bulan Desember kemarin, namun masih mendapatkan dukungan beberapa juri.

©2011 SF3SI, Freelance Author.

Officially written by ME, claimed with MY signature. Registered and protected.

This FF/Post legally claim to be owned by SF3SI, licensed under Creative Commons Attribution-NonCommercial-NoDerivs 3.0 Unported License. Permissions beyond the scope of this license may be available at SHINee World Fiction

Please keep support our blog, and please read the page on top to know more about this blog. JJANG!

31 thoughts on “Nothing Happened”

  1. jadi ini bentuk cerita gtu, tentang masa lalu dan masa kini yang campur aduk. oh, my, god. penyesalan memang selalu datang belakangan, tapi kebahagiaan memang nggak pernah bisa diukur sama materi, kan? keren author!

  2. Ugh, kenapa ini tidak lulus penjurian FFP kemarin *nyesel*

    Dan well, ini adalah cerita pertama yang berisikan 95% narasi tapi aku tetep lanjutin bacanya sampai habis, karena ya ampun, beneran deh, cara Onew cerita dan bereaksi di sini ngalir
    Pas aku baca bagian ‘Namun yang terjadi ia sepertinya tak mengenaliku lagi. Buktinya ia masih bertanya namaku dan mengucapkan siapa namanya.’ aku panik.. OH TIDAK ANTEROGRADE AMNESIA OH TIDAK!! eh ternyata bukan hahahah~
    Aku pikir mereka memang saling tidak kenal, eh ternyata, dulu mereka punya masa lalu, berpisah karena sedetik kebodohan, dan berakhir demikian. Huuhh.. lee jinki, tabahkan dirimu.
    Btw, Annabeth… namanya cantik 🙂
    Dan penggambaran suasana kota New York-nya, somehow, terasa hidup.
    Jangan kapok nulis yaaa ^O^
    terima kasih ceritanya~

    1. eonnieeeeeeeeku tersayang~~~ /siapa si?

      gini eon, aku mungkin adalah orang yang paling ga pernah ngomong ama eonnie gegara terlalu malu /biasanya malu2in sih
      jadi, salam kenal aja ya eon dari dirikuh /apa deh

      jangan panik un, aku selalu disini /abaikan
      jinki udah aku sisain buat eonnie, jadi kalo berakhir dengan aneh bin absurd gini maafkanlah /A.P.A
      thanks eon~~~

      thanks buat matanya karena udah ngebaca dan hatinya yang udah ngerasain (?) dan jarinya karena udah ngomen panjaaaaaaaaaannnnnngggggg banget (~’3′)~

      1. OH YA AMPUN, AKU BARU NGEH SETELAH LIAT USERNAME KAMU
        kamu daftar jadi MA kan ya? masukin FF ini sebagai portofolio juga? Soalnya aku lagi buka folder protofolio orang2 ._. kkkk

        Kenapa maluuuu??
        Salam kenal jugaaa ^O^
        YEHET! JINKI PUNYAKU hahaha
        Enggak.. ini udah lumayan loh, untuk cerita yang isinya narasi semua gini
        tinggal dipoles lagi udah oke

        Hahahaha.. iya, sama-sama 😀

        1. oke, ketauan -3- kpengen jadi MA itu sebenernya udah dari 2 taun yang lalu /macem nunggu cinta ye
          iya~ abisnya eonnie bilang blom di post dan boleh dimasukkin sebagai portofolio, jadi diriku masukin ff ini juga gitu un~~

          gatau un, biasanya juga malu2in sih sebenernya.
          hahay~ aku siap buat masukin sarannya ke ffku loh un~

  3. ya ampun ending heart breaket bgt hiks, tapi keren, aku paling suka cerita naradi gini heheh keep writing!!
    oiya aku reader baru, disini hehe salam kenal xD

  4. waaah…ceritanya bgus,tpi tentang penyesalan ea,,kenapa sih onew gk ngungkapin perasaaan nya sejak dulu ,,hadeeeeh,,,,
    daebaak!!!

  5. awalny kirain jinki diam2 suka dan mengagumi seorg cewek yg g kenal sma dia. eh pas bca k bawah, trnyata mreka pny masa lalu. dan yg lebih parahny jinki sedang brFlashback ria (?), brcerita tntang pnyesalanny d masa lalu. menolak yeoja inspiratifnya. fiuh, pnyesalan emg sllu dtang trlambat. *peluk jinki* dan mngenai prubahan hidup jinki yg dkarnakan annabeth, aigoo so sweet bgt… nyentuh ke ati *ngambil tissue* ngena , feel ny dpet (y)
    trus progress ny jg bner2 ngalir,, seakan kita emg dbawa ke masa lalu sma jinki (?) #apa bgt dah
    keep writing thor, ff ny keren 😉 good story

  6. Aku baca ini sambil dengerin “The World you exist” nya mereka,
    ah, ampun..

    Bahasanya bikin merinding. Mungkin kebanyakan orang paling males kalo baca tulisan yang 80% adalah Narasi, tapi tulisan kamu disini bikin ga bosen buat dibaca,
    i love it,
    barisan kata narasinya seakan menyampaikan perasaan onew ya ampun,
    aku dari awal udah bertanya2 ada apa dengan seorang Jinki ini. Apa ada sesuatu dengan eksistensi dia? sampe si cewe ga kenal padahal mereka punya banyak kenangan,
    ternyata..

    ah,, keren..

Leave a reply to Chelsea A Cancel reply